Ego Tidak Senang Disiplin
Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani QS 
Lefke, Siprus
www.rumisuficafe.blogspot.com

 
A'udzu billahi min asy-Syaitani 'r-Rajim. Bismillahi 'r-Rahmani 'r-Rahim. 
Dastur Ya Sayyidi Madad

Kita memerlukan disiplin.  Kita memerlukannya untuk membawa diri kita dari 
level terendah menuju level tertinggi.  Level terendah dalam al-Qur’an 
disebutkan, “tsumma radadnahu asfala safiliin” “kemudian Kami rendahkan mereka 
ke tempat paling rendah” [QS 95:5].  Arti dari asfala safiliin dapat ditemukan 
dalam hasrat fisik kita.  Selama seseorang masih bersama hasrat kebinatangan 
yang tidak pernah berakhir itu, ia akan berada di level terendah.  Karakter ini 
adalah milik binatang.  

Selama kita mengikuti bisikan ego dan keinginan fisik kita berada pada level 
yang sama dengan binatang.  Tetapi kita telah dipanggil, kita telah diundang 
untuk bangkit dari asfal, level terendah menuju ahsan, level tertinggi.  Dan 
kita telah diberikan sebuah mesin untuk perjalanan ini oleh Yang berada di 
Surga.  Mesin itu adalah disiplin.

Tanpa disiplin yang kalian letakkan pada ego kalian, kalian tidak bisa beranjak 
dari asfal ke ahsan.  Syariah membawa disiplin itu dengan dua sayap, satu sayap 
 dengan perintah dan sayap lainnya dengan hal-hal yang dilarang.  Satu sayap 
membawa apa yang harus kalian lakukan sementara sayap yang lain membawa apa-apa 
yang tidak boleh kalian lakukan.  Dengan kedua sayap disiplin itu, kalian bisa 
terbang.  Jika salah satu sayap patah atau jika bulu-bulunya rontok, kalian 
tidak bisa terbang.

Ketika kalian menyetir mobil, setiap bagian dalam mesin harus dalam kondisi 
baik.  Jika salah satu skrup kecil hilang, bisa jadi mobil itu tidak bisa 
bergerak.  Semuanya harus sempurna dan semuanya mempunyai kesempurnaan.  Mobil 
yang tidak sempurna tidak bisa bergerak.  Pesawat terbang harus mempunyai 
disiplin yang lebih tinggi daripada mobil.  Syariah membawa kalian dari satu 
tempat ke tempat yang lain dalam level pertama seperti halnya sebuah mobil 
membawa kalian dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui sebuah jalan.  
Bergerak di jalan merupakan satu hal, terbang adalah hal lain.  

Kalian harus menggunakan disiplin pesawat terbang ketika menggunakannya.  Dan 
itu lebih ketat dibandingkan dengan mobil.  Syariah mempersiapkan manusia pada 
level pertama.  Tarekat adalah untuk mengangkat manusia.  Beberapa orang 
menghabiskan setengah jam dari waktunya mendiskusikan bagaimana kita harus 
mempersiapkan diri kita, bagaimana kita mesti duduk, bagaimana kita harus 
bersikap sopan-santun.  Disiplin seperti itu bagaikan disiplin sebuah mobil.  

Pesawat terbang harus mempunyai disiplin yang lebih banyak lagi.  Kekuatan 
mesinnya harus mencapai level tertinggi sebelum lepas landas.  Pertama, pesawat 
berada di landasan pacu di permukaan bumi dengan kecepatan 30 mil per jam.  Itu 
tidak cukup.  Kemudian pada saat berjalan pelan kecepatannya meningkat ke 60, 
70, 100, 300 mil, baru kemudian lepas landas.  Kemudian kecepatan di udara 
mencapai 350, 400, 500 mil per jam dan lebih tinggi lagi.  

Orang berpikir bahwa bahkan dengan kemalasan mereka bisa bergerak dari bumi ke 
surga.  Mereka membayangkan bahwa mereka bisa terbang dengan ego mereka.  
Tidak, itu tidak bisa!  Kalian harus menanamkan disiplin dengan syariah dan 
kemudian dengan tarekat.  Tarekat berarti menjaga disiplin.  Bila kalian 
meminta untuk pergi ke surga, kalian harus mempunyai disiplin itu.  

