Refleksi:  Apakah  paham  dan suara Dr Cosmos Batubara  keras akan lebih  
berpengaruh dari pada wahyu Allah (QS 5:51)? Bukankah apa yang berlangsung 
sejak 1966  hingga sekarang  adalah hasil keringat Dr Cosmos Batbara  dan 
sobat-sobat, jadi  barangkali  bisa dibilang  terimalah dengan perasaan  apa 
boleh buat.... 

http://hariansib.com/2008/12/09/jangan-tidak-bisa-menjadi-presiden-karena-tidak-beragama-islam/

Jangan Tidak Bisa Menjadi Presiden, Karena Tidak Beragama Islam
Posted in Berita Utama by Redaksi on Desember 9th, 2008 
Medan (SIB)
Dr Cosmas Batubara, tokoh politik yang cukup terkenal di seluruh Indonesia 
mengatakan, janganlah seorang tidak bisa menjadi Presiden Republik Indonesia 
hanya karena dia tidak beragama Islam. Artinya tiap-tiap warga negara mempunyai 
hak yang sama di republik ini. Hal ini dikemukakan Dr Cosmas Batubara waktu 
menyerahkan buku yang ditulisnya kepada Pemimpin Umum SIB DR GM Panggabean, 
berjudul : Panjangnya Jalan Politik, yang dipersembahkan kepada Indonesia dan 
anak-anak bangsa tepat pada ulang tahunnya ke-70 pada tanggal 19 September 2008.


Pertemuan Pak Cosmas didampingi putranya Arthur Batubara MBA, dengan Pak GM di 
kediaman Jln Iskandar Muda 9 Medan terjadi sebulan yang lalu, tepatnya Sabtu 
tgl 8/11-2008, tetapi karena suatu dan lain hal, beritanya baru dapat disiarkan 
hari ini. "Kalau datang ke Medan, rasanya kurang lengkap kalau tidak ketemu 
dengan Pak GM," kata Dr Cosmas Batubara, yang pernah menjadi Menteri tiga 
periode pada pemerintahan Soeharto, pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat 
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), maupun sebagai Ketua 
Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Ketua KNPI.Sekarang Pak 
Cosmas Batubara mengajar di Universitas Indonesia (UI).


Buku ini sangat menarik, isinya memberi arah bagaimana untuk membangun 
Indonesia yang demokratis selanjutnya dengan belajar dari masa lalu.
Tekanannya terutama pada wawasan kebangsaan, peranan pemuda, 
kelemahan-kelemahan birokrasi yang harus diperbaiki, dan "investasi politik" 
yang dibangun oleh Presiden Soeharto dan banyak hal lainnya. Penegasan, jangan 
seseorang tidak bisa menjadi Presiden Indonesia hanya karena dia tidak beragama 
Islam, dalam buku ini diungkapkan, sudah dinyatakan dengan tegas oleh pendiri 
Republik Indonesia dan tokoh penyusun UUD 1945. Oleh karena itu, wawasan 
kebangsaan harus terus digelorakan.


Sebagai tokoh Pemuda, pandangan Pak Cosmas mengenai pemuda sangat brilian. 
Katanya, pemuda dan mahasiswa harus selalu kritis. Kalau dia tidak kritis lagi, 
dia bukan pemuda dan mahasiswa. Pemuda harus mendengar pendapat orang lain dan 
belajar juga berbeda pendapat. Namun harus ada kebersamaan, harus ada 
solidaritas. DR GM Panggabean langsung tertarik pada buku yang ditulis Dr 
Cosmas Batubara tersebut, dan menganggap buku karangan Pak Cosmas ini perlu 
mengisi Perpustakaan tiga Universitas yang dikelolanya, yaitu Universitas 
Sisingamangaraja XII Medan, STMIK Sisingamangaraja XII Medan, dan Universitas 
Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA), agar dapat dibaca oleh para mahasiswa 
maupun para staf pengajar.


Kehidupan Politik Tidak Instan
Dr Cosmas Batubara menjelaskan kepada Pak GM sebagai berikut :
Saat saya merayakan usia ke-70 tahun, saya dan teman-teman minta semua 
artikel-artikel yang pernah saya bikin, semua makalah-makalah waktu saya 
mengambil program S3 lalu disunting menjadi satu buku, dan saya beri judul 
"Panjangnya Jalan Politik," untuk menjelaskan ke masyarakat bahwa dalam 
kehidupan politik, ini tidak instan, melainkan panjang. Karena itu 
proses-proses politik juga di Indonesia cukup lama, saya mencoba mengangkat 
masalah-masalah itu, waktu buku itu dilaunching ada penulis di Suara 
Pembaharuan mengatakan isinya tiga hal. Satu, paparan secara ilmiah, kedua 
wejangan kepada generasi muda, dan ketiga advokasi terhadap orde baru. Lalu 
saya bilang, terserah kepada mereka saja.


Tapi buku ini memuat hal-hal itu, jadi saya mau serahkan ke Pak GM, supaya 
masyarakat juga mengetahuinya bahwa kita ingin menuangkan apa yang kita tahu. 
Lalu dibagian bab terakhir, khusus saya pesankan masalah wawasan kebangsaan. 
Indonesia ini, soal ideologi sebenarnya sudah final pada tanggal 18 Agustus 
1945. Kita menerima Pancasila, bahkan pada waktu itu, Bung Hatta mencoret 
beberapa kata-kata dari pembukaan UUD'45 yang hanya menyebut misalnya, Islam 
menjalankan syariat atau apa untuk bisa menjadi suatu bangsa. Karena kita 
anggap itu sudah selesai, di tahun 1945 maka sekarang ini sebaiknya hal-hal 
begitu tidak perlu lagi keluar. Kita bicara sekarang bagaimana pengamalan 
Pancasila itu, di tengah-tengah masyarakat, tentu menghormati dari sudut mana 
dia datang. Karena Indonesia itu, Indonesia yang majemuk, Indonesia yang 
Bhineka bisa saja orang memberi pandangan dari sudut kebhinekaan itu.


Tetapi hal yang basic itu sebenarnya, menurut saya sudah final, pada tanggal 18 
Agustus 1945. Jadi sebagai orang yang pernah berkecimpung di bidang politik, 
saya berpikir, saya menuliskan itu, untuk mengingatkan saja. Sehingga dengan 
demikian kita bisa belajar dari hal itu.
Kedua di dalam buku ini juga saya ceritakan, proses politik dari tahun 1945 
sampai 1959, di mana boleh dikatakan masa demokrasi parlementer, negara kita 
ini boleh dikatakan jatuh bangun, kabinetnya baru beberapa waktu sudah ganti. 
Multi partai sistem di tahun 1950-an sampai 1959 itu, tidak memberi jawaban 
yang baik untuk pembangunan.


Hasil pemilu di tahun 1955 ada 4 partai besar, PNI, Masyumi, NU dan PKI, 
ternyata, hasil pemilu itu tidak melahirkan pemerintahan yang kuat. Dan saya 
mencatat dalam perkembangan itu, tidak ada satu partai pun berani menjadi 
oposisi yang betul. Jadi sebenarnya menjadi oposisi itu dalam kamus politik 
Indonesia tahun 1945-1959 boleh dikatakan hampir tidak dikenal.


Kemudian saya gambarkan juga di dalam buku ini, perkembangan tahun 1960-1965, 
di mana ada tiga titik sentral politik, yaitu Bung Karno, Angkatan Bersenjata 
Republik Indonesia dan Partai Komunis Indonesia. Dari perkembangan-perkembangan 
interaksi dari ketiga kekuatan itu, terjadilah gejolak-gejolak politik pada 
saat itu. Akhirnya puncaknya terjadi G30SPKI, tampillah kekuatan Pancasila.
Sehingga dengan demikian sebenarnya, mayoritas rakyat Indonesia, tetap 
mencintai Pancasila. Nah kemudian tahun '66 mulai trase baru atau kita sebut 
Orde Baru.


Tapi seminar para professional di kalangan intelektual dan para professor di UI 
pada waktu itu dengan kami dari aksi-aksi mahasiswa, menyebut trase baru, 
sesuatu yang baru. Yaitu ingin melaksanakan Pancasila secara murni dan 
konsekuen.


Dengan demikian kita juga gambarkan perkembangan politik dari tahun '66 sampai 
jatuhnya Pak Harto. Sebenarnya ada upaya-upaya pembangunan politik yang 
dilakukan. Beberapa hal yang perlu kita catat bahwa, ternyata selama 
kepemimpinan Pak Harto itu ada satu tradisi baru diperkenalkan yaitu, anggaran 
belanja (APBN) dibahas setiap tahun, yang sebelumnya itu zaman Bung Karno, 
tidak pernah dibawa ke DPR. Jadi dengan demikian, bangsa ini mengenal tradisi 
membahas APBN adalah berasal daripada kebiasan-kebiasan di zaman Pak Harto. Ini 
kebiasaan baik, yang kita harus perlu lanjutkan karena dengan demikian 
rakyatlah yang menentukan melalui wakilnya budget negara itu berapa besarnya, 
arahnya kemana. Kebiasaan mengesahkan APBN itu adalah suatu investasi politik.


