Kawan-kawan ini tulisan ringan saya, semoga bermanfaat….

Salam
Andreas Iswinarto
(hanya orang biasa yang menyukai sejarah dan studi sejarah)

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com
[EMAIL PROTECTED]


Jejak Langkah dan Imaji Indonesia Pada 100 Teks
Jejak Langkah Siapa? Imaji Indonesia Yang Mana?


(Tentang Edisi Khusus Tempo untuk Memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional)

Dapatkan link ke 100 teks tersebut di : 
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/imaji-indonesia-pada-100-teks.html



Majalah Tempo memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional, menyajikan edisi 
khusus yang unik dan cerdas. Berbeda dengan model-model penyajian liputan 
dengan sejumlah artikel reflektif dan visioner, Tempo memilih 100 teks mulai 
1908 yang dianggap berpengaruh atau memberikan kontribusi terhadap gagasan 
kebangsaan. Disebut teks karena tidak hanya memilih buku tapi juga pidato, 
laporan jurnalistik, polemik, renungan, catatan harian, roman dan puisi.

Seratus teks yang dipilih Tempo  adalah teks yang dianggap bergerak dan mencari 
jalan di antara dua kutub untuk mendapatkan gagasan Indonesia masa depan. Yakni 
Imaji Indonesia yang tercipta oleh tarik-menarik antara sesuatu yang eksotik 
seperti ditulis Raffles (History of Jawa)  dan sesuatu yang tragik seperti 
dideskripsikan Multatuli dalam Max Havelaar sebagai contoh magnum opus pada 
abad ke 19. Demikian teks  yang berisi gagasan penting belum tentu buku yang 
populer dan dibaca oleh banyak orang. Dalam diskusi internal Tempo disepakati 
bahwa kriteria pemilihan bukan berdasarkan pada banyaknya pembacanya, melainkan 
pada isi dan pengaruhnya. 

Untuk menguatkan kerja jurnalistik ini kemudian Tempo mengundang Taufik 
Abdullah dan Asvi Warman Adam (sejarawan), Goenawan Mohamad (esais), Parakitri 
Tahi Simbolon (penulis), Dr Ignas Kleden (sosiolog), dan Putut Widjanarko 
(pengamat dan penerbit buku) untuk mendiskusikannya

Terlepas dari bisanya diperdebatkan 100 teks yang dipilih, Tempo telah 
menyumbang kepada kita sudut pandang pentingnya peranan gagasan dalam sebuah 
perubahan sosial, penemuan terus menerus sebuah nation, sebuah kebangsaan yang 
pada awalnya terbangun karena ketertindasan dan inspirasi kosa kata baru 
‘modern’ yang kemudian meletikan kesadaran untuk bangkit, bersatu, berlawan dan 
berbangsa. Dalam hal ini gagasan-gagasan yang menggerakan kebangkitan nasional, 
proklamasi kemerdekaan hingga masa depan Indonesia.

Terlepas pula dengan subyektifitas Tempo atau proses seleksi yang dasarnya 
adalah pandangan bahwa Indonesia yang diimpikan adalah Indonesia yang pluralis, 
kosmopolit dan modern. Mungkin kelompok-kelompok lain bisa punya mimpi yang 
berbeda yang bila mereka melakukan kerja seperti yang dilakukan Tempo akan 
menemukan 100 teks yang berbeda.

Kedua saya pikir Tempo telah memberikan sumbangan kepada historiografi sejarah 
Indonesia. Memang setahu saya sudah cukup banyak kajian sejarah yang memeriksa 
dan menganalisis peranan gagasan/teks dalam sebuah momen atau peristiwa 
sejarah. Diantaranya yang paling saya suka adalah BACAAN LIAR : BUDAYA DAN 
POLITIK PADA ZAMAN PERGERAKAN yang ditulis oleh sejarawan Razif. Tulisan ini 
paling tidak merekam bacaan liar baik itu karya-karya jurnalistik, opini hingga 
novel dan puisi. Demikian pula membaca perlawanan bacaan kaum pergerakan 
radikal (kiri) terhadap hegemoni Balai Pustaka dalam sub tema bacaan liar vis a 
vis Balai Poetaka.