Orang-orang bertanya kepada saya, “Wahai Syekh!  Tanpa masuk Islam apakah 
mungkin untuk mengikuti Jalan Sufi?”  Hal itu seperti bertanya, apakah kalian 
bisa men-starter mobil tanpa menggunakan baterai (aki).  Atau terbang di udara 
dengan mobil.  Tidak, itu tidak bisa!  Kalian tidak bisa men-starter mobil 
tanpa baterai.  Kalian tidak bisa terbang di udara dengan menggunakan mesin 
mobil.  

Jika kalian mencobanya, kalian akan bergerak seperti ini (Syekh membuat isyarat 
tangan menunjukkan gerakan oleng  dan menyamping) dan akhirnya jatuh.  Untuk 
men-starter mobil, kalian memerlukan baterai.  Untuk terbang, kalian memerlukan 
mesin pesawat terbang.  Orang-orang bertanya kepada saya mengenai hal ini.  
Mereka tidak senang jika kalian meminta mereka untuk berdisiplin.  Mereka tidak 
ingin mengontrol ego mereka.   Mereka adalah yang paling bodoh di hadapan Tuhan 
mereka. 

Orang-orang bertanya tentang penyembahan terhadap berhala.  Mereka membuat 
patung-patung tertentu lalu membungkuk di hadapannya.  Ada banyak sekali 
patung.  Setiap orang menurut imajinasi mereka menciptakan sebuah figur.  
Orang-orang ini menciptakan sendiri pencipta mereka.  Astaghfirullah. 
Astaghfirullah.  Hanya ada satu Pencipta.  Hanya Dia-lah Sang Pencipta.   

Orang-orang menciptakan hijab terbesar antara hamba dengan Tuhannya.  Setiap 
saat seseorang diminta untuk menyembah Tuhannya, egonya berkata, “Tidak!  
Jangan ucapkan la ilaha ill-Allah, ucapkanlah la ilaha illa ana (tidak ada 
tuhan selain diriku sendiri) atau ucapkan la ilaha illa nafsi (tidak ada tuhan 
selain egoku), dan jika Aku tidak memberimu izin, kamu tidak boleh menyembah 
Tuhanmu.  24 jam sehari harus untukku.  Tetapi jika kamu mau melakuakan sesuatu 
untuk-Nya, 1 menit lebih dari cukup.  Selama 24 jam kamu harus menjadi hambaku. 
 Untuk-Nya 1 menit saja cukup.  Atau mungkin 1 menit dalam 1 minggu atau 1 
menit dalam 1 bulan.  Kadang-kadang 1 menit dalam 1 tahun.”   

Ego mencegah orang dari disiplin, untuk mi’raj mereka—Kenaikan mereka menuju ke 
Hadirat Ilahi.  Setiap orang mempunyai suatu perjalanan yang harus ditempuh 
dari tempat di mana ia berasal menuju satu tempat di surga.  Allah SWT telah 
memberikan satu tempat di surga bagi setiap orang.  Surga menanti kalian.  
Mari, mari (Syekh membuat isyarat ajakan).”  Jika kalian menjaga disiplin, 
kalian bisa mencapai tempat yang istimewa itu, bangku yang istimewa diberikan 
kepada kalian di Hadirat Ilahi.   

Tetapi orang-orang di abad 21 adalah budak terhadap ego mereka.  Mereka 
menyembah ego mereka.  Dan mereka berperang bukan untuk surga tetapi untuk ego 
mereka.  Mereka memerangi Tuhan mereka seperti Namrud.  Mereka telah menjadi 
hamba Setan dan budak tubuh fisik mereka.  Inilah orang-orang di abad 21.   

