http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1130:akses-masyarakat-pada-ham-belum-aspiratif&catid=78:umum&Itemid=131

      Akses Masyarakat Pada HAM Belum Aspiratif  

      Oleh : Noerwahid

      sudah tak heran lagi saat ini masih ada saja pelanggaran HAM, baik yang 
dilakukan aparat dan pejabat maupun yang dilakukan masyarakat. 

      Secara kuantitatif pelanggaran yang digolongkan berat mungkin jumlahnya 
tidak banyak tetapi golongan inilah yang selalu mendapat sorotan ketika 
membicarakan masalah HAM. Selebihnya digolongkan pelanggaran sedang dan ringan 
namun, pelanggaran jenis ini jumlahnya cukup banyak, lebih banyak dari yang 
pertama tadi.

      Aparat dan pejabat lebih bermasalah kalau melakukan pelanggaran HAM 
karena mereka pada umumnya mengetahui masalah HAM. Lain halnya dengan 
masyarakat, boleh jadi basis pengetahuan mereka tentang HAM masih minim dan 
bervariasi, sehingga pelanggaran yang dilakukan masyarakat banyak yang tidak 
terjawab. Tetapi, satu hal yang kita lihat dari masalah HAM ini, masyarakat 
selalu melihat masalah HAM itu dari sudut pandang hukum saja, bukan dari 
kesadaran sosial.

      Setiap ada pelanggaran HAM selalu dilarikan kepada masalah hukum, 
bagaimana kesadaran sosial dibangun sehingga HAM menjadi salah satu asesoris 
dalam kehidupan ini belum lagi menjadi agenda yang perlu dioperasikan. 
Masyarakat sendiri interestnya rendah terhadap HAM, nikmat apa yang bisa 
diambil dari HAM hampir tak pernah terlintas didalam benaknya masyarakat.

      Kalau sudah begitu HAM hanya berbicara insidental, tak pernah yang 
terprogram secara rinci. Wajarlah kalau kemudian pelanggaran HAM menjadi 
semacam agenda rutin karena setiap pelanggaran itu sebelumnya tak pernah 
didiskusikan dengan HAM itu sendiri. Akhirnya kita sendiri yang mengaku dirinya 
beriman, Pancasilais, demokratis, segudang tesis tetapi didalam masalah HAM 
saja hanya mengakuinya kalau ada seminar-seminar.

      Refleksi HAM saat ini

      Ibarat bayi sedang merangkak begitulah gambaran sekilas tentang 
keberadaan HAM di Indonesia saat ini. Dari ibarat itu dapatlah kita lihat 
kondisi HAM sekarang ini, HAM itu sendiri tidak lebih dari sekedar menjaga 
jangan sampai kita dituding anti HAM. Tetapi, bagaimana HAM itu menjadi salah 
satu asesoris dalam kehidupan hampir dapat dipastikan tidak pernah dipikirkan, 
apalagi dioperasikan secara masif.

      Pada kondisi seperti itu kita bisa melihat sampai sejauh mana apresiasi 
masyarakat terhadap HAM. Bagi masyarakat itu sendiri HAM belum lagi menjadi 
perisai terhadap perilaku, masyarakat menempatkan HAM hanya sebagai alat saja 
ketika ada masalah dengan pihak lain. Karena itu HAM di Indonesia ini belum 
pernah teruji kemapanannya dan akibatnya bukanlah suatu keanehan lagi kalau HAM 
dan segala pelanggaran terhadapnya terkooptasi dengan masalah politik dan hukum 
yang terpolarisir datam politik. 

      Kita melihat kebenaran itu selalu saja diklaim sepihak dan hampir selalu 
menempuh cara-cara yang violent, sehingga didalam kebenaran tadi tidak ada HAM 
disitu padahal, HAM itu sendiri bersifat universil. Jika ditanya, itu bukan 
suatu pelanggaran tetapi memblokir HAM agar tidak masuk dalam kebenaran 
tersebut dipandang pula sebagai suatu hak. Kecenderungan seperti ini 
menunjukkan perilaku egoisme yang kemudian mendekati tipe budaya karena terlalu 
sering terjadi didalam kehidupan masyarakat kita sekarang ini.