Yang dilakukan Tempo walau bisa jadi belum memenuhi syarat keilmiahan studi 
sejarah, tetapi menyumbang kepada kita sebuah pemahaman tentang teks-teks yang 
berkontribusi kepada eksistensi kita hari ini dan masa depan.

Ada tiga  hal menggoda yang muncul dalam benak saya. Pertama terkait opini 
kritis Parakitri T Simbolon di dalam edisi kebangkitan nasional ini yang kedua 
terkait tulisan Bre Redana di Kompas 22 September 2008 Nasionalisme di Zaman 
Konsumsi. Terakhir terkait dengan sudut pandang Razif dalam bacaannya tentang 
perseteruan bacaan liar dan Balai Pustaka yang menerbitkan Siti Nurbaya, Layar 
Terkembang, Salah Asoehan, Tenggelamnya Kapal Van der Wyik (ke 4 nya adalah 
diantara 100 teks Tempo). Dalam Razif disebutkan Balai Pustaka sebagai benteng 
kolonial menyebut literatuur socialisme sebagai bacaan liar (selain karya-karya 
jurnalistik, pamplet-pamflet pergerakan di kaji juga novel Hikayat Kadiroen 
yang ditulis Semaoen dan  syair-syair-puisi Mas Marco).  Point terakhir  ini 
sebenarnya masih terkait dengan opini kritis Parakitri.

Pada bagian akhir tulisannya Negara Tanpa Rakyat, Parakitri menuliskan 
'Pergerakan kebangsaan berhasil mencapai Indonesia merdeka, tapi gagal 
membangkitkan ”rakyat”. Dan mengikuti Van Niel tentang perubahan sosial 
golongan elite atau the leader group of Indonesian society sebagai landasan 
sosial Indonesia merdeka, maka sekarang dapat juga dikatakan bahwa negara tanpa 
rakyat jadi landasan Indonesia merdeka."

Dalam artikel ini Parakitri menyoroti hilangnya atau dihilangkannya rakyat 
dalam historiografi Indonesia oleh para Indonesianis. Baru setelah munculnya 
karya Takashi Shiraishi, An Age in Motion : Popular Radicalism in Java 
1912-1926 (1990) (edisi Indonesianya sudah diterbitkan Grafiti Pers, Zaman 
Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926), menurut Parakitri ‘rakyatlah 
yang lebih penting dan jadi sumber keberdayaan. Dimana pergerakan dipandang  
sebagai gelombang gerak rakyat ketika memperoleh kesadaran baru tentang dunia 
ini serta merasa dapat mengubah dunia ini serta merasa dapat mengubah dunia dan 
mengungkapkan kesadaran itu dengan wahana dan bahasa modern.”

Parakitri kemudian sampai pada kesimpulan apa yang ada di dalam literatur 
historiografi itu adalah juga kenyataan tentang Indonesi Merdeka, negara tanpa 
rakyat jadi landasan Indonesia Merdeka.

Spirit dan konteks waktu di dalam teks Siraishi adalah juga spirit dan waktu 
yang hadir didalam kajian Razif tentang bacaan liar. Dalam prakatanya Siraishi  
menulis ‘ gerakan rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk surat kabar dan 
jurnal, rapat dan pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi dan 
partai, novel, nyanyian, teater dan pemberontakan, merupakan fenomena yang 
paling mencolok bagi orang Belanda untuk melihat kebangkitan bumiputera pada 
awal abad XX’. 

Terkait dengan Balai Pustaka selain sudah disebutkan tentang perannya sebagai 
benteng kolonial, Razif mengungkap dimana literature Balai Pustaka adalah alat 
hegemoni yang ampuh. Dimana di dalam teks BP tabu untuk menyingkap eksploitasi 
yang dilakukan kekuasan kolonial. Malahan yang dominan adalah sikap menyerah 
terhadap nasib dan mengikuti aturan. Dimana pada umumnya ada penggambaran 
bagaimana kebaikan melawan kejahatan dan tokoh baiknya melekat atau diwakili 
tokoh colonial atau pra-kolonial. Disis lain di sisi jahatnya atau lawanya di 
dalam Siti Nurbaya sebagai satu contoh, Datuk Maringgi digambarkan sebagai 
tokoh yang luar biasa jahat. Akhirnya Datuk Maringgi sebagai orang yang 
menentang pajak dan kekuasaan kolonial secara terbuka pupus. 

