Refleksi: Fatwa haram dari Hizbut Tahrir Indonesia dan ancamam FPI (http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=48659&ik=6) agaknya tidak mempunyai perbedaan signifikan dengan pernyataan Megawati (PDIP) beberapa waktu sebelumnya dimana beliau mengatakan bahwa Golput bukan WNI. Penilaian HTI dan FPI dari segi surgawi sedangkan Megawati (PDIP) dari segi duniawi, jadi mereka saling mengisi dan melengkapi pandangan dalam percaturan politik perebutan kursi empuk kekuasaan NKRI. Akan sangat menarik bila pemilih memberi kesempatan kepada mereka pada pemilihan umum yang akan datang guna memegang kemudi bahtera kekuasaan negara.
http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/62619/755/ Fatwa Haram Golput Perlu Dikaji Laporan: VVN/Siswanto/Anggi Kusumadewi Sabtu, 13-12-2008 | 01:43:08 JAKARTA, BPOST - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Abdul Hafiz Anshary, mengatakan ide fatwa haram bagi golongan putih di pemilihan umum dapat menjadi bahan kajian. "Fatwa memang selalu jadi kontroversi karena itu sangat interpretatif, bisa positif juga negatif," kata Abdul Hafiz. Abdul Hafiz mengatakan suksesnya pemilihan umum memerlukan dukungan semua pihak. Misalnya dukungan moral seperti fatwa haram. Itu sebabnya, kata Abdul Hafiz, fatwa itu perlu dipelajari efektifitasnya mempengaruhi calon pemilih. Kata Abdul Hafiz, bila fatwa semacam itu disosialisasikan secara luas, tidak menutup kemungkinan mampu mendorong masyarakat ikut pemilihan. Sebab, dari sisi agama, fatwa itu bisa mengikat perbuatan umat beragama. Fatwa ini telah menimbulkan prokontra. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Agung Laksono, tidak setuju masyarakat yang memutuskan tidak ikut pemilihan diharamkan. Sebab, undang-undang tidak melarang pilihan itu. Sebaliknya partai politik yang harus introspeksi diri. Sebaliknya Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid, mendorong Majelis Ulama Indonesia segera mengeluarkan fatwa haram itu. Fatwa ini, katanya, akan meningkatkan partisipasi masyarakat di pemilihan umum.