http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=48478&ik=5
Baru Nikah Ditinggal ke Arab (6-habis) Sabtu 6 Desember 2008, Jam: 8:59:00 Sarudin, baru sebulan menikah dengan Misri'ah, 27, yang baru pulang dari Arab Saudi. Namun warga Desa Praja Wetan, Cirebon, Jawa Barat, ini harus merelakan istrinya kembali teken kontrak untuk bekerja selama 2 tahun. "Sebenarnya, hati kecil saya menolak untuk keberangkatan yang kedua kalinya istri saya kembali menjadi TKI di Arab Saudi. Tapi karena harus menyelesaikan pembangunan rumah yang baru 75 persen, akhirnya saya menyetujui keputusannya, walaupun masih pengantin baru," ujarnya. Lebih jauh, pria 30 tahun ini mengungkapkan, bagaimana caranya untuk mensiasati kesendiriannya saat istri tercinta berada jauh di sana demi bekal kehidupan yang mapan masa depan. "Kalau dirasa, memang sangatlah berat. Tetapi, apa pun risikonya, saya akan tetap berusaha tabah dan selalu berdoa kepada yang Maha Kuasa, agar diberikan kekuatan iman dan Insya Allah dikabulkan," ungkapnya. Sarudin merupakan satu di antara puluhan laki-laki di Indramayu yang rela hidup sendiri meski beristeri, demi perjuangan untuk mensejahterakan keluarga, dengan mengadu nasib di Arab Saudi. Meninggalkan keluarga hanya satu dari penderitaan yang harus ditanggung. Kehidupan marabahaya menanti mereka di luar kampungnya. Di rumah majikannya, di tangan oknum sponsor, bahkan di tangan aparat yang ditugasi pemerintah namun justru menjadi pagar makan tanaman. Memeras bangsa sendiri. Hidup di rantau sebagai TKI/TKW selain solusi untuk mengatasi pengangguran juga upaya mewujudkan mimpi meningkatkan taraf hidup keluarga, yang sebagian besar telah terwujud di sekeliling mereka di desa. Menurut Drs. Iwan Hermawan, MM, Kasie Pentaker Dinsosnaker, Kabupaten Indramayu, jumlah TKI dari Indramayu, Jawa Barat, mencapai 80 ribu orang, yang setiap harinya bisa mengirim uang Rp 2 miliar. Dampaknya, selain mengubah kondisi ekonomi keluarga, juga menggairahkan perekonomian masyarakat. "Contohnya, transaksi pembelian pada setiap digelar hari pasaran di pedesaan, ramainya sepanjang waktu. Dulu saat belum banyak TKI ke luar negeri, keramaian perdagangan hanya pada saat musim panen padi saja," paparnya. Tak pelak, para pengusaha jasa tenaga kerja saling berlomba melalui sponsor/calo TKI, menjadikannya bisnis yang menguntungkan. Bahkan, sponsor berani mematok Rp 5 juta/orang untuk dikirim ke Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), bila tidak mau sponsor akan mengirimnya ke PJTKI lain. Yunus M. Yamani, Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Hinsataki), menyatakan bahwa TKI itu ibaratnya "barang dagangan", karena dihargai Rp 5 juta/TKI oleh sponsor/calo yang menawarkan mereka ke PJTKI. Pihaknya mengusulkan agar Depnakertrans, dan BNP2TKI mengeluarkan kebijakan penerapan kuota penempatan, khususnya ke Arab Saudi