Barangkali sudut pandang Parakitri, Shiraishi dan Razif langsung atau tidak 
langsung adalah pertanyaan nakal untuk Tempo. Walau Tempo pun memilih 
Pemberontakan Petani Banten karya Sartono yang di pengantarnya disebut dipilih 
karena membuktikan bukan hanya orang yang terpelajar yang menggerakan sejarah, 
tapi juga orang kecil. Tempo juga menyebutkan pemberontakan ini adalah 
referensi gerakan sosial dan petani yang menjadi bibit rasa kebangsaan 
Indonesia. 

Juga Tetralogi Pram yang mengangkat periode awal abad XX sebagai awal munculnya 
Zaman Bergerak walau lebih menonjolkan peran Minke sebagai elite pergerakan, 
sang pemula. Sang Pemula adalah Tirto Adhi Suryo, demikian Pram dalam karya 
biografi tokoh ini. Walau  seperti diutarakan Pamela Allen Membaca dan Membaca 
Lagi (Indonesia Tera) paling tidak melalui Jejak Langkah Minke mulai mencari 
pendekatan efektif untuk mengembalikan agency kepada rakyat, dengan menggunakan 
tiga strategi utama, organisasi massa, boikot dan praktek penghapusan praktik 
budaya Jawa yang feodal. Dan Tempo memilih pula Koran Medan Prijaji dengan 
judul ulasan singkat Tirto dan Koran Pergerakan. Tetapi secara simbolik dapat 
dikatakan Tirto adalah yang mengawali dan membangun landasan, Marco dengan 
Dunia Bergeraknya dan Semaoen adalah yang melakukan akselerasi.

Demikian pula dalam nuansa yang agak mirip saya ketika menemukan ulasan panjang 
tentang 11 jilid buku AH Nasution Sekitar Perang Kemerdekaan dan Nasionalisme 
dan Revolusinya Kahin dalam ulasan pendek, saya lantas teringat Revolusi 
Pemudanya Ben Anderson, Peristiwa Tiga Daerahnya Anton E. Lucas, Pergolakan 
Daerahnya Audrey R Kahin.  George Mc. T Kahin dalam ulasannya terhadap Revolusi 
Pemuda menyebutkan Andersen mengungkap soal yang amat penting dan mendalam 
yakni tentang “bagaimana gerakan untuk mencapai kemerdekaan nasional sering 
bertentangan dengan usaha untuk melaksanakan revolusi sosial, serta tentang 
mengapa strategi-strategi untuk mencapai salah satu tujuan ini dapat dengan 
mudah bertentangan dengan strategi-strategi untuk mencapai tujuan yang lain. 
Saya pikir dititik inilah soal kesimpulan Parakitri tepat membidik persoalan 
“negara tanpa rakyat jadi landasan Indonesia merdeka”.

Akhirnya saya akan tutup tulisan ini dengan kutipan artikel Bre Redhana  : 

“Inilah lapisan-lapisan tontonan dan simulakrum, bagian depan panggung, front. 
Para tokoh tampil di televisi, di halaman-halaman koran, di baliho-baliho. 
Jelas ini bukan zaman Tan Malaka yang ditulis oleh majalah Tempo dengan sangat 
komprehensif dalam laporan khususnya. Kalau tokoh itu bergerak di belakang 
layar dengan sejumlah nama samaran dan hidup dalam 
persembunyian-persembunyian—di situ ia malah melahirkan magnum opus 
Madilog—maka tokoh-tokoh politik masa kini berlomba-lomba naik panggung, berada 
di depan layar, mencoba meraih hati publik dalam strategi pencitraan dengan tag 
line ”win the heart”. Mereka mengedepankan diri dengan senyumnya, dengan 
jasnya, sampai dengan nomor mobilnya.

Kalau dulu pada bagian back atau ”belakang layar panggung” adalah dapur tempat 
pengolahan gagasan-gagasan kebangsaan, sekarang di bagian itu adalah wilayah 
agensi, biro iklan, pokoknya bagian bisnis. Mereka mengolah angka, memanipulasi 
realitas, mematok target. Bisnis telah menjadi panglima, dan 
nasionalisme—seperti halnya momen-momen lain seperti hari besar 
keagamaan—menjadi dagangan tahunan.