      Maka itu mengesampingkan HAM yang sepatutnya ada disitu menunjukkan 
tindakan yang bukan saja tidak menghargai HAM tetapi juga membuat HAM itu 
sendiri tidak lagi mempunyai fungsi yang bermakna. Ketika ada masalah HAM 
didalam suatu persoalan maka disitu akan terlihat HAM tidak bisa berbicara 
sepenuhnya, bahkan hampir selalu HAM itu dipandang secara sinis.

      Satu hal yang perlu diingat yang terkait dengan masalah HAM ini bahwa HAM 
itu menjadikan manusia lebih bermartabat lagi. Bukan saja diakui malah 
diperkuat pula hak-haknya sehingga manusia itu tidak perlu merasa cemas tentang 
keberadaannya ditengah-tengah kehidupan ini. Akan tetapi pengakuan terhadap hak 
- hak manusia itu belum lagi seperti yang kita bayangkan, pengakuan itu tidak 
lebih dari sekedar pengakuan yuridis dan bukannya pengakuan humanis.

      Itulah yang membuat terjadinya pelanggaran HAM tersebut berkelanjutan, 
apakah dalam kualitas berat, sedang maupun ringan. Padahal, kita menghendaki 
setiap persoalan itu dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan keadilan sesuai 
dengan proporsi persoalan dan yang demikian itu hanyalah mungkin kalau HAM 
ditempatkan sebagai adagium humanisme yang universal.

      Hakekat pelanggaran HAM

      Pengakuan yuridis terhadap HAM hanya ditempatkan ketika kita menghadapi 
setiap persoalan hukum. Berarti pula disitu ada pelanggaran HAM. Tetapi, yang 
demikian itu akan mengalami kesulitan ketika menghadapi masalah kemanusiaan 
yang jauh tebih eksklusif seperti halnya dengan kejadian genosida yang pernah 
terjadi dibeberapa tempat.

      Hukum yang bagaimana yang harus dilakukan disana, paling jauh kita hanya 
bisa mengatakan pelakunya sebagai penjahat perang. Genosida itu memang suatu 
pelanggaran HAM besar dan karenanya kejadian - kejadian seperti itu harus 
dihentikan. Boleh jadi untuk menghentikannya membutuhkan dana dan kekuatan yang 
besar pula karena kita menghadapi suatu kekuasaan. 

      Tadi telah dikatakan genosida itu suatu pelanggaran HAM besar dan yang 
pasti dilakukan oleh pelakunya dengan penuh kesadaran. Lain halnya dengan 
pelanggaran HAM biasa, kebanyakannya dilakukan antara sadar dan tidak sadar. 
Meski dikualifikasi dalam kategori sadar masih ada perkecualian untuk kategori 
ini seperti halnya dengan peristiwa Bom Bali I 12 Oktober 2002 tersebut.

      Memang bentuknya bukan genosida tetapi pelaku Bom Bali I itu melakukan 
tindakan-nya dengan penuh kesadaran dan karenanya peristiwa Bom Bali I ini 
dapat disejajarkan dengan pelanggaran HAM berat. Menghilangkan nyawa orang 
begitu banyak tanpa dosa tidakkah itu suatu pelanggaran HAM. Oleh karena itu 
hukuman mati buat para pelaku tersebut adalah suatu keputusan yang bisa diambil 
secara maksimal meski kita juga menyadari hukuman mati tersebut bertentangan 
dengan HAM.

      Kebanyakan pelanggaran HAM itu dilakukan tanpa sadar, setelah terjadi 
baru datang kesadaran. Terhadap pelanggaran seperti ini biasanya ditimpakan 
kepada pelakunya suatu keputusan hukum bahwa telah terjadi pelanggaran HAM 
tanpa lebih dahulu menginvestigasi lebih jeli lagi. Maka akhirnya vonis yang 
dijatuhkan kepadanya lebih berat lagi sehingga si pelaku itu merasa keadilan 
tidak berpihak kepadanya.

