From: HBS <[EMAIL PROTECTED]> Date: 2008/9/28 Subject: [Bhinneka Tunggal Ika] Tolak RUUP, Gantikan dengan RUU Anti Kekerasan To: media-kpkp <[EMAIL PROTECTED]>, Milis Bhinneka Tunggal Ika < [EMAIL PROTECTED]>
Yth. Anggota milis BTI, Mohon kiranya masukan dibawah ini dapat disampaikan kepada pihak yang berkepentingan, DPR/DPD/Pemerintahan...., terima kasih. TOLAK RUU PORNOGRAFI (RUUP) dan GANTIKAN SECARA PRIORITAS MENJADI "RUU ANTI KEKERASAN", KENAPA???? Maksud dan tujuan utama RUUP menurut beberapa kalangan anggota DPR dan MUI yang ngotot mengesahkan RUUP adalah antara lain untuk mencegah maraknya kekerasan sehubungan dengan pornografi antara lain pemerkosaan yang menyebabkan mental sakit dan menurunnya moralitas. Dengan disahkannya RUUP tidak akan menjamin, lenyapnya pemerkosaan dan menurunnya moralitas di NKRI, mengingat bahwa pemerkosaan atau pornoaksi adalah tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab, dan tindakan pornoaksi atau pornografi ini sudah ada sejak cerita Adam dan Hawa diturunkan dibumi kita ini. Manusia lahir telanjang dan mati pun dimandikan telanjang. Selama masih ada kaum laki laki dan perempuan, tindakan pornoaksi masih akan tetap ada. Di negara Saudi Arabia pun, yang konon UUP yang ketat secara agama maupun institut pemerintahan, pemerkosaan atau pornoaksi masih tetap ada dan malahan dilakukannya secara tertutup. Pada intinya RUUP tidak akan menjamin mengurangi pemerkosaan dan menurunnya moralitas. Lalu bagaimana jalan keluarnya agar semua pihak dapat menerima maksud dan tujuannya tentang kekerasan sehubungan dengan pornografi, maka perlu RUUP diganti judulnya berserta substansi isi nya secara bijak dengan RUU Anti Kekerasan...., mari kita simak: Seperti kita ketahui, Indonesia sejak jaman Orde Baru, kekerasan terhadap kaum lemah dan antara sesama manusia yang dapat mengakibatkan kematian dan/atau cacat tubuh/mental, sudah menjadi budaya yang tidak terpuji dan merugikan martabat Bangsa Indonesia..., justru tindakan kekerasan inilah yang kita harus prioritaskan memberantasnya dengan RUU Anti Kekerasan.... dan kita perlu Tolak mentah mentah RUUP, yang jelas jelas mengandung banyak multi tafsir yang dapat mengakibatkan kehancuran NKRI. Kita masih melihat banyak kekerasan yang terjadi selama Reformasi, antara lain: tawuran antara siswa, komunitas, suku dan agama; sweeping dengan kekerasan mengatasnamakan agama; Baku hantam antara anggota DPR; kekerasan fisik di rumah tangga terhadap wanita dan anak2, kekerasan di Lembaga pemerintahan seperti di Kepolisian, Sekolah Tinggi Pemerintahan, LP, dll; kekerasan oleh premanisme dan lain lain yang sehubungan dengan kekerasan mental maupu fisik. Kenapa TOLAK RUUP secara total???: Substansi kandungan isi RUUP banyak multi tafsir, sehingga dapat memicu memecahkan NKRI. Penafsiran adalah berupa keputusan yang tidak ada kepastian, karena menyangkut dengan persepsi manusia yang mempunyai bermacam-macam tafsiran dan pengertian, seperti contoh saja, kepastian hari Lebaran Idul Fitri yang suci pun menjadi ricuh karena banyak yang menafsirkan berbagai pendapat, sehingga setiap tahun keputusan Hari Lebaran Idul Fitri yang suci pun menjadi ricuh...., nah, bayangkan kalau RUUP yang multi tafsir, bagaimana akibatnya....., kekerasan sudah pasti diambang pintu oleh anarkis terorist yang menafsirkan bahwa mereka yang paling benar menafsirkannya.... RUUP tidak perlu karena akan terjadi tumpah tindih dengan KUHP yang sudah ada dan berlaku yaitu tentang larangan pornografi. Seharusnya anggota DPR yang peduli terhadap maraknya pemerkosaan dan moralitas, melakukan pengawasan atau mendorong agar aparat Kepolisian menjalankan tugasnya agar pelanggar KUHP pornografi dilakukan secara