[zamanku] GAJAH MADA, ...jadilah rakyat..!

2009-12-07 Terurut Topik Renny

GAJAH MADA, ...jadilah rakyat..!


Kebesaran Majapahit, berarti kebesaran Gajah Mada, patih yang  telah
mengabdi  pada tiga pimpinan pemerintahan selama lebih dari tiga puluh
tahun.

Pada tahun 1300/1301,  di aliransungai   Brantas yang mengalir
dengan derasnya ke arah selatan dataran Malang dan kaki gunung
Kawi-Arjuna, lahirlah Gajah Mada kecil dengan nama Pipil.

Setelah dewasa Gajah Mada memiliki beberapa nama lain seperti Empu Mada,
Jaya Mada, Dwirada Mada dan Lembu Muksa (sebagai penjelmaan Dewa Wisnu).

Namun menurut kepercayaan orang Bali, seperti tertulis di kitab Usana
Jawa, Gajah Mada dilahirkan di pulau Bali Agung tanpa ibu-bapak,
terpancar dari dalam buah kelapa, sebagai penjelmaan Sang Hyang Narayana
(Yamin G.M. Pahlawan persatuan Nusantara, h. 15)

Bahkan dalam Kakawin Gajah Mada dan Babad Gajah Mada, Gajah Mada adalah
Dhatrasutra (putera Dewa Brahma) dan dengan sendirinya mempunyai sifat
gaib, tubuhnya mengeluarkan cahaya seperti sinar yang memancar dari
intan.

Masih dalam Kakawin Gajah Mada, salah seorang patih Majapahit saat itu
sangat tertarik dengan kepribadian Gajah Mada muda yang sangat cerdas
dan tekun bekerja layaknya seorang ksatria.

(Pipil) Gajah Mada akhirnya diminta tinggal bersamanya. Bukan itu saja,
karena ketertarikkannya, Patih Majapahit itu bahkan kemudian mengawinkan
Gajah Mada dengan puterinya yang bernama Ni Gusti Ayu Bebed, yang
digambarkan sangat setia kepada suami seperti layaknya puteri Madhawi,
puteri raja Yayati.

Banyak sekali dongeng atau legenda mengenai pemuda Gajah Mada. Namun tak
satupun ditemukan tulisan yang sangat akurat tentang kelahiran dan masa
kecilnya.

Sejarah mulai mencatat biodatanya pada tahun 1328 pada masa pemerintahan
Sri Jayanagara pada saat peristiwa Badander.

Kalaupun ada tulisan mengenai kelahiran dan masa kecilnya, itu dibuat
atau ditulis jauh setelah Gajah Mada tiada. Nilai sejarahnya menjadi
kabur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Gajah Mada benar seorang rakyat kebanyakan, bukan dari keluarga
bangsawan, dapat dilihat dari gelar yang disandangnya: mpu, bukan dyah.
Sebagai seorang biasa, Gajah Mada mempunyai kelebihan dari orang
kebanyakan.

Pokok-pokok fikirannya, tindakan dan kebijakannya melebihi siapapun
termasuk para bangsawan sendiri. Itulah sebabnya Gajah Mada sering
dipersamakan sebagai putera dewa.

Sebagai seorang petinggi kerajaan, Gajah Mada mampu bertindak melebihi
pejabat lainnya. Kebangsawanannya tumbuh dari perilaku dan kinerjanya
sendiri.

Dialah bangsawan yang sebenarnya, bukan karena keturunan. Pengabdiannya
yang luar biasa kepada negara membuatnya bertindak sangat tegas dan
tanpa pandang bulu.

Karena terlahir sebagai rakyat biasa, membuatnya sangat perduli dengan
kepentingan dan kesejahteraan rakyat banyak. Masa kecilnya di desa
terpencil di kaki gunung Kawi-Arjuna telah membentuknya menjadi pemuda
perkasa dan tahu melihat penderitaan rakyat banyak.

Keangkuhan para bangsawan yang selama ini telah menambah beban
penderitaan rakyat kebanyakan menjadi tolok ukur baginya memerangi para
bangsawan yang hanya mengandalkan darah keturunan tanpa pernah
melahirkan gagasan memajukan negara untuk memakmurkan bangsa.

Itulah sebabnya, kemunculan Gajah Mada nyaris tidak disukai oleh para
bangsawan istana, yang pada umumnya sudah mapan dengan kehidupannya.
Yang nyaris tidak lagi kenal arti susah, hidup baginya adalah kemewahan
dan pemanjaan ragawi yang sudah menyatu dengan aliran darahnya.
Kebanggaan menyandang gelar dan kepangkatan, biasa dilayani bukan
melayani, disembah dan selalu diangkat sampai lupa bumi tempatnya
berpijak. Bergelimang harta sampai lupa penggunaannya, kalau perlu
pelana kudanya  terbuat dari sutera Cina dan disalut dengan emas murni
di tepinya.

Dengan ketegaran dan kepercayaan dirinya, Gajah Mada merubah semua
kebiasaan dan kebijakan yang selama ini hanya mementingkan para pejabat
dan bangsawan istana.

Falsafah Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa, menjadi
inspirasi besar bagi Gajah Mada untuk membangun Majapahit. Dengan dasar
falsafah persatuan dan kesatuan, seluruh masyarakat `dipaksa'
memikirkan orang lain. Tidak berlomba untuk saling menjatuhkan.

Para raja dibuatnya bukan penguasa mutlak. Di atas raja masih ada raja.
Sampai Raja Majapahit di pusat kerajaan tanpa sadar dibatasi oleh
kebijakan struktural dengan terbentuknya Dewan Sapta Prabhu yang terdiri
dari tujuh orang keluarga raja-diraja (setelah tahun 1354 dewan ini
beranggotakan sembilan orang, bukan tujuh lagi, dengan Ketua Dewan Sri
Rajasanagara sendiri. Tapi dewan ini tetap dinamakan Bhatara Sapta
Prabhu).

Untuk mewujudkan itu, Gajah Mada memulai dari dirinya sendiri, sesuai
dengan isi sumpah agungnya itu, bahwa dia tidak akan bersenang-senang,
beristirahat menikmati pensiun,  sebelum Nusantara Raya ini bersatu.

Sejarah mencatat, baru Gajah Mada, seorang patih yang bertempat tinggal
di luar kompleks istana. Dia lebih memilih hidup dan tinggal bersama
rakyat di luar  tembok istana. Baru Gajah Mada yang hati, jiwa dan

[zamanku] GAJAH MADA

2009-12-07 Terurut Topik Renny

GAJAH MADA

  [mceWPmore mceItemNoResize]




Gajah Mada, pahlawan pemersatu Nusantara, hidup pada zaman keemasan
Majapahit di abad ke-14, tercatat pada prasasti dan naskah-naskah sastra
para pujangga besar bangsa ini.


Sumpah Amukti Palapa yang sangat sakral, yang diucapkannya di paseban
agung Majapahit pada tahun 1334 telah merubah sejarah bangsa besar ini
menjadi bangsa yang mempunyai kekayaan budaya, peradaban dan semangat
kesatuan yang sangat inheren.


Sejalan dengan filosofi dasar  konsepsi persatuan bangsa,
BhinnekaTunggal Ika tan hana dharma mangrwa, yang termaktub dalam kitab
Sutasoma karya Rakawi Tantular, Gajah Mada terbukti mampu mempersatukan
perbedaan dalam bentuk apapun di seluruh persada Nusantara yang sangat
heterogen ini.

Semangat Bhayangkara yang melekat dalam dirinya telah membentuk Gajah
Mada menjadi seorang tokoh sejarah yang tak lekang dimakan waktu.
Dalam abad ke empat belas, Majapahit merupakan kekuasaan besar di Asia
Tenggara menggantikan kedudukan Mataram dan Sriwijaya. Dua negara yang
berbeda cirinya. Yang pertama sebagai negara pertanian, sedang yang
kedua negara maritim. Kedua ciri itu dimiliki oleh Majapahit.
Pada abad itu, timbulnya Majapahit di geopolitik Asia Tenggara yang
sanggup mempersatukan seluruh perairan Nusantara Raya merupakan
peristiwa sejarah yang belum pernah terjadi.

Majapahit menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara yang ditakuti dan
disegani negara-negara tetangganya di daratan Asia .

Kekuasaan Majapahit yang sangat luas saat itu terbagi dalam beberapa
wilayah kekuasaan. Di Jawa ada sebelas Negara bawahan masing-masing
diperintah oleh Raja/Ratu/Prabhu, dan lima propinsi yang disebut
Amancanagara masing-masing diperintah oleh Juru Pengalasan atau Adipati.

Kesebelas Negara bawahan di tanah Jawa itu adalah: 1. Daha; 2. Wengker;
3. Matahun; 4. Lasem; 5. Pajang; 6.Paguhan; 7. Kahuripan; 8. Singasari;
9. Mataram; 10. Wirabhumi; 11. Pawanuhan. Semua pemegang kuasa di Negara
bawahan adalah keluarga Raja Majapahit sesuai dengan Nagarakretagama
pupuh VI/4 dan XII/6..

Kelima propinsi yang disebut Amancanagara disebut menurut mata angin
yaitu utara, timur, selatan, barat dan pusat/tengah, masing-masing
diperintah oleh seorang Mantri Amancanagara atau Juru Pengalasan atau
Adipati yang bergelar Rakryan, seperti juga tertulis pada piagam
Bendasari.

Pola pemerintahan seluruh Negara bawahan dan Amancanagara mengikuti pola
pemerintahan pusat. Raja, Juru Pengalasan atau Adipati adalah pembesar
yang memegang kuasa dan tanggungjawab Negara, namun pemerintahannya
diserahkan kepada Patih.

Dalam Nagarakretagama pupuh X, para pembesar Negara dan para patih
Negara bawahan atau Amancanagara apabila datang ke Majapahit,
mengunjungi Kepatihan Amangkubumi untuk urusan pemerintahan. Apa yang
dilaksanakan di pusat, dilaksanakan di daerah.

Dari patih perintah diteruskan ke Wadana, semacam pembesar distrik
kemudian turun ke Akuwu sampai ke Buyut, kepala desa sebagai pimpinan
wilayah paling rendah dalam struktur organisasi ketatanegaraan
Majapahit.

Yang menarik, sebagai pusat pemerintahan, Majapahit menerapkan konsep
otonomi yang sangat luas kepada semua Negara bawahan di sebrang lautan.
Para Raja, Juru Pengalasan atau Adipati berdaulat penuh di negaranya
masing-masing. Majapahit dalam hal ini tidak ikut campur dengan urusan
daerah.

Kewajiban utama daerah bawahan adalah menyerahkan upeti tahunan dan
menghadap Raja Majapahit pada waktu-waktu tertentu sebagai bukti
kesetiaan pada Majapahit. Mengikuti rapat besar pada waktu-waktu
tertentu.

Sedikitnya ada enam macam rapat yang pernah dilakukan. Antara lain: 1.
Rapat Perayaan Palguna, 2. Sidang Tentara, 3.Rapat Perayaan Bubat, 4.
Rapat Perayaan Caitra, 5. Rapat Paseban dan 6. Rapat Nusantara.

Dalam Nagarakretagama pupuh XVI/5 ditegaskan bahwa Majapahit melindungi
seluruh Negara bawahan dan Amancanagara dengan memelihara Angkatan Laut
(Jaladi Bala) yang sangat besar dan tangguh pada abad itu dan sangat
ditakuti oleh Negara tetangga di Asia Tenggara.

Bahkan Cina sebagai Negara adikuasa di selatan Asia saat itu sangat
menaruh perhatian terhadap pertumbuhan kekuasaan Majapahit yang begitu
pesat. Sehingga pada tahun1416 melakukan show of force dengan
mengirimkan 22 jung besarnya yang mengangkut tidak kurang dari dua puluh
tujuh ribu prajurit Cina ke Majapahit di bawah pimpinan Laksamana Cheng
Ho..

Begitu luasnya wilayah kekuasaan Majapahit mengisyaratkan betapa
kompleksnya persoalan yang setiap saat muncul di seluruh wilayah yang
lebih luas lagi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini.

Sebagai perbandingan, luas geografis Indonesia saat ini yang membentang
mulai dari 95˚ sampai dengan 141˚ BT dan diantara 60˚ LU
dan 110˚ LS meliputi 7,9 juta km² wilayah perairan laut
termasukZona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dikelilingi 81.000 km panjang
pantai terpanjang nomor dua di dunia setelah Kanada, dengan memiliki
17.508 pulau terbanyak nomor satu di dunia.

Terbukti, Majapahit yang lebih luas lagi dari Indonesia saat ini mampu