Isa idola saya
Oleh : Yeremia Ibrahim Harahap
Mencari makna dan tujuan hidup
Setelah lulus SMA, saya ikut saudara ke Jakarta. Saat itu saya tidak memiliki
tujuan hidup yang jelas. Tamat SD - SMP - SMA berlalu begitu saja. Suatu kali
saya mengunjungi monas, naik ke atas menara dan memperhatikan mobil-mobil dan
orang-orang yang berlalu lalang. Saya bertanya pada diri saya sendiri, 'apa
sebenarnya yang saya cari dalam hidup ini?' Saya ingin mencari pengalaman dan
pengetahuan, dan inilah yang menjadi visi saya waktu itu.
Menjalin hubungan dengan wanita yang tidak seiman
Saya seorang muslim, dan ketika kuliah saya menjalin hubungan dengan seorang
wanita beragama kristen. Saya sangat mencintainya dan saya menemukan ada
'kasih' yang lain pada dirinya. Namun saya saat itu tidak mengerti kenapa orang
kristen itu bisa menyembah Yesus. Saya ingin tahu lebih banyak dan membaca
Alkitabnya.
Pernah pada suatu kesempatan saya bertanya pada dosen agama islam di kampus,
'kalau Yesus itu bukan Tuhan, kenapa orang Kristen menyembahNya?' Ia hanya
memberikan buku-buku miliknya untuk saya baca. Saya berusaha untuk mendalami
dan mempelajari tentang kehidupan Yesus lewat alkitab pacar saya, alquran saya
dan buku-buku yang diberikan oleh dosen saya.
Semakin saya mempelajarinya, semakin kagum saya dengan pribadiNya. Kemana-mana
saya selalu membicarakan tentang Yesus, hingga teman-teman saya sempat
mengkritik saya, bahkan saudara-saudara saya menuduh saya sudah murtad dan
sesat. Saya selalu mengatakan bahwa Yesus adalah orang yang Revolusioner,
pejuang HAM, rela mati demi sesama dan tidak munafik seperti ahli-ahli agama
pada umumnya.
Saya sempat memimpin ibadah di mesjid kampus dan berbicara tentang Isa Al
Masih. Ada salah satu umat yang memprotes saya dan menuduh saya sebagai orang
kristen yang menyusup. Ia memaksa saya untuk memperlihatkan KTP saya dan
setelah saya menyerahkan kepadanya barulah ia sadar bahwa saya seorang muslim
asli. Ia lalu minta maaf dan bahkan berusaha untuk mencium tangan saya.
Keputusan untuk menikah
Semakin hari saya semakin mencintai Yesus. Saya tetap rajin beribadah dam
sering menangis saat sujud berdoa. Teman-teman dan saudara-saudara saya semakin
bingung dan saya pun ikut bingung. Saya tetap mencintai pacar saya, namun tidak
tahu bagaimana jadinya. Haruskah kami berpisah? Saya sangat berputus asa dan
patah hati seperti mau mati rasanya. Saya tidak bisa menjadi seorang Kristen
seperti dia, dan dia pun tidak mau meninggalkan Yesus, Tuhannya.
Dalam keadaan seperti itu saya mendapat kunjungan dari dua orang yang mengaku
sebagai orang Kristen juga. Namun mereka menjelaskan bahwa Yesus bukan Allah
seperti yang disembah oleh agama Kristen mayoritas. mereka menerangkan bahwa
Yesus hanyalah tuan, bukan Tuhan. Nama Allah sendiri adalah Yehuwa. Saya dapat
menerima keyakinan mereka dan mau belajar lebih banyak dari mereka.
Akhirnya saya memutuskan untuk menjadi Kristen aliran mereka dan di baptis,
karena Kristen aliran ini tidak mengganggu iman saya, dan saya dapat menikah
dengan pacar saya yang sangat saya cintai secara Kristiani. Iman saya saat itu
tetaplah islam, namun saya dibabtis secara kristen hanya untuk sebagai syarat
supaya saya bisa menikah dengan pacar saya.
Saat perjalanan ke Sulawesi untuk menikah di sana, saya naik kapal dengan
segala beban di hati, dengan perasaan galau dan tidak tahu kemana nasib membawa
saya dengan seribu macam pertanyaan yang tidak terjawab dalam pikiran saya.
Saya teringat kata-kata bijak dari seorang Norma Edwin, seorang penjelajah,
pendaki gunung dan penelusur gua yang mati beku di gunung Everest. Ketika
mayatnya ditemukan, ada selembar kertas di tangannya yang bertuliskan, Hidup
ini menuntut keberanian, berani menghadapi tanda tanya tanpa bisa menjawab,
berani menghadapi tantangan tanpa bisa melawan, oleh karena itu, hadapilah
dengan berani! Inilah yang saya pegang.
Saya berdoa dalam hati, 'Jika Allah yang saya sembah pagi, siang dan malam dan
yang disembah oleh nenek moyang saya tidak mau saya dibabtis dan menikah di
sulawesi, biarlah kapal yang saya tumpangi ini tenggelam dan biarlah saya mati
kaku di dalam laut!'
Beberapa saat kemudian, di kapal itu saya melihat ada orang asing, saya mengira
ia orang amerika. saya sekedar menyapa saja,
Are you christian?
Yes, you? balasnya.
I am Jehova Witness jawab saya.
Dia agak kaget mendengar jawaban saya, namun sesaat kemudian dia menanyakan
apakah saya mau diajak berdoa bersama dengannya.
Ok! saya setuju. Lalu, sambil berdiri kami menghadap ke laut, dia kemudian
merangkul saya dengan satu tangan dan tangan yang lain ia angkat tinggi ke
langit. Urapan yang luar biasa saya rasakan, beban berat yang menghimpit saya
lenyap begitu saja, dan begitu ringan ketika saya mencoba berjalan. Setelah
selesai berdoa, saya berkata kepadanya,
If Jesus is here now, we can see Him walks on water!
Dia tertawa, dan entah apa yang dia katakan saat itu, tetapi saya