tegas, termasuk larangan atau pengontrolan pornografi melalui media cetak maupun jaringan internet. Di Negara Maju pun, pornografi cetak maupun internet, dikontrol dengan undang undang secara ketat, seperti produk cetak pornografi tidak boleh dijual perbelikan oleh anak dibawah umur (18thn kebawah). RUUP tidak menghormati terhadap budaya dan tradisional Nenek Moyang kita yang sudah berjalan dengan baik dan tidak bermasalah dengan persepsi pornografi. Seperti contoh, antara lain budaya dan tradisional kehidupan Nenek Moyang kita dari suku Baduy (Banten), mereka sudah terbiasa ratusan tahun berkehidupan dengan sederhana dan menjaga keseimbangan alamnya dengan hidup damai dan sejahtera. Walaupun wanita nya menggunakan pakaian yang sederhana, kutang dan sarung, ternyata tidak membuat kaum laki lakinya berhasrat membuat seksual. Seharusnya DPR harus segera memprioritaskan membuat "RUU Anti Kekerasan" menggantikan "RUUP", kenapa??: Tindakan Kekerasan di Indonesia sudah melewati batas dan sampai sekarang masih belum tuntas menurunkan tindakan kekerasan yang mengakibatkan banyak korban jiwa, kerugian material fasilitas umum dan pribadi, maupun korban cacat fisik dan mental (trauma dan dampak negative kehidupan sehari hari yang dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi Bangsa Indonesia)..... Saya ingat sewaktu kami merantau belajar mulai dari SMU sampai Perguruan Tinggi di Amerika Serikat, tindakan kekerasan seperti melakukan pemukulan saja pun, sangsi pidananya berat, antara lain denda ganti rugi dan/atau pidana masuk penjara. Kita melihat bahwa tawuran dan/atau kekerasan apapun yang merugikan pihak lain masih banyak terjadi, termasuk anggota DPR, karena hukum dan undang undang Anti Kekerasan di Indonesia masih lemah dan pihak Kepolisiannya tidak dapat mengatasinya secara tegas, karena penegakan hukumnya sangat lemah. Saya yakin RUU Anti Kekerasan untuk menggantikan RUUP dapat diterima oleh semua pihak, selama substansinya tidak mengdiskriminasikan terhadap wanita dan anak2 sebagai object seksualitas; mematikan budaya adat istiadat leluhur Bangsa Indonesia; tidak ada unsur memaksakan budaya berbusana Timur Tengah kedalam RUU Anti Kekerasan; tidak ada multi tafsir mengenai persepsi pornografi yang mengakibatkan kekerasan....dll.. Saya sebagai manusia biasa dan menjunjung tinggi NKRI, sangat malu dan prihatin melihat selalu ada kekerasan seperti tawuran beberapa hari ini, khususnya pada bulan suci Ramadhan masih terjadi..., kelihatannya tidak ada jalan lain, yaitu DPR dan Pemerintahan harus segera membuat RUU Anti Kekerasan dalam skala prioritas dan membatalkan RUUP. Lucunya, Balkan K., ketua Pansus RUUP dari Partai Demokrat, yang konon Partai yang seharusnya menjunjung tinggi peningkatan Demokratisasi, malahan tidak mempunyai jiwa dan menghormati Demokratisasi....., dan bosnya yang duduk sebagai Presiden RI, dari Partai Demokrat, diam diam saja, tidak menegor anggotanya yang sedang ngotot membuat RUUP yang kontra produktif dan kontrofisial..... Last but not least, Saya mau ketawa terbahak bahak membayangkan, kalo RUUP menjadi sah...., binatang seperti anjing, kambing, kucing, dll yang berbuat pornoaksi didepan umum secara alami, dan laki laki yang melihatnya menimbulkan hasrat seksual...., apakah binatang tersebut akan dikenakan sangsi hukum anti porno aksi, karena membuat laki laki yang mempunyai pikiran ngeres alias jorok ingin berhasrat seksual...., apa yang akan terjadi...., kemungkinan anggota DPR yang merasa alim dan ahli dalam pornografi akan membuat amendment RUUP: yang isinya semua binatang betina harus ditutup badannya, sehingga jantan2 binatang tidak dapat berbuat porno aksi didepan umum.....hihihihihiiiii.... lucu