Aku melakukan ibadah Islam dengan cara yang sangat liberal, tidak melakukan banyak kewajiban Islam, kadang melakukan dosa tapi cepat-cepat membenarkan diriku dengan mencomot ayat-ayat tertentu dalam Qur’an. Aku hiasi kamarku dengan poster kaligrafi ayat Qur’an yang kupilih dengan cermat dan kusimpan selama bertahun-tahun. Ayat ini adalah Q 39:53, yang merupakan ayat favoritku karena ayat ini merupakan satu dari sedikit ayat yang menyatakan Allah SWT sebagai Tuhan yang baik hati dan pemaaf.
Q 39:53 O my slaves who have transgressed against themselves despair not of the Mercy of Allâh…' terjemahan: Wahai budak-budakku, yang melampuai batas terhadap diri mereka, janganlah kau berputus asa dalam rahmat Allâh… Kawan-kawanku mengenalku sebagai orang yang gemar membaca buku-buku Arab klasik dan bersikap sensitif pada kesalahan tata bahasa dalam tulisan atau bacaan formal. Aku telah membaca ayat Q 39:53 ribuan kali tanpa menyadari kesalahan tata bahasanya yang begitu jelas! Q 39:53 mengandung kesalahan bahasa dan logika. Di ayat ini, Allah SWT bicara pada Muhammad dan memintanya untuk memberitahu Muslim (budak-budak Allah) agar tidak berputus-asa, tapi kata-kata dalam ayat ternyata menunjukkan bahwa Muslim itu adalah budak-budak Muhammad! Ayat itu seharusnya dimulai dengan kata: Katakan: Wahai budak-budak Allâh… Sukar bagiku untuk menerangkan bagaimana aku membaca ayat tersebut siang malam selama bertahun-tahun tanpa menyadari kesalahannya yang begitu jelas. Aku hanya bisa menemukan kesalahan tersebut setelah membaca Qur’an dengan pemikiran yang kritis saja beberapa tahun kemudian. Tapi ternyata aku tidak sendirian dalam membutakan mata, aku tidak pernah menemukan orang Arab Muslim manapun yang sadar akan kesalahan itu. Tapi andaikata pun mereka lalu menyadarinya, mereka dengan cepat akan berusaha keras membenarkan kesalahan tersebut. Menyedihkan. Jika sudah harus menelaah Qur’an, Muslim tidak mampu lagi bernalar logis. Muslim sudah sedemikian hebatnya dicuci-otak secara Islam sehingga indra mereka lumpuh dan pikiran mereka diselaputi kabut. Di bawah pengaruh Islam, Mulsim tidak mampu lagi menilai Qur’an secara obyektif.