http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2009022706325716

      Jum'at, 27 Februari 2009
     
     
Berharap Perubahan dari Pemilu! 

       
      H. Bambang Eka Wijaya



      "PARA caleg menggiring pemilih berharap perubahan lewat pemilu! Dalam 
kampanye dikesankan kondisi sekarang kurang baik, lalu mereka janjikan 
perubahan menjadi lebih baik!" ujar Umar. "Kenapa harus begitu?"

      "Karena setiap menjelang pemilu hal serupa terjadi, lalu usai pemilu 
berulang pula hal-hal yang sebelumnya dijanjikan berubah, jadi terngiang ucapan 
Einstein, "Orang mengulang-ulang perbuatan yang sama dengan mengharapkan hasil 
berbeda!" jawab Amir. "Orang tak antusias pada caleg baru yang muda, dengan 
alasan belum berpengalaman! Pilihan lantas ke caleg lama dengan alasan lebih 
berpengalaman! Padahal, kondisi kurang baik yang sekarang ingin diubah lewat 
pemilu itu adalah buah pengalaman caleg-lama yang akan dipilihnya kembali 
dengan alasan berpengalaman! Apa rasional mengharap perubahan dengan 
mengulang-ulang pilihan yang sama?"

      "Alasan memilih caleg lama yang berpengalaman itu karena lebih matang dan 
tidak emosional!" sela Umar.

      "Justru kematangan tak emosional yang menghasilkan pengalaman buruk masa 
kini itulah sikap darah dingin yang berulang-ulang dipilih agar terjadi 
perubahan! Jelas hasilnya hanya mengulang-ulang nasib serupa hasil pilihan sama 
sebelumnya!" tukas Amir. "Dalam hal ini, masalah sebenarnya sederhana!"

      "Sederhana bagaimana?" kejar Umar.

      "Cuma karena salah memaknai sikap emosional kaum muda!" tegas Amir. "Apa 
yang disebut dengan sikap emosional itu sesungguhnya justru hal genuine milik 
autentik kaum muda yang belum tercemari simpang-siur kepentingan kotor, yakni 
idealisme! Dijiwai idealisme, nurani kaum muda yang masih murni memang lebih 
mudah tersulut perasaannya untuk mempertahankan sikap tanpa kenal 
tawar-menawar, hingga wajahnya jadi merah padam--kondisi yang disebut 
emosional!"

      "Bukankah idealisme yang tak bisa ditawar-tawar itu amat diperlukan untuk 
mendorong perubahan dari kondisi kurang baik sekarang?" timpal Umar.

      "Seharusnya begitu!" tegas Amir. "Namun, karena jumlah kaum muda dari 
zaman ke zaman di kancah politik seperti parlemen relatif kecil sehingga dalam 
bilangan selalu kalah suara, akhirnya mereka tenggelam dalam realitas kelompok 
matang dan berpengalaman tadi! Konsekuensinya, idealisme otentik para muda itu 
'tidak bunyi lagi'--dan perlahan luntur--lalu ikut jadi 'matang' dan 
'berpengalaman'! Hal itu juga berulang dari generasi ke generasi!"

      "Kalau begitu, meski secara sunatullah yang abadi itu perubahan, dengan 
budaya politik sedemikian bukan mustahil justru perubahan itu sebuah utopia?" 
tukas Umar.

      "Lihat sendiri kenyataannya!" tegas Amir. "Zaman telah berubah dari Orde 
Baru ke Reformasi, tapi perubahan nasib rakyat cuma berulang-ulang dari janji 
kampanye yang satu ke janji kampanye berikutnya!" *
     

<<bening.gif>>

<<buras.jpg>>

Kirim email ke