--- In forum_lingkarp...@yahoogroups.com, "setyawan_abe"
<setyawan_...@...> wrote:

Batu kusam

Suatu ketika seorang pengrajin batu berjalan di gunung yang sangat
gersang dan melihat seonggok batu dengan warna coklat kusam yang telah
diselimuti oleh lumut dan kenampakan luarnya relatif lapuk. Kemudian
dengan sekuat tenaga sang pengrajin tersebut mengayunkan godamnya
mengenai batu hingga mendapatkan bongkahan batu sebesar kepala, dan
mulai terlihat warna asli dari batu tersebut adalah putih.

Dibawanya batu itu ke rumahnya, dipotongnya dengan menggunakan gerinda
(alat pemotong batu), hingga percikan api hasil gesekan dengan batu itu
sesekali terlihat. Dihaluskannya permukaannya yang kasar dari batu
tersebut dan dipoles.

Siang dan malam, ia berusaha membuat sebentuk batu penghias cincin, dari
warna batu yang putih dan kasar, berangsur-angsur menjadi putih,
mengkilap dan licin. Pengrajin tersebut tahu betul kesempumaan bentuk
sebuah batu penghias cincin, akhirnya terciptalah sebuah batu yang
bemilai.



Andri telah beranjak dewasa. Sudah saatnya ia mencari gadis yang baik
untuk dijadikan istri. Tapi sampai saat ini, ia belum juga berhasil.
Bukan suatu hal yang aneh. Ia memang terlalu mempertimbangkan
bibit-bebet-bobot calon istrinya. Maka, saat Musim panas mulai bertiup,
Andri melakukan perjalanan ke Yogya. Di tengah perjalanan, Andri
memutuskan untuk beristirahat di sebuah rumah penginapan yang berada di
Sekitar Malioboro. Kebetulan ia bertemu dengan teman sekolahnya dulu.
Maka Andri tak segan untuk menceritakan maksud perjalanannya itu.
Seperti gayung bersambut, temannya menyarankan Andriuntuk mencoba
melamar anak gadis keluarga Surya.

Menurut temannya itu, keluarga Surya adalah keluarga yang status sosial
ekonominya sederajat dengan Andri. Lagipula, gadis itu sangat cantik dan
terpelajar. Andri girang bukan main.Sebelum berpisah, teman Andri
berjanji untuk mempertemukannya dengan 'Pak Comblang' dari keluarga
Surya , esok pagi. Pak Comblang inilah yang akan meneruskan data pribadi
Andri kepada gadis tersebut. Bila keluarga itu berkenan menerimanya,
maka Andri akan segera berkenalan, sebelum lamaran resmi atau khitbah
diajukan.

Kegembiraan yang meluap-luap memenuhi rongga dada Andri. Dibentangkannya
sajadah, lalu ia mulai sholat istikhoroh. Baru kali ini Andri merasa
melakukannya dengan sepenuh hati, dengan kepasrahan yang murni ... Ah.
Tak terasa air mata Andri berjatuhan. Diam-diam menyelinap suatu
penyesalan. Mengapa ia baru bisa khusyu' dan dapat merasakan ikatan yang
erat dengan Allah, ketika ada masalah berat dan serius yang harus ia
hadapi ? ...

Waktu subuh belum lama berlalu, namun Andri telah bersiap untuk pergi
menemui Pak Comblang. Makin cepat makin baik, pikirnya. Di bawah sinar
bulan sabit yang kepucatan, Andri bergegas menuju tempat itu. Fajar
belum juga merekah ketika Andri sampai di tempat yang dijanjikan. Sepi
sekali. Nyanyian jangkrik perlahan menghilang. Andri benar-benar
sendirian. Di tengah kegamangan hatinya, Andri mencoba mengitari
bangunan itu. Seperti sebuah musholla kecil. Cahaya lilin yang memantul
di sela-sela kaca
jendela, membangkitkan rasa ingin tahunya.