Yang kedua, orang bisa berbeda pendapat, tapi sejak Pak Harto tampil ke 
panggung politik, beliau menekankan perlunya Pemilu. Sehingga dengan demikian 
setiap lima tahun sekali diadakan kalender pemilu. Sehingga bangsa kita 
sekarang mengenal pemilu itu bukan barang baru. Nah, ini juga suatu investasi 
politik yang dilakukan zaman Pak Harto dulu, di mana rakyat dibiasakan untuk 
memberikan suara. Mungkin ada orang mengatakan ya, tapi pengarahan, mobilisasi 
masih lebih banyak. Tapi itukan suatu proses politik. Karena itu, buku saya 
mengatakan, Panjangnya Jalan Politik. Tapi melalui proses itu, rakyat itu 
dibiasakan, ditradisikan bahwa dia punya hak, dia mendaftar dan mengecek apakah 
dia sudah terdaftar, dan menggunakan hak suaranya, ini juga suatu pendidikan 
politik yang perlu kita lihat, yang sangat besar peranannya di dalam berbangsa 
dan bernegara.


Yang ketiga dalam bidang politik, memang kita juga melihat bahwa didorong 
partai-partai untuk lebih fokus berjuang melalui program-program partai, karena 
basis dari partai itu sebenarnya sudah sama yaitu Pancasila. Ini yang kita 
lihat di dalam perkembangan umum, meskipun kita mencatat juga di dalam buku ini 
ada juga komentarnya Saudara Professor Masudi Rauf bahwa di samping kesuksesan 
tentu ada juga kekurang-kekurangan. Karena itu, Panjangnya Jalan Politik itu 
harus diakui, bahwa setiap generasi itu, mencoba memberikan sumbangsihnya 
kepada bangsa dan negara. Kemudian beberapa makalah-makalah lain, saya soroti 
di sini masalah misalnya masalah birokrasi.


Siapapun yang tampil sebagai pemimpin bangsa ini, birokrasi yang kita punya 
banyak kelemahan-kelemahannya. Saya menyebut birokrasi itu punya penyakit atau 
menurut Professor Siagian menyebut pathologi birokrasi antara lain misalnya di 
birokrasi itu ada orang-orang tidak berani mengambil keputusan. Sehingga izin 
untuk sesuatu itu berlarut-larut.


Ada juga penyakit birokrasi itu seperti sok tahu semua, akhirnya tidak memberi 
keputusan yang terbaik, yang ketiga penyakit birokrasi itu, mengatur-atur 
demikian rupa untuk dirinya sendiri. Ya ini, saya kira juga perlu diperbaiki. 
Karena itu saya mengangkat buku reinventing government, merubah kerangka 
berpikir birokrasi yaitu orang yang berada pada pemerintahan harus juga 
mempunyai sense of bisnis tapi tidak perlu menjadi bisnismen. Karena kalau dia 
punya sense of bisnis maka dia akan mengerti kalau memperlambat memberi izin 
itu, berapa biaya yang dikeluarkan pengusaha atau cost of money. Urusan yang 
sebenarnya bisa tiga atau empat hari, dibikin menjadi tiga minggu, bisa 
dibayangkan berapa besar biaya yang ditanggung pengusaha, karena tertundanya 
keputusan. Nah ini yang disebut tadi beberapa hal yang perlu dipikirkan.


Karena itu, perbaikan-perbaikan birokrasi, salah satu hal yang sangat penting 
untuk bisa kita melaju ke depan. Siapa pun terpilih jadi presiden, gubernur, 
kalau birokrasinya tidak dirubah, sikapnya, pandangannya, pasti tidak akan 
menghasilkan. Jadi perbaikan di bidang birokrasi ini juga penting sekali. Di 
sisi lain, di buku saya ini, kata Dr Cosmas Batubara, saya tulis juga masalah 
pemuda, mahasiswa. Ada ciri-ciri pemuda, mahasiswa, mereka selalu kritis. Kalau 
dia tidak kritis lagi, dia bukan pemuda dan mahasiswa. Ciri kedua adalah mereka 
pioneer, ingin mempelopori dan yang ketiga mereka itu harus merupakan orang 
yang selalu terbuka, dan tidak menjadi orang yang pandangan matanya seperti 
kuda yang matanya dikasi tutup.