Selamat mengonsumsi nasionalisme”.

Atau apa yang dikatakan oleh Bre bahwa generasi atau anak-anak muda sekarang 
mereka yang berusia 20 sampai 30, adalah generasi yang tidak mempan dengan 
labelisasi komunis, PKI dan vokabulari mereka adalah Guess, Calvin Klein, 
Armani dll. Disebutnya juga Che Cuevara yang oleh bapak-bapak dulu dianggap 
hantu komunis bagi generasi baru adalah ikon mode.

Bagaimana mereka memberlakukan 100 teks pilihan Tempo ini? Lalu antara cara 
pandang Tempo tentang impian Indonesia yang pluralis, kosmopolit dan modern 
yang diwakili Shiraisi, Razif dan Pemberontakan Petani Banten, saya pikir 
generasi yang disebutkan Bre itu lebih dekat dengan impian pluralis, 
kosmopolitan dan modern. Jelas kuasa kapital lebih mudah mengkooptasi gagasan 
ini dibanding gagasan sama rasa sama ratanya Marco.

Jalan yang kutuju amat panas,
Banyak duri pun anginnya keras,
Tali-tali mesti kami tatas,
Palang-palang juga kami papas,

Supaya jalannnya SAMA RATA,
Yang berjalan pun SAMA me RASA
Enak dan senang bersama-sama
Yaitu “Sama rasa, sama rata.”
(dikutip dari Jaman Bergerak : Mosaik Bacaan Kaoem Pergerakan Tempo Doeloe, 
penyusun Edi Cahyono)


Semoga saya salah. Bravo Tempo!!!!!

Salam pembebasan



Bebapa Link terkait :

Negara Tanpa Rakyat?
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/05/19/LU/mbm.20080519.LU127225.id.html

Nasionalisme di Jaman Konsumsi
http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/22/00111152/nasionalisme.di.zaman.konsumsi

BACAAN LIAR : BUDAYA DAN POLITIK PADA ZAMAN PERGERAKAN
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/tembok-dan-bunga.html

Dibawah ini adalah 100 teks pilihan tempo tersebut dan untuk link-link ke 
artikel Tempo silah mengakses
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/imaji-indonesia-pada-100-teks.html

