·  
Salah satu bentuk
pelayanan pastoral-sosial yang dikelola oleh orang-orang yang peka akan
penderitaan sesama manusia antara lain berupa ‘panti asuhan’: orang jompo,
anak-anak terlantar/cacat, penyayang kehidupan/anti pengguguran, dst.. Memang
ada panti asuhan yang sedikit banyak berwarna komersial, namun pada umumnya
sugguh sosial, dimana para pengurus, pengelola atau pelaksana ‘panti asuhan’ 
berusaha
meneladan Yesus yang ‘diserahkan ke dalam
tangan manusia’. Apa yang dikerjakan oleh Vinsensius de Paul serta para
pengkutnya merupakan salah satu gerakan pastoral-sosial yang inspiratif bagi
kita semua.  Kiranya cukup banyak orang, yang bersikap
mental materialistis atau bisnis tidak memahami gerakan-gerakan pelayanan
pastoral-sosial macam itu; mereka tidak mampu memahami apa arti dan makna
pelayanan bagi mereka yang miskin dan menderita. Maka kami mengajak anda
sekalian untuk merenungkan sabda ini: “Dengarlah
dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam
tangan manusia”. Sebagai orang beriman, yang berarti mempersembahkan diri
seutuhnya kepada Tuhan, kiranya serentak juga mempersembahkan diri kepada
sesama manusia, saudara-saudari kita, lebih-lebih dan terutama yang miskin,
berkekurangan serta menderita. Kepada mereka yang sulit memahami pelayanan
pastoral-sosial ini kami persilahkan untuk mengunjungi atau mendatangi langsung
‘panti sosial’ di daerah atau kota anda. Di Jakarta ada beberapa panti asuhan, 
antara
lain: (1) Yayasan Amalia (panti asuhan
anak-anak jalanan) – JilKebon Bawang Raya 1, Tanjung Priuk, (2) Pondok Si 
Boncel (panti asuhan balita) – Lenteng
Agung, Pasar Minggu, (3) Panti Asuhan
Mekar Lestari, Jl.Commercial III Blok1 no 1-1A, Sektor 1,5 BSD –Tangerang,
dst.. Panti-panti asuhan ini sungguh dengan rendah hati, bantuan rahmat
Tuhan serta kemurahan hati banyak orang, berusaha meneladan Yesus yang 
menyerahkan Diri ke tangan manusia. Manusia
diciptakan sesuai dengan gambar dan citra Allah, maka beriman kepada Allah
hendaknya mempersembahkan diri kepada sesama manusia, dan dengan demikian kita
saling mempersembahkan diri atau saling mengasihi.

·   “Ingatlah
akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan 
mendekat
tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!"(Pkh 
12:1). Kutipan ini kiranya baik menjadi
permenungan atau refleksi bagi kita semua. Marilah kita ingat dan kenangkan
masa kanak-kanak kita, dimana dengan kasih segenap hati, segenap jiwa, segenap
akal budi dan tubuh atau tenaga masing-masing dari kita dikasihi oleh banyak
orang, terutama orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing, sebagai partisipasi
terhadap Allah Pencipta, yang menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia
ini.  Tanpa kasih yang luar biasa dari
bapak-ibu kita masing-masing kiranya kita tidak dapat hidup dan ada seperti
saat ini. Jika ada rumor, yang menyindir orang kurangajar atau tidak bermoral,
bahwa masa kecil tidak bahagia, hemat saya hal ini tidak benar. Kepada mereka
yang merasa bahwa pada masa kecil tidak bahagia alias kurang dikasihi,
hendaknya menyadari dan menghayati bahwa tanpa kasih kita tidak dapat hidup,
tumbuh dan berkembang seperti saat ini. Maka silahkan pertama-tama mengenangkan
ketika anda masih berada di dalam kandungan atau rahim ibu, ketika sedang
dilahirkan, dst.. , kiranya dengan kasih mesra dan seutuhnya orangtua, terutama
ibu kita masing-masing sangat mengasihi kita. Jika kita tidak dikasihi kiranya
kita tidak pernah lahir di dunia ini alias telah digugurkan ketika masih berada
di dalam kandungan atau rahim, atau kita tidak dapat hidup seperti saat ini
karena begitu dilahirkan langsung
dibunuh atau dibuang sebagaimana terjadi di sana-sini, yang dilakukan oleh
perempuan atau ibu yang tak bertanggung-jawab dan tak tahu kasih. Jika anda
tidak berani menyadari dan menghayati kasih dari orangtua atau bapak ibu,
kiranya anda akan menjadi manusia atau orang yang terus-menerus tertimpa
kemalangan atau penderitaan, senantiasa merasa tidak aman dan terus terancam
dalam hidup sehari-hari. Kita dengan mudah akan berkata seperti kata Pengkotbah
ini: “Kesia-siaan atas kesia-siaan, …,
segala sesuatu adalah sia-sia” (Pkh 12:8).


Jakarta, 27 September 2008

Kirim email ke