Andri berjingkat ke arah jendela. Ditempelkan matanya ke celah-celah ...
"Hei, masuklah!"
"Jangan mengintip seperti itu!"
Andri tersentak. Rasa malu, kaget dan takut berbaur menjadi satu.
"Ayo, masuklah. Jangan takut!"
Suaranya lebih lembut namun tetap berwibawa. Andri ragu-ragu. Tetapi
rasa ingin tahu sedemikian menyerbunya. Akhirnya ia memberanikan diri
melangkah ke dalam.
"Kemarilah!" ajaknya tanpa melihat muka Andri.
Andri memperhatikan dengan penuh seksama. Laki-laki itu belum terlalu
tua, tapi wajahnya memancarkan kebaikan yang seolah-olah bersumber dari
seluruh aliran darahnya. Bijak, arif, lembut namun tegas. Tentulah ia
pengemban amanah yang luar biasa, pikir Andri. Laki-laki itu duduk di
atas permadani sambil membaca sebuah buku.
Lalu ia berkata perlahan: "Belum saatnya Andri .... Belum saatnya."
Andri menatap wajahnya dengan penuh kebingungan.

Lalu laki-laki itu kembali melanjutkan. Kali ini ditatapnya Andri dengan
ketajaman jiwa.
"Kau tahu? Semenjak seseorang ada dalam kandungan ibunya, Allah Ta'ala
telah menetapkan 3 hal untuknya. Kau sudah tahu bukan! Salah satu di
antaranya adalah jodohnya.. pasangan hidupnya."
"Hmmmm..... seperti benang sutera."
"Ya, seperti benang sutera yang diikatkan di antara mereka berdua.
Kepada kaki laki-laki atau bayi perempuan yang lahir dan ditakdirkan
berjodohan satu dengan yang lainnya. Begitu simpul diikatkan, maka tak
ada suatu hal pun yang dapat memisahkan mereka."

"Salah seorang diantara mereka mungkin saja berasal dari keluarga yang
miskin, sedang yang lainnya dari keluarga yang kaya. Atau mereka
terpisah bermil-mil jaraknya, bahkan mungkin ada yang berasal dari dua
keluarga yang saling bermusuhan. Tapi pada akhirnya, bila saatnya telah
tiba, mereka akan menjadi suami istri. Tak ada suatu hal pun yang dapat
mengubah takdir itu." Laki-laki itu terdiam sesaat. Andri kini sudah
sepenuhnya duduk terpekur di hadapannya.

Kalimat demi kalimat disimaknya dengan seksama. "Jodoh adalah masalah
yang paling ajaib dan paling gaib. Suatu rahasia kehidupan yang tak akan
pernah tuntas untuk dimengerti. Bayangkan. Dua anak yang berbeda, tumbuh
di lingkungannya masing-masing. Sebagian besar mungkin tidak menyadari
kehadiran satu dengan lainnya. Tapi bila saatnya tiba, mereka akan
bertemu dan mengekalkan ikatannya dalam tali pernikahan."

"Kalau ada wanita atau laki-laki lain yang muncul di antara keduanya, ia
akan terjatuh. la tak akan mampu melewati bentangan tali sutera yang
telah diikatkan pada mereka. Ah, kau pasti pernah melihat orang yang
patah hati bukan? Hhh, sebagian orang yang bodoh dan tak kuat menahan
cobaan, memilih mati daripada patah hati. Bukan takdir yang memilihnya
untuk bunuh diri. Itu pilihannya sendiri, ia cuma tak sabar menanti saat
pertemuan itu datang."

"Ketahuilah,Andri . Masalah jodoh adalah rahasia Allah. Kau harus dapat
berdamai dengan takdirmu."
"Bagaimana dengan aku!" sela Andri. "Apakah aku akan berhasil menikah
dengan anak gadis dari keluarga Surya? Apakah ia takdirku?" tanyanya tak
sabaran. Laki-laki itu tersenyum.

"Belum saatnya Andri. Belum saatnya. Suatu saat nanti, kau akan menikah
dengan seorang gadis shalihat, cantik dan pintar. Pun dari keluarga yang
terhormat. Kelak, setelah menikah, kalian akan mempunyai anak laki-laki.
Dan anakmu akan menjadi pedagang yang terpelajar. Ia dermakan
kekayaannya untuk agama Allah. la juga akan menjadi anak yang senantiasa
memelihara kedua orang tuanya. Meskipun kalian sudah tua renta nanti.
Hal ini tak lepai dari peranan ibunya dalam mendidik anak itu."