(1)
Demokrasi Kita
Penerbit: PT Pustaka Antara, Jakarta (1966)
(2)
Dasar Politik Luar Negeri Indonesia
(Mendajung Antara Dua Karang)
Penerbit: Penerbitan Negara, Yogyakarta (1946), NV Bulan Bintang (1976 dan 1988)
(3)
Beberapa Fasal Ekonomi
Penerbit: Balai Pustaka (1942), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1954)
(4)
Di Bawah Bendera Revolusi (Jilid I)
Penerbit: Panitya Penerbit, 17 Agustus, 1959 (I), 1963 (II), 1965 (IV), Yayasan 
Bung Karno, 2005 (V)
(5)
Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945
Penerbit: Sekretariat Negara; jilid pertama, tahun 1959; jilid kedua, 1960, 
jilid ketiga, 1960 
(6)
Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas 
Konstituante 1956-1959
Penerbit: Grafiti Pers
Tahun terbit: 1995
(7)
Massa Actie in Indonesia
Terbit: Desember 1926 (Singapura), 1947 (Jakarta), 1986 (Yayasan Massa, 
Jakarta) 
(8)
Dari Pendjara ke Pendjara
Terbit: 1948
(9)
Madilog
Terbit: 1943 
(10)
Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia
Penerbit: Dinas Sejarah Angkatan Darat dan Penerbit Angkasa, Bandung, 1977, 11 
jilid
(11)
The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia
Penerbit: Ithaca: Cornell University Press (1973)
(12)
Dualistische Economy
Penerbit: Leiden: Van Doesburgh (1930)
(13)
Seni Lukis, Kesenian, dan Seniman
Penerbit: Yayasan Aksara Indonesia, Yogyakarta (2000).
(14)
Nationalism and Revolution in Indonesia
Penerbit: Cornell University Press (1952)
(15)
Indonesian Political Thinking: 1945-1965
Penerbit: Ithaca, New York (1970)
(16)
The Religion of Java
Penerbit: The University of Chicago Press, Chicago, dan The University of 
Chicago, Ltd., London (1960)
(17)
Netherlands Indie, A Study of Plural Economy
Penerbit: Cambridge: At The University Press dan New York: The Macmillan 
Company (1944).
(18)
Capita Selecta
Penerbit: Bulan Bintang, Jakarta, (jilid I, 1955) dan Pustaka Pendis, Jakarta, 
(jilid II, 1955), (jilid I) 
(19)
Indonesia in den Pacific-Kernproblemen van den Aziatischen
Penerbit: Penerbit Sinar Harapan (1937) 
(20)
Perubahan Sosial di Yogyakarta
Penerbit: Gadjah Mada University Press, 1990 
(21)
Dasar-dasar Pemikiran Tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun
Penerbit: Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta (1973)
(22)
Manusia dan Kebudayaan di Indonesia
Penerbit: Djambatan, Jakarta (1971)
(23)
Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa Ini
Penerbit: Alumni, Bandung (1983)
(24)
Cultur and Politics in Indonesia
Penerbit : Cornell University Press, London 1972)
(25)
Art in Indonesia: Continuities and Change
Penerbit: Cornell University Press, New York (1967)
An Introduction to Indonesia Historiography
Penerbit: Cornell University, Amerika Serikat, 1965
An Introduction to Indonesia Historiography
Penerbit : Cornell University, Amerika Serikat, 1965
(26)
Science and Scientists in the Netherlands Indies
Penerbit: Board for the Netherlands Indies, Surinam & Curaçao, New York (1945)
(27)
Alam Asli Indonesia: Flora, Fauna, dan Keserasian
Penerbit: Yayasan Indonesia Hijau dan Gramedia (1986) 
(28)
Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan
Penerbit: LP3ES, Jakarta (1981) 
(29)
NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru
Penerbit: LKiS dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994
(30)
Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban)
Penerbit: Yayasan Idayu, Jakarta (1981) 
(31)
Catatan Subversif
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia dan PT Penerbit Gramedia (1987) 
(32)
Pembagian Kekuasaan Negara
Penerbit: Aksara Baru (1978) 
(33)
Laporan dari Banaran
Penerbit: Sinar Harapan (1960)
(34)
Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin
Penerbit: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (1983)
(35)
Six Decades of Science and Scientists in Indonesia
Penerbit: Naturindo, Bogor (2005)
(36)
Pemberontakan Petani Benten
Penerbit : PT Dunia Pustaka jaya, Jakarta (1984)
(37)
Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia
Penerbit: Fakultas Kedokteran UI (1986)
(38)
A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia
Penerbit: Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Cornell University, 
Ithaca, New York (1971)
(39)
125 Tahun Pendidikan Dokter di Indonesia 1851-1976
Penerbit: Fakultas Kedokteran UI (1976)
(40)
Ekologi Pedesaan: Sebuah Bunga Rampai
Penerbit: CV Rajawali, Jakarta (1982)
(41)
Di Tepi Kali Bekasi
Penerbit : Hasta Mitra
Jakarta (1951)
(42)
Tetralogi Pulau Buru 