Pemuda harus bisa mendengar pendapat orang lain dan belajar juga berbeda 
pendapat. Keempat adalah kebersamaan. Jadi harus ada solidaritas di dalam 
dirinya, karena itu mahasiswa dan pemuda kapanpun akan selalu tampil sebagai 
juru bicara di masyarakat kalau sistem politik itu tidak berjalan dengan baik.
Jadi dengan demikian ciri-ciri itu harus dipunyai oleh Pemuda dan mahasiswa, 
mereka tidak boleh dibatasi, karena kapan saja dia bisa tampil. Karena itu, 
saya ingin tetap pemuda dan mahasiswa itu diasah daya kritisnya, dibuka daya 
kepeloporannya, terbuka hatinya untuk mendengar pendapat-pendapat orang lain, 
bahkan pendapat berbeda. Dan dia harus dipupuk selalu ada solidaritas 
kebersamaan. Dengan demikian saya kira mereka bisa maju ke depan.


Lalu buku saya ini ditutup dengan wawasan kebangsaan. Tadi saya sudah buka 
masalah landasan. Tapi saya juga menekankan di sini, saya angkat pendapat, 
Founding Father negara ini bahwa dia bilang, seseorang putra Indonesia kalau 
dia baik, mampu memimpin, memberi visi ke depan, jangan sampai karena dia tidak 
beragama Islam dia tidak bisa menjadi presiden republik ini. Ini tahun '45 
sudah dikumandangkan orang, jelas Dr Cosmas Batubara. "Jadi artinya tokoh-tokoh 
pendahulu kita jauh lebih luas pandangannya daripada sekarang. Artinya 
pemimpin-pemimpin bangsa itu, perlu untuk bisa melihat bahwa kita utamakanlah 
mereka yang mampu mempunyai visi dan selalu berorientasi pada kepentingan 
rakyat, mereka kita tampilkan. Baik pada tingkat kabupaten, propinsi nasional. 
Ini sudah dikemukakan oleh pendiri bangsa dan negara.


Menurut Pak Cosmas Batubara, di tahun 1945, tokoh bangsa Indonesia sudah 
menyatakan itu. Sambil menunjukkan kutipannya kepada DR GM Panggabean, Pak 
Cosmas menjelaskan, Pembuat UUD 1945 sudah berbicara soal wawasan kebangsaan 
itu, sehingga dari kutipan-kutipan ucapan atau tulisan mereka, kita bisa banyak 
belajar. Dalam penyusunan UUD 1945, anggota Sukardjo Wirjopranoto antara lain 
mengatakan sebagai berikut: "Tiap-tiap warga negara mempunyai hak yang sama di 
dalam penghidupannya yang sudah tentu diperlindungi oleh hukum dan oleh 
Pemerintah. Pendek kata di dalam Negara Indonesia tak ada kelas-kelas, 
kelas-kelas warga. Artinya tidak akan ada warga negara kelas 1, warga negara 
kelas 2, inilah keadilan. Konsekuensinya daripada keadilan itu ialah, bahwa 
tiap-tiap putera Indonesia berhak juga untuk menempati kedudukan Presiden 
Republik Indonesia. Janganlah sebelumnya sudah diadakan suatu pagar, bahwa 
putera Indonesia yang bukan orang beragama Islam, meskipun ia bijaksana, 
meskipun ia tinggi budinya, meskipun ia pandai, meskipun ia giat, tidak bisa ia 
akan menduduki kedudukan Presiden Indonesia, hanya oleh karena ia tidak 
beragama Islam." Jadi dengan demikian, saya melihat pesan-pesan politik ini 
saya tuliskan dengan maksud agar generasi muda, bisa mengambil intisarinya. 
Dengan tetap berpikir ke depan, apa yang kurang pada masa lalu, kita perbaiki, 
apa yang sudah baik kita percepat perputarannya. Dan mari kita lihat masa 
depan. Saya menuliskan buku ini untuk bisa dibaca orang, kata Dr Cosmas 
Batubara, sambil menyerahkan bukunya kepada Pak GM.


Pada kesempatan itu, Pak GM meminta kesediaan Dr Cosmas Batubara berkenan 
memberi Orasi Ilmiah pada acara Wisuda Sarjana Universitas Sisingamangaraja XII 
Tapanuli (UNITA) yang akan diselenggarakan pada tgl 12 Desember 2008, yang 
telah disanggupi oleh Pak Cosmas.
Peristiwa ini akan memberi kesan khusus yang mendalam bagi sejarah UNITA, sebab 
pada tahun 1986 (dua puluh dua tahun yang lalu), yang meresmikan berdirinya 
UNITA tersebut, adalah Pak Cosmas Batubara waktu itu beliau sebagai Menteri. 
(M21/R1/f)

This entry was posted on Selasa, Desember 9th, 2008 at 11:35 am and is filed 
under Berita Utama. You can follow any responses to this entry through the RSS 
2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site. 

Kirim email ke