Kisah dari Sidang Tragedi Monas FPI Garis Miring Kekerasan
Oleh M. Subhi Azhari* FPI garis miring kekerasan. Inilah ungkapan singkat yang tepat untuk menggambarkan perjalanan sidang Tragedi Monas 1 Juni 2008, yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam beberapa minggu terakhir ini. Persidangan yang menghadapkan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, Komandan Komando Laskar Islam Munarman, Panglima Laskar FPI Mahsuni Kaloko dan 7 laskar FPI sebagai terdakwa, tidak henti-hentinya diwarnai kekerasan massa FPI baik di dalam maupun di luar ruang persidangan. Kekerasan terakhir terjadi pada Senin, 15 September 2008, menimpa aktivis AKKBB Nong Darol Mahmada. Selain mendapat kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan, Nong juga mengalami pelecehan seksual oleh sekelompok massa yang mengklaim dirinya membela Islam itu. Nong sendiri hadir sebagai koordinator saksi korban Tragedi Monas yang sedang memberi kesaksian. Mereka, antara lain, Ninok Graciano, Oming, Bernard, Didi dan Edi Juwono. Ini sebuah pemandangan ironis yang terjadi ketika pihak kepolisian sudah menurunkan puluhan anggotanya untuk mengamankan jalannya sidang. Namun upaya itu seolah sia-sia, karena pihak kepolisian terlihat begitu lemah ketika berhadapan dengan massa FPI. Lebih ironis lagi, kekerasan yang terjadi pada pukul 17.00 WIB ini berlangsung dalam suasana Ramadlan yang dianggap umat Islam sebagai bulan suci yang harus dihormati. Apakah massa FPI tidak mengetahui jika tindakan kekerasan dan pelecehan seksual sama saja melecehkan Ramadlan? Apakah menghormati bulan suci ini bukan bagian dari membela Islam? Padahal sejatinya, kekerasan di luar bulan inipun sangat dilarang Islam, apalagi di bulan ini. http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/829/52/