Cendrawasih Pos
16 Februari 2009



43 Pengacara Siap Dampingi Buchtar CS


*Sidang Perdana Digelar Rabu(18/2) 
JAYAPURA-Sebanyak 43 penasehat hukum (PH) di Jayapura, dipastikan akan 
mendampingi tersangka makar, Buchtar Tabuni Cs dalam persidangan. Kesiapan 43 
PH untuk mendampingi Bucthar Cs ini, diungkapkan Ketua Tim Penegakan Hukum 
Kasus Makar Buchtar Tabuni Cs, Pieter Ell, SH. Untuk diketahui, kasus yang 
sempat menyedot perhatian publik ini, rencananya akan disidangkan di Pengadilan 
Negeri Jayapura, Rabu (18/2) lusa.  Menurut Pieter Ell, dari perkara tersebut 
kliennya yang saat ini statusnya telah menjadi tahanan kejaksaan telah 
disepakati akan didampingi sekitar 43 Penasehat Hukum. Hanya saja dalam proses 
persidangan nantinya Pieter menyampaikan kemungkinan hanya separoh dari jumlah 
tersebut yang bisa hadir.  Dari tuduhan yang dikenakan kepada kliennya, Pieter 
menyoroti tentang pasal 160 KUH Pidana yang sekarang dikenakan untuk Buchtar 
Cs, dimana menurut pria yang suka mengenakan kacamata hitamnya ini menganggap 
pasal tersebut tidak relevan lagi untuk diterapkan saat sekarang. 

"Pasal 160 KUH Pidana ini sebenarnya digunakan pada zaman penjajahan Belanda 
untuk menjerat pejuang atau rakyat yang menentang pemerintahan Belanda pada 
waktu itu lalu diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Jadi pasal tersebut saya 
pikir sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan jika digunakan saat ini," jelas 
Pieter Ell saat dikonfirmasi, Ahad (15/2).  Jika tetap diterapkan, maka Pieter 
Cs berencana akan melakukan yudisial review untuk meminta ke mahkamah 
konstitusi menghapus pasal tersebut. Menyangkut persidangan nantinya dikatakan, 
telah dilakukan koordinasi dengan para PH untuk menindaklanjuti proses sidang. 
Yang terpenting menurut Pieter adalah apakah akan diajukan eksepsi atau tidak. 

"Ini yang sedang kami bahas, karena kasus makar ini boleh dibilang menyedot 
perhatian masyarakat. Jadi hal tekhnis seperti ini yang kami bicarakan," beber 
Pieter. Ia juga mengomentari soal perkara Buchtar yang lebih condong pada 
permasalahan politik. "Menurut saya, penyelesaiannya sebaiknya melalui jalur 
politik pula," saran Pieter menengahi. Dari pokok masalah ini, jika melihat 
kebelakang, pada tahun 1998 lanjut Pieter saat itu dikatakan banyak perkara 
makar, dimana banyak masyarakat Papua menghadap Presiden Habibie untuk meminta 
merdeka. Begitu juga kasus Alm Theys Eluay dan Sekjend PDP, Thaha Alhamid dan 
lainnya. 

Namun dari sekian banyak kasus serupa bisa diselesaikan tanpa harus menggunakan 
jalur hukum melainkan tetap melalui jalur politik.  "Dilakukan melalui kongres 
Papua pada tahun 2000 yang disetujui oleh Gus Dur ini salah satu contohnya," 
kisahnya. Melihat kondisi ini, Pieter menekankan sesungguhnya perkara makar 
bukanlah satu tindakan hukum yang perlu menjadi prioritas, tetapi ada tiga hal 
penting yang sebaiknya segera disikapi yakni pelurusan sejarah, penyelesaian 
kasus pelanggaran HAM begitu pula dengan permasalahan ekonomi. 

"Ini adalah 3 akar masalah yang harus diselesaikan dan bukan karena kasus makar 
lalu disidangkan, sementara perkara pokok tadi dinomor sekiankan," ungkapnya. 
Jika tetap berpatokan pada proses hukum tindakan yang dimaksud, maka Pieter 
memprediksikan kedepannya akan muncul kasus yang sama dan tetap tidak 
menyelesaikan masalah. Sementara menyangkut pemindahan Buchtar dari tahanan 
Polda ke Lapas Narkotika, Doyo Baru Kabupaten Jayapura dan dikembalikan ke 
Lapas Abepura, Pieter menganggap hal tersebut wajar dilakukan, namun sedikit 
disayangkan karena sempat terjadi miss komunikasi antara PH dengan pihak 
kejaksaan pada saat proses pemindahan. 
"Ya paling tidak ada informasi pemberitahuan, karena kami bertanggung jawab 
terhadap proses hukum kedepan dan status Buchtar masih tahanan yang menjalani 
proses hokum, bukan narapidana, sehingga menurut saya komunikasi itu penting 
guna menghindari isu yang berkembang di masyarakat," lanjut Pieter yang hari 
Senin besok (hari ini) akan bertemu Buchtar guna membicarakan soal 
persidangannya. 

Rupanya sidang perkara dugaan makar yang dituduhkan kepada Buktar Tabuni yang 
akan digelar Rabu (18/2), diperkirakan akan mendapat penjagaan ketat dari 
polisi. Pasalnya pihak pengadilan Negeri Jayapura telah melayangkan surat 
permintaan bantuan pengamanan kepada kepolisian atas digelarnya kasus tersebut.
"Kami telah mengirimkan permohonan pengamanan kepada pihak kepolisian guna 
mengamankan jalannya sidang tersebut," ungkap Ketua Pengadilan Negeri Jayapura, 
Aman Barus, SH saat ditemui Cenderawasih Pos, Jumat (13/2) di Pengadilan Negeri 
kemarin.  Sidang yang beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum 
(JPU) ini akan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Manungku Prasetyo, SH bersama 
Lucky R Kalalo, SH dan H Simarmata, SH MH sebagai anggotanya.

"Setelah menerima berkas perkara dengan nomer 78/Pid.B/2009/PN-JPR pada tanggal 
(10/2), saya langsung memerintahkan kepada ketiga hakim tersebut dapatnya 
memimpin sidang atas kasus buktar tabuni," lanjutnya. Dan mengenai tim Jaksa 
penuntut Umum dari sidang kasus atas terdakwa Buktar Tabuni diketuai oleh 
Maskel Rambolagi, SH dibantu oleh Edi S Utomo, SH dan Alwin Michel Rambi, SH 
sebagai anggotanya.

"Kami akan hanya membacakan dakwaan kepada Buktar Tabuni dalam sidang Rabu 
mendatang," ungkap Jaksa Maskel saat ditemui di Pengadilan Negeri. Ditanya 
adanya kesiapan lain, ia mengatakan tidak ada kesiapan khusus karena ini adalah 
siang pembacaan dakwaan.  Sementara itu, salah satu anggota tim pengacara hukum 
terdakwa, Iwan Niode, SH mengungkapkan bahwa dirinya dan beberapa pengacara 
yang dipimpin Piter Ell, SH saat dihubungi oleh Cenderawasih Pos mengungkapkan 
tim pengacara sedang melakukan kajian hukum pada surat dakwaan. Ia juga 
menyesalkan adanya tindakan yang menyepelekan pengacara hukum karena pemindahan 
Buktar Tabuni yang harusnya di lapas Abepura ke Polda ataupun sebaliknya tidak 
dikoordinasikan oleh pihak yang bersangkutan kepada pengacaranya. (ade/

<<UTM.jpg>>

Kirim email ke