http://www.tempointeraktif.com/hg/opiniKT/2009/04/11/krn.20090411.162171.id.html

Hilangnya Hak Pilih Warga
Sabtu, 11 April 2009 | 00:41 WIB


Kekecewaan warga dan partai politik terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum 
selayaknya disalurkan lewat proses hukum. Mereka bisa mengajukan gugatan 
perdata atau melapor ke polisi. Pihak yang dirugikan bahkan berhak membawa 
masalah ini ke Mahkamah Konstitusi. Cara ini jauh lebih elegan ketimbang 
mengamuk atau membuat onar. 


Warga berhak menggugat KPU lantaran banyak yang kehilangan hak pilih. 
Amburadulnya daftar pemilih tetap membuat ribuan warga diperkirakan tidak bisa 
menggunakan hak politik mereka. Mereka tak tercantum dalam daftar pemilih. 
Sebaliknya, banyak nama pemilih yang tercantum lebih dari satu kali. Ada juga 
anak-anak, yang jelas belum memiliki hak pilih, yang masuk daftar.


Kasus semacam ini cukup banyak dan tersebar di berbagai daerah. Itu pula yang 
mungkin membuat melonjaknya angka golput hingga menjadi sekitar 40 persen. Hal 
ini juga menandakan kinerja KPU kurang memuaskan. Harapan bahwa Komisi, yang 
kali ini memiliki sumber daya dan dana lebih melimpah, bisa bekerja lebih baik 
dibanding lima tahun lalu tetap tak terpenuhi.


Bila ada unsur kesengajaan untuk membuat calon pemilih tak bisa menggunakan hak 
pilihnya, hal itu tergolong tindak pidana pemilu. Lewat Badan Pengawas Pemilu, 
warga bisa melaporkan kasus ini ke polisi. Misalnya, mereka sudah berusaha 
mengurus hak pilih, tapi tidak mendapatkan pelayanan yang layak dari 
penyelenggara pemilu. 


Sesuai dengan Undang-Undang Pemilu Legislatif, pengurus KPU yang lalai dan 
menyebabkan hak pilih warga hilang bisa dikenai hukum penjara. Polisi tidak 
boleh ragu menjerat penyelenggara pemilu yang teledor agar kejadian seperti ini 
tidak terulang.


Bagaimana bila muncul indikasi adanya kecurangan di balik amburadulnya daftar 
pemilih? Misalnya, ada bukti bahwa penghilangan hak pilih warga dilakukan 
secara sistematis dan merugikan partai tertentu. Jika hal ini benar-benar 
terjadi, peserta pemilu bisa membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi. 


Menyelesaikan persoalan lewat hukum sangat dianjurkan ketimbang partai politik 
atau calon legislator memprovokasi pengikutnya mengajukan protes dengan cara 
kekerasan atau mengamuk. Komisi Pemilihan pun tak perlu panik mendengar rencana 
gugatan. Sebaiknya Komisi segera menyiapkan tim pengacara profesional sebagai 
pendamping.


Sejauh ini Mahkamah Konstitusi telah bertindak proaktif terkait dengan rencana 
pengaduan gugatan. Mereka sudah menyiapkan diri menerima pengaduan dari partai 
politik, baik secara online maupun langsung. Dalam iklannya di sejumlah media 
massa, Mahkamah juga menjanjikan penyelesaian perkara secara adil, cepat, dan 
tidak memihak.


Demokrasi dan hukum memang tak bisa dipisahkan. Tanpa ada proses hukum yang 
menjaga aturan main, mekanisme demokrasi seperti pemilu akan mudah tergelincir 
pada kekacauan. Warga dan peserta pemilu perlu menghormati aturan penyelesaian 
sengketa agar demokrasi tak tercedera

++++

http://www.tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009_berita_mutakhir/2009/04/09/brk,20090409-169543,id.html


Pendatang Asal Papua 
Kamis, 09 April 2009 | 23:33 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta: Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 
tidak akan menyelenggarakan pemilu susulan bagi 525 pemilih tambahan asal Papua 
yang ada di Yogyakarta. 

Kepustusan tersebut merevisi pengumuman pemilu susulan secara lisan pada Kamis 
(9/4) siang hari. 

"Hasil pleno KPU Propinsi DIY memutuskan pembatalan pemilu susulan yang 
disampaikan tadi siang dengn surat no 270/546/2009," kata Any Rohyati, Ketua 
Komisi Pemilihan Umum Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, di kantor KPU, Kamis 
malam (9/4). 

Ia menyebutkan, berdasarkan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 229 Ayat 1, apa yang 
diserukan oleh para pemilih tambahan asal Papua tersebut tidak termasuk yang 
memenuhi syarat untuk digelar Pemilu susulan.

Sebenarnya koordinasi dengan KPU Kota Yogyakarta, para pemilih tambahan 
tersebut sudah diberikan kesempatan untuk menggunakan hak politiknya yaitu di 
Tempat Pemugutan Suara yang berada di Kecamatan Jetis, Gedong Tengan dan 
Tegalrejo, namun hanya sebagian saja yang memanfaatkan. 

Usai adanya keputusan tersebuit pihak kepolisian menyatakan akan menjaga penuh 
tempat-tempat vital yang kemungkinan kan terjadi kerusuhan termasuk kantor KPU 
Yogyakarta.

"Kami siapkan 5.200 personil untuk menjaga tempat-tempat vital, kami akan 
bertindak dengan pengamanan secara persuasif namunjika dibutuhkan kami akan 
tindak tegas kalau dibutuhkan," kata Brigadir Jendral Sunaryono, Kapolda DIY.

MUH SYAIFULLAH


Kirim email ke