"Tapi itu nanti. Bila calon istrimu telah mencapai usia 17 tahun.
Sayangnya, saat ini dia masih berumur 7 tahun."

"Hah!" Andri kebingungan. "Jadi saya harus membujang selama 10 tahun ?!"
Andri menatap tak percaya. Ia berharap semua hanya kemungkinan karena ia
salah dengar saja. Andri mencari kesungguhan di sana. Tapi semua
sia-sia. Air muka laki-laki itu tak berubah sedikit pun. Dan Andri
menyadari semua adalah kebenaran.

"Kalau begitu, di mana dia sekarang? Dimana saya dapat menemui calon
istri saya? Tolonglah?!" Andri memohon padanya. "Oh, gadis itu tinggal
dengan wanita penjual sayur. Tak jauh dari sini. Setiap pagi, wanita itu
datang ke pasar dan menjajakan sayurannya di sebelah kios ikan."
Kukuruyukkkkk ...!! Suara nyaring ayam jantan memecah keheningan. Andri
tersentak. Kukuruyukkkkk...! ! Kokok nyaring ayam jantan membangunkan
Andri dari tidurnya. Ah, rupa-rupanya ia tertidur di atas sajadah.
Alhamdulillah, waktu subuh belum habis. Andri bersegera mengambil wudhu.
Sehabis sholat subuh,Andri kembali teringat mimpinya. Seolah semua
menjadi teka-teki. Andri belum tahu apakah harus menganggapnya sebagai
jawaban atas sholat istikhorohnya atau tidak. Untuk mcnyingkap tabir
mimpi itu, cuma ada satu cara yang bisa dilakukannya: mencari gadis
kecil yang katanya calon istrinya itu!

Lalu Andri pun bergegas ke pasar terdekat. Sepanjang jalan ia berdoa dan
berjanji. Berdoa agar calon istrinya memang benar-benar baik bibit,
bebet dan bobotnya. Sebagaimana telah diisyaratkan dalam mimpi. Dan
berjanji untuk menerima takdirnya dan berusaha menjadi muslim yang baik.
Lebih baik dari kualitasnya sekarang. Fajar telah lama merekah saat
Andri tiba di sana. Orang-orang mulai melakukan kegiatannya. Pembeli
mulai berdatangan. Ramai. Namun belum seramai satu jam yang akan datang.
Maka Andri lebih leluasa untuk mengamati sekitarnya. Matanya berkeliling
mengitari pasar, lalu tertumbuk pada sosok kecil di samping kios ikan.

Wanita itu tua, kotor, lusuh. Kumal. Rambutnya telah keabu-abuan. Dengan
sebelah mata tertutup lapisan katarak, ia duduk di selembar alas sambil
menggendong bocah kecil di dadanya. "Oh, tidak!! Bagaimana mungkin?! Ini
pasti kekeliruan!"Andri menatap kembali bocah terlantar yang kurus
kering itu. Hatinya hancur. Ah, mimpi semalam benar-benar hanya bunga
tidur. Andri kembali ke penginapannya dengan hati lesu. Kali ini bukan
saja ia kecewa karena calon istrinya ternyata hanya seorang bocah
gelandangan, tapi juga karena 'Pak Comblang' dari keluarga Surya tidak
datang pada pertemuan yang ia janjikan. Tanpa suatu penjelasan apapun.
Ah, sudah jatuh dari tangga, tertimpa genteng pula!

Saya adalah seorang yang terpelajar. Sudah selayaknya saya mendapatkan
seorang gadis dari keluarga terhormat. Semakin lama Andri memikirkan hal
tersebut, semakin jijik ia membayangkan kemungkinan menikahi bocah kumal
itu. Benar-benar menggelikan. Andri khawatir hal tersebut benar-benar
akan terjadi. Dan ia tidak dapat tidur semalaman. Keesokan hatinya.
Andri pergi ke pasar bersama dengan pelayan setianya. Andri menjanjikan
imbalan yang sangat besar apabila ia berhasil membunuh bocah kumal itu.
Andri dan pelayannya berdiri di belakang pembeli. Begitu kesempatan
datang, pelayan Andri menikamkan pisaunya ke arah si anak, lalu mereka
kabur. Bocah kecil itu menangis dan wanita buta yang menggendongnya
berteriak-teriak: "Pembunuh! Pembunuh!" Kegemparan segera menyebar ke
seluruh penjuru pasar.

