*Siaran Pers*

Membangun toleransi dan menolak kekerasan

*“Mencabut UU 1/PNPS/1965, Memperkokoh Semangat Kebangsaan”*



Kebangsaan dan kepentingan nasional kita adalah membangun toleransi dan
menolak kekerasan, apalagi kehidupan sosial di Indonesia secara nyata
beragam dan mejemuk. Keberagaman yang ada membutuhkan kehidupan
yangmenjunjung tinggi hak
asasi manusia yang di dalamnya terdapat sikap toleransi, menghargai
perbedaan dan tidak diskriminatif. Dalam konteks inilah uji materi UU
1/PNPS/1965 dilayangkan. karena UU tersebut secara substansial dan nyata
telah jauh dari penghormatan hak asasi manusia yang diakui oleh konstitusi.

Uji materi ini adalah tantangan kebangsaan kita dan mendudukkan kembali
sejauh mana Negara ikut campur dalam kehidupan keagamaan dan berkeyakinan.
Apakah bersikap diskriminatif seperti tertera dalam penjelasan PNPS
tersebut, yang dalam prakteksnya banyak melahirkan korban kaum penghayat
keyakinan dan kelompok minoritas, Apakah bersikap menghakimi terthadap agama
dan keyakinan, mengikuti kehendak mayoritas, ataukah bersikap menjamin
hak–hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Apalagi, Pembuat UU ini, semangatnya penuh kecurigaan dan stigmatisasi
terhadap sekelompok orang tertentu dan  memandang perbedaan keyakinan
sebagai akar perselisihan dalam masyarakat, lalu ingin mencegah atau meredam
pertikaian itu dengan tindakan diskriminativ bahkan meniadakannya.

Kami berpendapat bahwa Negara harus hadir dalam rangka menjamin kebebasan
beragama dan berkeyakinan, jaminan itu dapat hadir dalam berbagai bentuk,
khususnya tidak mencampuri keyakinan/keimanan atas agama dan keyakinan yang
dianut oleh setiap orang.

Kami memandang persoalan keyakinan adalah persoalan pikiran dan hati nurani
yang tidak tersentuh. Masing-masing orang memiliki pandangannya sendiri
tentang Tuhan dan dunia, dan perbedaan keyakinan adalah sesuatu yang tidak
dapat dielakkan. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya agama, aliran,
denominasi, mazhab, dan tarekat di seluruh dunia. Semuanya menganggap diri
(paling) benar, terlepas jumlah pengikutnya banyak atau sedikit.

Selain itu, karena agama adalah urusan pribadi dengan Yang Maha Kuasa,
menentukan keyakinan atau ibadah mana yang benar dan menjatuhkan hukuman
atas kesesatan bukan menjadi bagian negara, tetapi Tuhan sendiri. Jika ambil
bagian, negara cenderung akan menuruti mayoritas, serta meminggirkan dan
menindas minoritas, seperti yang terjadi selama ini, dengan memaksa mereka
untuk menganut apa yang diyakini orang lain.

Kami meyakini bahwa semangat memaksakan kesamaan dan menghukum perbedaan
justru menghancurkan kebersamaan kita. Sebagai bangsa yang beragam dan
majemuk, Indonesia telah sejak dulu mengakui pentingnya merayakan perbedaan
dengan bertenggang rasa dan saling menghormati sesama warga yang setara.
Perbedaan adalah sesuatu yang alami dan tidak mungkin dihilangkan; yang
mungkin adalah belajar untuk hidup dan bermasyarakat dengan perbedaan itu.

Di sisi lain, kami sama sekali tidak menginginkan mereka yang melakukan
kekerasan dan memperdaya orang lain terlepas dari jerat hukum dengan alasan
keyakinan agama, misalkan pencabulan, penipuan dll.  Namun, kami melihat
bahwa ketentuan KUHP tentang Penipuan, Pencabulan, Penganiayaan,
Pengrusakan, dll., telah berhasil digunakan untuk mengadili dan menghukum
orang-orang tersebut tanpa diperlukannya PNPS ini ataupun Pasal 156a.

Pada akhirnya ,kami berharap masyarakat luas mengerti atas permohonan uji
materi PNPS dan memberikan dukungan atas permohonan tersebut untuk
kepentingan bangsa dan Negara yang lebih luas dan jauh kedepan. dan tidak
terjebak oleh informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Akhirnya
juga, berharap MK dapat bertindak independen dan membela konstitusi tanpa
terpengatuh oleh kepentingan diluar kepentingan konstitusional.



Jakarta, 1 Maret 2010

Tim Advokasi Kebebasan Beragama

 

Kirim email ke