tapi nyata dan hanya ada di Indnesia..... Sekali lagi mari kita TOLAK RUUP.....may be Peace and Prosperity be with all of us.... Salam Bhineka Tunggal Ika, Hussein Baron ======================== 27/09/2008 17:28 Seksualitas di RUU Pornografi Masih Dibahas INILAH.COM, Jakarta - Anggota Pansus RUU Pornografi Irsyad Sudiro mengakui perlu dilakukannya uji publik terhadap RUU Pornografi untuk meminimalkan adanya berbagai kecurigaan adanya labelisasi agama tertentu terhadap RUU itu. Terutama soal seksualitas. Menurut Irsyad Sudiro , dalam RUU itu tidak ada satu pasal pun yang menyatakan soal agama maupun diskriminasi terhadap perempuan sehingga ketika muncul berbagai interpretasi yang salah atas RUU yang semula berjudul RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi tersebut maka tentunya perlu dilakukan perbaikan-perbaikan. "Memang perlu diperjelas lagi soal seksualitas itu dan kami selalu melakukan 'update'. Jadi dalam membahasnya dinamis sekali," kata Irsyad di Jakarta, Sabtu (27/9). Lebih lanjut, Irsyad mengimbau masyarakat agar tidak perlu emosional dalam memahami isi RUU itu. "Jadi jangan apriorilah," katanya seraya menekankan bahwa Pansus justru menampung keberatan didaerah-daerah. Ditempat terpisah, pengamat masalah keagamaan dan perempuan, Siti Musda Mulia, mengatakan bahwa RUU itu masih terlalu banyak cacatnya. "RUU cacat hukum karena perumusannya tidak mengakomodasi aspirasi kelompok masyarakat tertentu," ucapnya. Dikatakannya pula bahwa pada kenyataannya pasal per pasal dalam RUU itu juga tidak melindungi anak dan perempuan. "Dalam RUU ini, keduanya justru menjadi aktor dan bukan korban," katanya. Menurut Siti, pihaknya bukanlah orang-orang yang anti regulasi, tetapi bisa saja substansi dalam RUU itu dikembangkan dengan syarat untuk pasal-pasal yang bersifat ambigu serta menempatkan perempuan sebagai obyek perlu dihilangkan.[*/L8] ========================== 27/09/2008 19:10 Gus Dur: Agama Itu Budaya INILAH.COM, Jakarta - Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), KH Abdurrahman Wahid menilai kekerasan berbasis agama yang kian marak terjadi akhir-akhir ini, adalah karena agama diletakkan sebagai sebuah lembaga dan bukan sebagai budaya. Sehingga, komunikasi sesama umat menjadi terpotong-potong dan tersekat-sekat. "Sebenarnya ada satu hal yang paling sulit untuk dipahami bahwa agama itu adalah budaya. Konsep seperti itulah yang berlaku pada Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Gereja Indonesia (PGI), KWI. Jadi semua itu makhluk budaya," kata Ketua Umum Dewan Syuro PKB itu dalam acara Kongkow Bareng Gus Dur di Teater Utan Kayu, Jakarta, Sabtu (27/9). Gus Dur pun menjadi heran dan terkaget-kaget, jika ada yang mempertahankan mati-matian agama, seolah-seolah agama itu sebuah institusi. "Sebuah lembaga yang nggak boleh diganggu sedikit pun," ungkap mantan Presiden RI ini dengan penuh heran. Lantas, apa yang menyebabkan cara pandang umat seperti itu? Menurut Gus Dur, cara pandang tersebut dipengaruhi oleh pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto. "Pak Harto menganggap Islam itu pada lembaga keislamannya. Seperti halnya, Pak Harto yang hanya mementingkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)," cetus Gus Dur. Padahal, lanjut Gus Dur, lembaga tidak ada artinya, sebab yang penting itu adalah budayanya. Apalagi, budaya umat Islam sekarang ini bersikap galak pada semua orang. Mengutip, Guru Besar Filsafat UI Prof Dr Toety Herati Noerhady, Gus Dur melihat budaya kekerasan (culture of violence) disebabkan pada komunikasi antara golongan terputus, tersekat-sekat. Kenapa? "karena orang berbicara menggunakan kekerasan. Inilah keadaan kita dewasa ini," ujar Gus Dur.[L8]