Sementara itu, Andri dan pelayannya telah lenyap dari tempat kejadian.
"Kau berhasil membunuh dia?" tanya Andri terengah-engah. "Tidak," jawab
pelayannya. "Begitu saya menghunjamkan pisau ke arahnya, anak itu
berbalik secara tiba-tiba. Saya rasa saya hanya melukai mukanya. Dekat
alisnya." Andri segera meninggalkan penginapan. Kejadian itu dengan
segera terlupakan oleh masyarakat sekitar. Ia kemudian pergi ke arah
Barat menuju ibukota. Karena kecewa dengan kegagalan pernikahannya,
Andri memutuskan untuk berhenti memikirkan perkawinan. Tiga tahun
kemudian Andri dijodohkan dengan gadis yang mempunyai reputasi baik yang
berasal dari keluarga Hartono. Sebuah keluarga yang cukup terkenal di
masyarakat sekitar. Anak gadisnya terpelajar dan sangat cantik.

Semua orang memberi selamat pada Andri. Persiapan pernikahan tengah
dilangsungkan, ketika suatu pagi Andri menerima berita yang menyakitkan.
Calon istrinya melarikan diri dengan laki-laki yang dicintainya. Mereka
berdua telah menikah di kota lain. Selama dua tahun Andri berhenti
memikirkan pernikahan. Saat itu ia berusia dua puluh delapan tahun. Ia
berubah pikiran tentang mencari pasangan dari masyarakat yang sekelas
dengannya; seorang gadis kota terpelajar.

Maka Andri pergi ke pedesaan, mencari suasana baru. Di desa, Andri
menghabiskan waktu dengan mempelajari buku-buku. Suatu hari ia membawa
bukunya ke sungai di dekat ladang, agar lebih nyaman membacanya. Tanpa
sengaja ia melihat gadis desa yang sedang memanen kentang. Andri jatuh
hati padanya dan bersegera menemui orang tua gadis itu. Gayung
bersambut, gadis itu menerima lamarannya. Maka Andri bergegas ke kota
untuk membeli perhiasan dan baju sutera serta segala persiapan
pernikahan. Selama beberapa hari, Andri berkeliling mengunjungi
saudara-saudaranya untuk mengabarkan berita gembira itu.

Seminggu kemudian ia kembali ke desa. Tapi yang ditemuinya hanya kabar
buruk tentang sakitnya sang calon. Andri bersedia menunggu sampai ia
sembuh. Sampai setahun hampir berlalu, penyakit calon istrinya malah
semakin parah. Gadis itu kehilangan seluruh rambutnya dan menjadi buta.
Ia menolak menikahi Andri dan berpesan pada orang tuanya untuk meminta
Andri melupakan dia. Ia mohon agar Andri mencari gadis lain yang layak
untuk dijadikan istri.

Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya Andri mendapatkan calon yang
sempurna. Bukan saja ia cantik dan masih muda, tapi juga pencinta buku
dan seni. Tak ada rintangan, khitbah pun segera dilangsungkan. Tiga hari
sebelum pernikahan, gadis itu terjatuh dari tangga dan mati. Sepertinya
nasib mengolok-olokkan Andri.Andri Ku menjadi fatalis. Ia tidak lagi
peduli pada wanita, ia hanya bekerja dan bekerja. Sekarang ia bekerja di
kantor pemerintahan di Yogya. Mengabdikan diri pada tugas dan sama
sekali berhenti memikirkan pernikahan. Tapi ia bekerja dengan sangat
baik, sehingga atasannya, Hakim Sulaiman, terkesan pada dedikasi dan
kesungguhannya. Lalu mengusulkan Andri untuk menikahi keponakannya.
Pembicaraan itu sangat menyakitkan Andri.