Bumi Manusia (1980); Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Lankah (1985); Rumah Kaca 
(1988) 
Penerbit : Hasta Mitra Jakarta
(43)
Siti Nurbaya
Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta (1920)
(44)
Belenggu
Penerbit: Dian Rakyat, Jakarta (1940)
(45)
Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1948)
(46)
Surabaya
Penerbit : Merdeka Press, Jakarta (1974)
(47)
Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesai
Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta (1949)
(48)
Layar Terkembang 
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1936)
(49)
Salah Asuhan
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1928)
(50)
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1938)
(51)
Jalan Tak Ada Ujung
Penerbit: PT Dunia Pustaka Djaya, Jakarta (1952) 
(52) 
Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei 
Penerbit: PT Gunung Agung, Jakarta (1954)  
(53) 
Revolusi di Nusa Damai 
Penerbit: Harper & Brother (Revolt in Paradise, 1961), PT Gunung Agung (1964) 
(54) Bebasari 
Penerbit: Fasco Djakarta (Cetakan ke-2, 1953) 
(55) 
Burung-burung Manyar 
Penerbit: Djambatan (1981) 
(56) 
Sandhyakala Ning Majapahit 
Penerbit: Pustaka Jaya (1971) 
(57)
Naskah Proklamasi
(58)
Indonesia Vrij
1928
(dalam buku karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1)
(59)
Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat
Orsi : Menteng Raya 58, Jakarta (2 Januari 1970)
(60)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
(61) 
Garis-Garis Besar Haluan Negara 
(62) 
Pidato B.J. Habibie di Bonn, Jerman, pada 14 Juni 1983: 
Beberapa Pemikiran tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara 
Berkembang 
(63) 
Seandainya Aku Seorang Belanda (Als Ik Eens Nederlander Was) . 
(64) 
Pidato Lahirnya Pancasila 
(65) 
Hasil-hasil Seminar Ekonomi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia 1966 
(66) 
Pidato Nirwan Dewanto Saat Kongres Kebudayaan IV 
(67) 
Manifes Kebudayaan 
(68) 
Surat Kepercayaan Gelanggang 
(69) 
Sumpah Pemuda 
(70) 
Maklumat Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin mengenai Kemerdekaan Pers 
(71)
Habis Gelap Terbitlah Terang
Penerbit : Balai Pustaka, Jakrta (1922)
(72)
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demostran
Penerbit : LP3ES Jakarta (1983)
(73)
Pergolakan Pemikiran Islam
Penerbit : LP3ES Jakarta (1981)
(74)
Polemik Manifesto Politik
Publikasi : Harian Rakjat dan Merdeka
(3-8 Juli, 1964)
(75)
Perjuangan Kita
Publikasi: Berbentuk pamflet mulai 14 November 1945. Pusat Dokumentasi Politik 
Guntur menerbitkan ulang pada 2001 
(76) 
Melawan Melalui Lelucon 
Publikasi: Majalah Tempo 1975-1983. Kumpulan artikel diterbitkan Pusat Data dan 
Analisa Tempo tahun 2000 
(77) 
Polemik Soetatmo versus Tjipto 
Publikasi: Pamflet berjudul Nota van Schrieke. Dibukukan Yayasan Obor Indonesia 
pada 1986 
(78) 
Polemik Kebudayaan 
Publikasi: Majalah Pujangga Baru (1935) 
(79) 
The Integrative Revolution: Primordial Sentiments and Civil Politics in the New 
States 
Publikasi: Basic Book, New York (1963) 
(80) 
Defisiensi Vitamin B1: Artikel tentang Eijkman dan Hasil Penelitiannya 
Publikasi: Temuannya memenangkan Nobel pada 1929 
(81) 
Student Indonesia di Eropa 
Publikasi: Harian Bintang Timoer 1926-1928. Kepustakaan Populer Gramedia 
membukukannya pada 2000 
(82) Pranakan Arab dan Totoknja 
Publikasi: Harian Matahari, Semarang (1934) 
(83) Masalah Tionghoa di Indonesia: Asimilasi vs Integrasi Publikasi: Mingguan 
Star Weekly 6 Februari 1960-25 Juni 1960. Lembaga Pengkajian Masalah Pembauran 
membukukannya pada 1999 
(84) Penduduk dan Kemiskinan 
Penelitian: Studi kasus di pedesaan Jawa. Diterbitkan oleh Bhratara Karya 
Aksara (1976) 
(89)
Wiro ”Anak Rimba Indonesia”
Penerbit: Liong, Semarang (1956) 
(90)
Keulana 
Penerbit: Firma Harris, Medan (1959) 
(91)
Matinya Seorang Petani 
Penerbit: Majalah Indonesia (1955) 
(95)
Tirto dan Koran Pergerakan
Koran Medan Prijaji (1907-1912) 
(96) 
Sepotong Sejarah Jakarta 
Kisah-kisah Jakarta Penerbit: PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta (1977) 
(97) 
Lawatan ke Pelosok Negeri 
Catatan di Sumatera Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta (1949) 
(98)
Atlas Indonesia
Penerbit : NV Djambatan Jakarta (1952)
(99)
Ensiklopedia Indonesia 
Penerbit : W Van Hoove Ltd, Bandung (1955)
(100)
Kamus Umum Bahasa Indonesia WJS Poerwadarminta
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1952)



      

Kirim email ke