Senin, 14 September 2009 | 21:01 WIB
*Laporan wartawan KOMPAS Lukas Adi Prasetya*

*YOGYAKARTA, KOMPAS.com
<http://www.kompas.com/read/xml/2009/09/14/21014958/duhh....kok.banyak.juru.dakwah.yang.bodoh.ya>—
*Pengasuh Ponpes Rudlotul Fatihah, Bantul, KH Muhammad Fuad Riyadi (38),
gerah melihat semangat Islam disampaikan hanya secara sepotong-potong oleh
para juru dakwah Islam. "Juru dakwah banyak yang bodoh. Saya tantang mereka
memahami Islam," kata Kyai Fuad.

Ia melihat bahwa yang disampaikan juru dakwah di masjid, di televisi, dan di
mana saja sudah melenceng dari semangat Islam, agama yang seharusnya memberi
kesejukan, ketentraman, kedamaian bagi siapa saja, tak hanya umat Islam,
tetapi semua orang non-muslim, termasuk mereka yang ateis sekalipun.

Dengan kata lain, jika apa yang dikatakan juru dakwah membuat umat nonmuslim
waswas, merasa terancam, dan tak nyaman, maka itu sudah cukup memberikan
gambaran bahwa dakwah yang dilontarkan juru dakwah sudah tak lagi Islami.
Ini fenomena yang menurut dia sudah mulai muncul sejak tahun 1970-an, dan
mulai kencang.

Ia banyak memberi kritik tentang kebiasaan dan perilaku umat Muslim.
Misalnya memakai pengeras suara sekeras mungkin sehingga umat non-muslim dan
muslim pun sama-sama terganggu, juga rangkaian acara puasa yang
kemeriahannya berlebihan.

"Juru dakwah, dai-dai itu, maaf, baru memegang satu ayat, tapi *ngomong*-nya
sejuta ayat. Tak heran, sekarang bermunculan radikalisme, seperti aksi *
sweeping*, fundamentalisme, dan hal tak mengenakkan yang mengatasnamakan
agama. Peraturan daerah pun digiring menjadi bernuansa Islam," paparnya.

Lihat saja, menurutnya, sekarang banyak yang secara eksplisit dan implisit
menyuarakan perlunya Indonesia menjadi negara Islam. "Enggak hanya orang
nonmuslim yang ketar-ketir dan cemas. Saya juga takut. Apa Islam di
Indonesia seperti itu? Islam adalah agama yang menyuarakan kerinduan pada
Allah, bukan agama yang bikin orang lain takut, apalagi menyemai benih
permusuhan," katanya.

"Perlu dicatat, saya hapal 'Malam Kudus', lagu rohani umat Katolik saat
Natal. Liriknya bagus. Lagunya bagus. Saya suka Natal, gereja. Saya suka
semangat Natal, damai di bumi damai di hati. Saya berani katakan, lagu
'Malam Kudus' itu lagu Islami," ujar kyai muda ini.

Tentang Puasa, mestinya umat Islam merefleksikan hal itu seperti umat Hindu
merayakan Nyepi. "Mestinya Puasa itu ya nuansanya seperti saat Nyepi. Kita
merenung, berdiam, bukan malam ramai," katanya.

Pengotakan agama mesti dihapus. "Saya justru gembira jika saat zikir
bersama, ada teman-teman nonmuslim yang ikut datang. Ikut *nggabung*. Sering
mereka datang ke ponpes saya. Seorang Katolik yang pernah datang pas zikir
bilang ke saya, kok dia merasa tenang dan nyaman. Tentu ia masih Katolik.
Ketika dia pun merasa damai, tenang, itulah juga sejatinya esensi zikir,"
ucap dia.

Kyai ini merasa perlu minta maaf kepada semua umat nonmuslim yang pernah
tersinggung dengan perlakuan umat Muslim dan perkataan/perbuatan para juru
dakwah. "Saya mohon maaf karena mereka melakukan itu. Mohon dimaklumi," kata
Kyai Fuad.

Kyai ini menggelar lukisan bertema "Aura Dsikir" di Bentara Budaya
Yogyakarta. Acara berlangsung dari Sabtu (12/9) hingga Kamis (17/9). Proses
pembuatan lukisan dilakukan dengan berzikir terlebih dulu.

Kirim email ke