Di abad ini, jarang terdapat orang yang mengarahkan pandangannya ke Surga.  
Banyak cahaya di Surga.  Namun mayoritas orang menjalani hidupnya tanpa mencari 
suatu cahaya.  Orang-orang datang ke asosiasi (dan tarekat adalah asosiasi) ini 
untuk mengerti.  Begitu banyak orang yang bertanya, “Apa itu tarekat? Tarekat 
adalah untuk mengetahui realitas.  Orang yang ingin mengetahui realitas dari 
eksistensi mereka dan untuk mengetahui realitas hubungan mereka dengan Tuhannya 
harus mengikuti tarekat.  Jika ia datang untuk menerima cahaya, ketahuilah 
bahwa cahaya telah dikirimkan kepada seluruh rasul dan cahaya terakhir 
diberikan kepada Rasul terakhir, Rasulullah SAW untuk seluruh umat manusia.  
Kami senang untuk mengambil cahaya itu dan meneruskannya kepada kalian.   

Banyak orang akan pergi (ke kuburnya) dengan lilin yang padam.  Ketika mereka 
bertemu Tuhan mereka, Allah SWT bertanya, “Wahai hamba-Ku!  Berapa tahun kamu 
hidup di bumi?  Aku memberimu begitu banyak lilin, begitu banyak cahaya dari 
Surga, begitu banyak rasul yang datang kepadamu dengan cahaya Surga, di mana 
cahayamu?  Apakah kamu mengikuti cahaya itu?”  Apa yang akan kalian katakan?  
Jadi, semua rasul harus diikuti.  Kalian harus mencari cahaya yang telah 
diberikan dari Surga melalui semua Rasul.  Cahaya itu selalu berada di sana .  
Tetapi ia membutuhkan sebuah transformer (sebuah receiver, penerima), kabel, 
dan sebuah bola lampu bagimu agar bisa terlihat.  Cahaya Surga dikirimkan 
kepada semua rasul untuk membantu seluruh hamba Tuhan untuk melihat dan 
mengamati.
 
Kalian merasakan eksistensi Allah SWT melalui Samudra Kekuatan yang tanpa 
akhir, melalui Samudra Keindahan-Nya yang tanpa akhir, melalui Samudra 
Rahmat-Nya yang tanpa akhir.  Jika kalian menerima cahaya dari seluruh rasul, 
maka eksistensi Tuhan pemilik Surga akan menjadi jelas bagi kalian. 

Jika tidak ada cahaya Surga, kalian tidak dapat melihat apa-apa.  Yang ada 
hanya kegelapan.  Melalui kegelapan orang tidak dapat melihat, kecuali jika ada 
bintang, bulan atau matahari.  Orang-orang yang tidak mendapat cahaya dari 
rasul menganggap bahwa Allah SWT tidak ada.  Mereka tidak bisa melihat.  Mereka 
mencintai Setan dan mempelajari ajaran Setan.  Mereka menolak untuk membawa 
cahaya kerasulan ke pusat-pusat pendidikan agar orang-orang menjadi tahu, 
kemudian bertanya, mengamati, belajar dan mengajar.  Bila kalian membawa cahaya 
Surga ke universitas, mereka akan berkata, “Tidak!  Kami tidak menerimanya.”  
Mereka bertekad untuk menjadi buta, berada dalam kegelapan, menjadi teman 
seluruh Setan dan untuk menempatkan kekuatan di tangan Setan. 

Kita berbicara kepada orang-orang ini, “Sekarang waktu kalian telah habis.  
Periode kalian telah berakhir.  Kesultanan kalian akan lenyap dan cahaya Surga 
akan tampak bagi setiap orang.”  Semoga Allah SWT memberkahi Shahib uz-Zaman, 
Imam Mahdi AS.  Semoga Dia segera mengirimkannya begitu pula dengan Nabi ‘Isa 
AS yang akan menyingkirkan kesultanan Setan tersebut.  Kita memohon dengan 
kerendahan hati kepada Allah SWT agar bisa mencapai hari-hari yang penuh 
kedamaian, hari-hari yang diberkahi, Hari Akhir, untuk hidup hanya untuk Allah 
SWT, dan untuk bekerja hanya untuk Allah SWT.  Semoga Allah SWT memberkahi 
kalian. 

Wa min Allah at tawfiq

wasalam, arief hamdani
www.mevlanasufi.blogspot.com



      

Kirim email ke