      Pelaku penembakan yang dilakukan aparat tidak hanya dituding melakukan 
pelanggaran HAM saja tetapi dituntut dengan hukuman lebih dan ketentuan hukum 
yang berlaku. Padahal, si pelaku itu melakukan hal tersebut boleh jadi dalam 
rangka membela diri atau lebih jauh untuk mengupayakan suatu tindakan keamanan 
yang kondusif. Tentu saja protes akan datang kalau pihak korban merasa kurang 
puas terhadap vonis yang dijatuhkan.
      Hakekat HAM itu sendiri

      Kebanyakan dan pelanggaran HAM itu dilakukan dengan kesadaran walau dalam 
hal ini pelanggaran tadi masih berada dalam kategori sedang dan ringan. Ketika 
melakukan pelanggaran itu boleh jadi egoisme kebenaran, seperti yang dikatakan 
tadi, sangat menguat. Malah oleh si pelaku selalu menganggap HAM tersebut 
mengurangi kebenarannya. Saat ini ada kekhawatiran, kalau cara berpikir seperti 
itu masih merajai didalam kehidupan kita sekarang ini maka akan terjadi semacam 
eksploitasi hukum untuk kepentingan pribadi.

      Akan kembali ke zaman dahulu bahwa "hukum adalah aku !" Pandangan seperti 
itu membawa HAM tersebut semakin jauh dan ladangnya sendiri yaitu HAM tersebut 
harus berada diantara manusia dan hukum. Ketika mendekati ranah hukum kita 
berbicara soal pelanggaran HAM tetapi konduite seperti itu bersifat insidentil.

      Yang perlu kita angkat dalam pembicaraan sekarang ini bagaimana HAM itu 
sendiri berada di ranahnya manusia. HAM tersebut bukanlah suatu ciptaan tetapi 
suatu hasil formulasi dari hakekat keberadaan manusia dalam komunitasnya 
sendiri. Bahwa manusia itu lahir keatas dunia sudah melekat padanya hak-hak 
tertentu yang tidak bisa dianulir atau diamandir oleh siapapun.

      Hak-hak itulah yang diformulasikan dan kemudian ditempatkan kedalam suatu 
convension yang diakui secara internasional. Dan sebagaimana yang telah 
dikatakan diatas, HAM itu menjadikan manusia lebih bermartabat lagi. Konteks 
ini menunjukkan bahwa dahulunya sepanjang sejarah manusia pelanggaran HAM itu 
selalu terjadi dan amat banyak terjadi sehingga manusia itu tak ada harganya 
lagi.

      Tetapi, sekarang ini kecenderungan melakukan pelanggaran HAM tersebut 
berubah fungsi, kalau dahulu oleh penguasa maka sekarang ini oleh kekuasaan 
pribadi yang mem-punyai keiebihan. Sebenarnya kekuasaan pribadi itu masih bisa 
dijinakkan dengan menumbuhkan kesadaran padanya tetapi upaya kearah hal ini 
hampir tak terlihat sama sekali.

      Tak jalannya HAM oleh karena tumbuhnya kekuasaan pribadi yang merajalela 
bukan akan menjadikan rasa aman bagi pribadi yang mempunyai kekuasaan tersebut. 
Mereka itu lupa bahwa HAM tersebut hanya hidup dan berkembang dalam suatu 
komunitas kalau semua individu yang ada didalamnya masih mau berkomunikasi.

      Selama manusia masih berperilaku seperti itu HAM akan hidup dan 
berkembang meski pada awalnya mungkin belum solid terorganisir. Tetapi, itu 
bukan persoalan karena dalam berkomunikasi tersebut kesadaran menghargai orang 
lain akan tumbuh dan terhadap kekuasaan pribadi akan dianggap sebagai suatu 
handicap.

      HAM tidak bisa dibuat jadi barang mainan sebab, siapa saja yang 
menjadikan HAM seperti itu nanti dia sendiri akan dipermainkan oleh HAM 
tersebut. Jangan lupa, pada hakekatnya dalam setiap pelanggaran HAM maka disitu 
ada hak-hak si pelaku maupun si korban yang ikut berbicara. Alangkah naifnya 
kalau hal ini tidak disadari semua pihak.

      Peringatan tersebut kita jadikan sebagai akhir dari pembicaraan kita yang 
singkat ini tentang masalah HAM yang saat ini, 10 Desember 2008, kita peringati 
sebagai Hari HAM Sedunia. Kita menyadari, membicarakan masalah HAM tersebut 
cukup luas dan tidaklah mungkin membahasnya secara singkat sehingga artikel 
yang kita suguhkan ini rasanya belum lagi dapat memenuhi harapan. Walaupun 
begitu, apa yang kita berikan sekarang ini mungkin sedikit banyaknya akan 
memberi sekelumit makna yang ada artinya. ***

      Penulis, Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang 
Sumatera Utara.
     

Kirim email ke