"Mengapa Tuan mau menikahkan keponakan Tuan pada saya! Saya terlalu tua
untuk menikah." Pejabat itu menasehati Andri tentang keburukan
membujang. Lagipula menikah adalah sunnah Rasulullah. Maka Andri
menyetujuinya, meskipun ia sama sekali tidak antusias. Andri benar-benar
tidak melihat istrinya sampai pernikahan benar-benar selesai
dilangsungkan. Istrinya ternyata masih muda, Andri lega melihatnya.
Tingkah lakunya sangat baik dan Andri harus mengakui bahwa ia adalah
istri yang sangat baik. Taat, sholihat dan selalu menyenangkan. Sama
sekali tidak ada alasan untuk tidak menyukainya. Bila di rumah, istrinya
selalu menata rambut dengan cara yang khas, sehingga menutupi pelipis
kanannya. Menurut Andri, dengan tata rambut seperti itu istrinya
kelihatan sangat cantik, tetapi ia agak heran. Tak kurang dari satu
bulan, Andri telah benar-benar jatuh cinta kepadanya. Suatu saat ia
bertanya, "Mengapa dinda tidak mengganti gaya rambut sekali-kali?
Maksudku, mengapa dinda selalu menyisirnya ke satu arah?"

Istri Andri menyibakkan rambutnya dan berkata, "Lihatlah!" Ia menunjuk
ke luka di pelipis kanannya. "Bagaimana bisa begitu?" "Aku
mendapatkannya saat berumur tujuh tahun. Ayahku meninggal di kantornya,
sedangkan ibu dan abangku meninggal dunia pada tahun yang sama. Kemudian
aku dirawat oleh ibu susuku. Kami mempunyai rumah di dekat Gerbang
Selatan Yogya, dekat kantor ayahku. Suatu hari, seorang pencuri tanpa
alasan apa pun, mencoba membunuhku.Kami sama sekali tidak mengerti, kami
tidak pernah punya musuh. Ia tidak berhasil, tapi ia meninggalkan luka
di kepala sebelah kananku. Karena itulah aku selalu menutupinya darimu."

"Apakah ibu susumu hampir buta?"
"Ya. Kok tahu?"
"Akulah pencuri itu. Ah, tapi bagaimana mungkin! Semua begitu aneh.
Semua terjadi, seperti ada yang telah mentakdirkan."
Andri kemudian menceritakan semuanya. Bermula dari mimpinya setelah ia
sholat istikhoroh, sekitar sepuluh tahun yang lalu. Istrinya juga
bercerita, ketika ia berusia sembilan atau sepuluh tahun, pamannya
menemukan ia di Sung-Cheng dan mengambilnya untuk tinggal bersama
keluarganya di Shiang-Chow.

Akhirnya mereka menyadari bahwa pernikahan mereka adalah sebuah takdir
yang telah digariskan Allah Ta'ala. Andri menangis. Ia malu pada
Penciptanya. Malu pada kesombongannya untuk menentang takdir. Ah ...
pada saat itulah, Andri menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Tapi
kenapa ketika ia mendapatkan petunjuk, ia malah mengingkarinya ?

Saat itu juga, Andri melakukan sholat taubat. Untuk menjadi mukmin yang
baik. Begitulah, kasih sayang di antara mereka kian tumbuh subur.
Setahun kemudian lahirlah anak laki-laki. Istri Andri mendidiknya dengan
sangat baik. Setelah dewasa, ia menjadi seorang yang terpelajar.
Usahanya di bidang perdagangan maju pesat. Ia sangat penyantun dan
terkenal kedermawanannya.

Ketika sang anak menjadi gubernur, Andri telah lanjut usia. Anak dan
istrinya tetap setia memelihara dan mencintainya. Di tempat mereka
pertama kali bertemu, empat belas tahun sebelum pernikahan, anak Andri
membangun tempat peristirahatan untuknya.

"Dan segala sesuatu kami jadikan berjodoh-jodohan, agar sekalian kamu
berpikir." (QS 51 : 49).

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. 30:21)

--- End forwarded message ---


Kirim email ke