Refleksi: Kalau JMK dijadikan presiden apakah bisnis beliau akan berkembang biak dan bertambah lebih baik yang sekaligus memberikan stimulans bagi perbaikan dan peningkatan kehidupan rakyat ataukah hanya segelintir manusia saja yang akan menikmati?
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=4568 2009-02-11 JK, Presiden Indonesia 2009-2014? Jeffrie Geovanie Pertanyaan politik paling menarik pada saat ini adalah akankah Jusuf Kalla (JK) maju menjadi calon presiden? Lantas bagaimana dengan tugas-tugasnya sebagai wakil presiden saat ini? Sebagai individu, JK punya hak untuk menjadi apa pun, termasuk menjadi presiden. Apalagi jika dilihat dalam perspektif proses pelembagaan politik, sebagai ketua umum partai terbesar saat ini, JK tak hanya punya hak, ia bahkan memiliki peluang yang cukup menjanjikan. Diakui atau tidak, sepanjang sejarah wakil presiden di Tanah Air, JK adalah satu-satunya wapres yang sangat aktif dan kaya inisiatif. Dibanding capres-capres sebelumnya, prestasi JK tergolong paling mengesankan. Dengan rekam jejak yang cukup baik, JK memang layak "naik pangkat" dari RI-2 menjadi RI-1. Peluang itu akan semakin terbuka lebar jika Partai Golkar segera mengambil inisiatif - dengan mekanisme yang demokratis - menetapkan ketua umumnya menjadi capres. Soal bagaimana menjalankan tugas sehari-hari sebagai wapres, tentu ada mekanisme yang sudah diatur dalam undang-undang, atau setidaknya bisa disepakati bersama asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang. Dalam politik, semua persoalan teknis bisa diatur. Pasar politik capres-cawapres di Tanah Air tak bisa dilepaskan dari hasil kerja lembaga-lembaga survei, tak terkecuali peluang JK, baik sebagai capres maupun cawapres. Sejauh ini, hampir semua hasil jajak pendapat dari lembaga-lembaga survei yang valid menempatkan JK sebagai capres dengan ke-dikenal-an (popularitas) yang tinggi, namun dengan tingkat ke-dipilih-an (elektabilitas) yang rendah. Pada saat yang sama, hampir semua lem-baga survei juga menempatkan JK sebagai cawapres dengan tingkat ke-dipilih-an yang tinggi. Melihat fakta-fakta itu, wajar belaka jika kemudian banyak pihak menganggap JK hanya pantas menjadi wapres, bukan presiden. Tapi, menurut saya, ada fakta lain yang kurang dicermati publik, yakni ke-dikenal-an JK dalam survei-survei itu sudah sangat tinggi, hampir sama dengan ke-dikenal-an SBY. Mengapa masih di bawah SBY, tidak lain karena posisinya sebagai wapres. Akan terdengar agak aneh jika popularitas wapres melebihi presiden. Satu hal lagi, mengapa umumnya pemilih belum menempatkan JK sebagai calon presiden. Mungkin karena persepsi masyarakat menganggap JK tidak berminat menjadi capres. Padahal, pada faktanya belum tentu demikian. Konsisten Sebagai seorang negarawan, JK konsisten menempatkan diri pada posisinya. Ia ingin memberikan contoh kepada para pejabat yang lain bahwa salah satu kunci sukses dalam mengemban amanat adalah adanya loyalitas pada pimpinan. Sehingga, pada saat mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif memuji bahwa JK sebagai The Real President, JK mengoreksi dengan mengatakan dirinya sebagai The Real Vice President, bukan The Real President. Tapi, sejalan dengan semakin dekatnya waktu Pemilu, akankah loyalitas JK sebagai wapres SBY berakhir mengingat sebagian pimpinan dan anggota Partai Golkar menginginkannya sebagai capres? Atau ada komitmen baru antara dirinya dan SBY untuk mempertahankan koalisi hingga 2014? Belum ada kepastian mengenai hal ini. Bila kita anggap saja tidak ada komitmen baru di antara mereka, maka sudah sepantasnya bila JK mencapreskan diri karena sebagai Ketua Umum Partai Golkar tentu JK memiliki kesempatan lebih besar menggunakan Partai Golkar sebagai partai yang mencalonkannya. Bila ini terjadi, saya yakin akan terjadi juga perubahan besar atas persepsi masyarakat, yang tadinya hanya beranggapan JK sebagai cawapres, beralih menjadi JK sebagai capres pilihan mereka. Dengan begitu, besar kemungkinan, proses pembalikkan fakta di arena publik akan terjadi dengan sendirinya. Dengan mencermati kinerja politik Partai Gerindra dan capres Prabowo Subianto, yang dalam waktu relatif singkat mampu menciptakan persepsi publik yang signifikan, sebenarnya peluang politik itu tak begitu sulit diraih jika benar-benar dimanajemeni secara baik. Apalagi untuk seorang JK, yang kini wapres, penciptaan peluang itu mestinya akan jauh lebih mudah. Dengan modal tingkat ke-dikenal-an yang hampir sama dengan SBY, ditambah potensi besar Partai Golkar untuk memenangi pemilu legislatif, JK sangat mungkin bisa menggantikan SBY. Syaratnya yang utama dan pertama tentu ada pada diri JK sendiri, maukah ia berniat dan menanamkan persepsi bahwa dirinya capres, bukan cawapres. Jika niat dan persepsi sebagai capres sudah tertanam, saya yakin ada proses alamiah dan wajar untuk mengantarkan JK sebagai Presiden Indonesia 2009-2014? Penulis adalah Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar