Kawan-kawan ini tulisan ringan saya, semoga bermanfaat…. Salam Andreas Iswinarto (hanya orang biasa yang menyukai sejarah dan studi sejarah)
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com [EMAIL PROTECTED] Jejak Langkah dan Imaji Indonesia Pada 100 Teks Jejak Langkah Siapa? Imaji Indonesia Yang Mana? (Tentang Edisi Khusus Tempo untuk Memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional) Dapatkan link ke 100 teks tersebut di : http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/imaji-indonesia-pada-100-teks.html Majalah Tempo memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional, menyajikan edisi khusus yang unik dan cerdas. Berbeda dengan model-model penyajian liputan dengan sejumlah artikel reflektif dan visioner, Tempo memilih 100 teks mulai 1908 yang dianggap berpengaruh atau memberikan kontribusi terhadap gagasan kebangsaan. Disebut teks karena tidak hanya memilih buku tapi juga pidato, laporan jurnalistik, polemik, renungan, catatan harian, roman dan puisi. Seratus teks yang dipilih Tempo adalah teks yang dianggap bergerak dan mencari jalan di antara dua kutub untuk mendapatkan gagasan Indonesia masa depan. Yakni Imaji Indonesia yang tercipta oleh tarik-menarik antara sesuatu yang eksotik seperti ditulis Raffles (History of Jawa) dan sesuatu yang tragik seperti dideskripsikan Multatuli dalam Max Havelaar sebagai contoh magnum opus pada abad ke 19. Demikian teks yang berisi gagasan penting belum tentu buku yang populer dan dibaca oleh banyak orang. Dalam diskusi internal Tempo disepakati bahwa kriteria pemilihan bukan berdasarkan pada banyaknya pembacanya, melainkan pada isi dan pengaruhnya. Untuk menguatkan kerja jurnalistik ini kemudian Tempo mengundang Taufik Abdullah dan Asvi Warman Adam (sejarawan), Goenawan Mohamad (esais), Parakitri Tahi Simbolon (penulis), Dr Ignas Kleden (sosiolog), dan Putut Widjanarko (pengamat dan penerbit buku) untuk mendiskusikannya Terlepas dari bisanya diperdebatkan 100 teks yang dipilih, Tempo telah menyumbang kepada kita sudut pandang pentingnya peranan gagasan dalam sebuah perubahan sosial, penemuan terus menerus sebuah nation, sebuah kebangsaan yang pada awalnya terbangun karena ketertindasan dan inspirasi kosa kata baru ‘modern’ yang kemudian meletikan kesadaran untuk bangkit, bersatu, berlawan dan berbangsa. Dalam hal ini gagasan-gagasan yang menggerakan kebangkitan nasional, proklamasi kemerdekaan hingga masa depan Indonesia. Terlepas pula dengan subyektifitas Tempo atau proses seleksi yang dasarnya adalah pandangan bahwa Indonesia yang diimpikan adalah Indonesia yang pluralis, kosmopolit dan modern. Mungkin kelompok-kelompok lain bisa punya mimpi yang berbeda yang bila mereka melakukan kerja seperti yang dilakukan Tempo akan menemukan 100 teks yang berbeda. Kedua saya pikir Tempo telah memberikan sumbangan kepada historiografi sejarah Indonesia. Memang setahu saya sudah cukup banyak kajian sejarah yang memeriksa dan menganalisis peranan gagasan/teks dalam sebuah momen atau peristiwa sejarah. Diantaranya yang paling saya suka adalah BACAAN LIAR : BUDAYA DAN POLITIK PADA ZAMAN PERGERAKAN yang ditulis oleh sejarawan Razif. Tulisan ini paling tidak merekam bacaan liar baik itu karya-karya jurnalistik, opini hingga novel dan puisi. Demikian pula membaca perlawanan bacaan kaum pergerakan radikal (kiri) terhadap hegemoni Balai Pustaka dalam sub tema bacaan liar vis a vis Balai Poetaka. Yang dilakukan Tempo walau bisa jadi belum memenuhi syarat keilmiahan studi sejarah, tetapi menyumbang kepada kita sebuah pemahaman tentang teks-teks yang berkontribusi kepada eksistensi kita hari ini dan masa depan. Ada tiga hal menggoda yang muncul dalam benak saya. Pertama terkait opini kritis Parakitri T Simbolon di dalam edisi kebangkitan nasional ini yang kedua terkait tulisan Bre Redana di Kompas 22 September 2008 Nasionalisme di Zaman Konsumsi. Terakhir terkait dengan sudut pandang Razif dalam bacaannya tentang perseteruan bacaan liar dan Balai Pustaka yang menerbitkan Siti Nurbaya, Layar Terkembang, Salah Asoehan, Tenggelamnya Kapal Van der Wyik (ke 4 nya adalah diantara 100 teks Tempo). Dalam Razif disebutkan Balai Pustaka sebagai benteng kolonial menyebut literatuur socialisme sebagai bacaan liar (selain karya-karya jurnalistik, pamplet-pamflet pergerakan di kaji juga novel Hikayat Kadiroen yang ditulis Semaoen dan syair-syair-puisi Mas Marco). Point terakhir ini sebenarnya masih terkait dengan opini kritis Parakitri. Pada bagian akhir tulisannya Negara Tanpa Rakyat, Parakitri menuliskan 'Pergerakan kebangsaan berhasil mencapai Indonesia merdeka, tapi gagal membangkitkan ”rakyat”. Dan mengikuti Van Niel tentang perubahan sosial golongan elite atau the leader group of Indonesian society sebagai landasan sosial Indonesia merdeka, maka sekarang dapat juga dikatakan bahwa negara tanpa rakyat jadi landasan Indonesia merdeka." Dalam artikel ini Parakitri menyoroti hilangnya atau dihilangkannya rakyat dalam historiografi Indonesia oleh para Indonesianis. Baru setelah munculnya karya Takashi Shiraishi, An Age in Motion : Popular Radicalism in Java 1912-1926 (1990) (edisi Indonesianya sudah diterbitkan Grafiti Pers, Zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926), menurut Parakitri ‘rakyatlah yang lebih penting dan jadi sumber keberdayaan. Dimana pergerakan dipandang sebagai gelombang gerak rakyat ketika memperoleh kesadaran baru tentang dunia ini serta merasa dapat mengubah dunia ini serta merasa dapat mengubah dunia dan mengungkapkan kesadaran itu dengan wahana dan bahasa modern.” Parakitri kemudian sampai pada kesimpulan apa yang ada di dalam literatur historiografi itu adalah juga kenyataan tentang Indonesi Merdeka, negara tanpa rakyat jadi landasan Indonesia Merdeka. Spirit dan konteks waktu di dalam teks Siraishi adalah juga spirit dan waktu yang hadir didalam kajian Razif tentang bacaan liar. Dalam prakatanya Siraishi menulis ‘ gerakan rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk surat kabar dan jurnal, rapat dan pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi dan partai, novel, nyanyian, teater dan pemberontakan, merupakan fenomena yang paling mencolok bagi orang Belanda untuk melihat kebangkitan bumiputera pada awal abad XX’. Terkait dengan Balai Pustaka selain sudah disebutkan tentang perannya sebagai benteng kolonial, Razif mengungkap dimana literature Balai Pustaka adalah alat hegemoni yang ampuh. Dimana di dalam teks BP tabu untuk menyingkap eksploitasi yang dilakukan kekuasan kolonial. Malahan yang dominan adalah sikap menyerah terhadap nasib dan mengikuti aturan. Dimana pada umumnya ada penggambaran bagaimana kebaikan melawan kejahatan dan tokoh baiknya melekat atau diwakili tokoh colonial atau pra-kolonial. Disis lain di sisi jahatnya atau lawanya di dalam Siti Nurbaya sebagai satu contoh, Datuk Maringgi digambarkan sebagai tokoh yang luar biasa jahat. Akhirnya Datuk Maringgi sebagai orang yang menentang pajak dan kekuasaan kolonial secara terbuka pupus. Barangkali sudut pandang Parakitri, Shiraishi dan Razif langsung atau tidak langsung adalah pertanyaan nakal untuk Tempo. Walau Tempo pun memilih Pemberontakan Petani Banten karya Sartono yang di pengantarnya disebut dipilih karena membuktikan bukan hanya orang yang terpelajar yang menggerakan sejarah, tapi juga orang kecil. Tempo juga menyebutkan pemberontakan ini adalah referensi gerakan sosial dan petani yang menjadi bibit rasa kebangsaan Indonesia. Juga Tetralogi Pram yang mengangkat periode awal abad XX sebagai awal munculnya Zaman Bergerak walau lebih menonjolkan peran Minke sebagai elite pergerakan, sang pemula. Sang Pemula adalah Tirto Adhi Suryo, demikian Pram dalam karya biografi tokoh ini. Walau seperti diutarakan Pamela Allen Membaca dan Membaca Lagi (Indonesia Tera) paling tidak melalui Jejak Langkah Minke mulai mencari pendekatan efektif untuk mengembalikan agency kepada rakyat, dengan menggunakan tiga strategi utama, organisasi massa, boikot dan praktek penghapusan praktik budaya Jawa yang feodal. Dan Tempo memilih pula Koran Medan Prijaji dengan judul ulasan singkat Tirto dan Koran Pergerakan. Tetapi secara simbolik dapat dikatakan Tirto adalah yang mengawali dan membangun landasan, Marco dengan Dunia Bergeraknya dan Semaoen adalah yang melakukan akselerasi. Demikian pula dalam nuansa yang agak mirip saya ketika menemukan ulasan panjang tentang 11 jilid buku AH Nasution Sekitar Perang Kemerdekaan dan Nasionalisme dan Revolusinya Kahin dalam ulasan pendek, saya lantas teringat Revolusi Pemudanya Ben Anderson, Peristiwa Tiga Daerahnya Anton E. Lucas, Pergolakan Daerahnya Audrey R Kahin. George Mc. T Kahin dalam ulasannya terhadap Revolusi Pemuda menyebutkan Andersen mengungkap soal yang amat penting dan mendalam yakni tentang “bagaimana gerakan untuk mencapai kemerdekaan nasional sering bertentangan dengan usaha untuk melaksanakan revolusi sosial, serta tentang mengapa strategi-strategi untuk mencapai salah satu tujuan ini dapat dengan mudah bertentangan dengan strategi-strategi untuk mencapai tujuan yang lain. Saya pikir dititik inilah soal kesimpulan Parakitri tepat membidik persoalan “negara tanpa rakyat jadi landasan Indonesia merdeka”. Akhirnya saya akan tutup tulisan ini dengan kutipan artikel Bre Redhana : “Inilah lapisan-lapisan tontonan dan simulakrum, bagian depan panggung, front. Para tokoh tampil di televisi, di halaman-halaman koran, di baliho-baliho. Jelas ini bukan zaman Tan Malaka yang ditulis oleh majalah Tempo dengan sangat komprehensif dalam laporan khususnya. Kalau tokoh itu bergerak di belakang layar dengan sejumlah nama samaran dan hidup dalam persembunyian-persembunyian—di situ ia malah melahirkan magnum opus Madilog—maka tokoh-tokoh politik masa kini berlomba-lomba naik panggung, berada di depan layar, mencoba meraih hati publik dalam strategi pencitraan dengan tag line ”win the heart”. Mereka mengedepankan diri dengan senyumnya, dengan jasnya, sampai dengan nomor mobilnya. Kalau dulu pada bagian back atau ”belakang layar panggung” adalah dapur tempat pengolahan gagasan-gagasan kebangsaan, sekarang di bagian itu adalah wilayah agensi, biro iklan, pokoknya bagian bisnis. Mereka mengolah angka, memanipulasi realitas, mematok target. Bisnis telah menjadi panglima, dan nasionalisme—seperti halnya momen-momen lain seperti hari besar keagamaan—menjadi dagangan tahunan. Selamat mengonsumsi nasionalisme”. Atau apa yang dikatakan oleh Bre bahwa generasi atau anak-anak muda sekarang mereka yang berusia 20 sampai 30, adalah generasi yang tidak mempan dengan labelisasi komunis, PKI dan vokabulari mereka adalah Guess, Calvin Klein, Armani dll. Disebutnya juga Che Cuevara yang oleh bapak-bapak dulu dianggap hantu komunis bagi generasi baru adalah ikon mode. Bagaimana mereka memberlakukan 100 teks pilihan Tempo ini? Lalu antara cara pandang Tempo tentang impian Indonesia yang pluralis, kosmopolit dan modern yang diwakili Shiraisi, Razif dan Pemberontakan Petani Banten, saya pikir generasi yang disebutkan Bre itu lebih dekat dengan impian pluralis, kosmopolitan dan modern. Jelas kuasa kapital lebih mudah mengkooptasi gagasan ini dibanding gagasan sama rasa sama ratanya Marco. Jalan yang kutuju amat panas, Banyak duri pun anginnya keras, Tali-tali mesti kami tatas, Palang-palang juga kami papas, Supaya jalannnya SAMA RATA, Yang berjalan pun SAMA me RASA Enak dan senang bersama-sama Yaitu “Sama rasa, sama rata.” (dikutip dari Jaman Bergerak : Mosaik Bacaan Kaoem Pergerakan Tempo Doeloe, penyusun Edi Cahyono) Semoga saya salah. Bravo Tempo!!!!! Salam pembebasan Bebapa Link terkait : Negara Tanpa Rakyat? http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/05/19/LU/mbm.20080519.LU127225.id.html Nasionalisme di Jaman Konsumsi http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/22/00111152/nasionalisme.di.zaman.konsumsi BACAAN LIAR : BUDAYA DAN POLITIK PADA ZAMAN PERGERAKAN http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/tembok-dan-bunga.html Dibawah ini adalah 100 teks pilihan tempo tersebut dan untuk link-link ke artikel Tempo silah mengakses http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/imaji-indonesia-pada-100-teks.html (1) Demokrasi Kita Penerbit: PT Pustaka Antara, Jakarta (1966) (2) Dasar Politik Luar Negeri Indonesia (Mendajung Antara Dua Karang) Penerbit: Penerbitan Negara, Yogyakarta (1946), NV Bulan Bintang (1976 dan 1988) (3) Beberapa Fasal Ekonomi Penerbit: Balai Pustaka (1942), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1954) (4) Di Bawah Bendera Revolusi (Jilid I) Penerbit: Panitya Penerbit, 17 Agustus, 1959 (I), 1963 (II), 1965 (IV), Yayasan Bung Karno, 2005 (V) (5) Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 Penerbit: Sekretariat Negara; jilid pertama, tahun 1959; jilid kedua, 1960, jilid ketiga, 1960 (6) Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 Penerbit: Grafiti Pers Tahun terbit: 1995 (7) Massa Actie in Indonesia Terbit: Desember 1926 (Singapura), 1947 (Jakarta), 1986 (Yayasan Massa, Jakarta) (8) Dari Pendjara ke Pendjara Terbit: 1948 (9) Madilog Terbit: 1943 (10) Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Penerbit: Dinas Sejarah Angkatan Darat dan Penerbit Angkasa, Bandung, 1977, 11 jilid (11) The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia Penerbit: Ithaca: Cornell University Press (1973) (12) Dualistische Economy Penerbit: Leiden: Van Doesburgh (1930) (13) Seni Lukis, Kesenian, dan Seniman Penerbit: Yayasan Aksara Indonesia, Yogyakarta (2000). (14) Nationalism and Revolution in Indonesia Penerbit: Cornell University Press (1952) (15) Indonesian Political Thinking: 1945-1965 Penerbit: Ithaca, New York (1970) (16) The Religion of Java Penerbit: The University of Chicago Press, Chicago, dan The University of Chicago, Ltd., London (1960) (17) Netherlands Indie, A Study of Plural Economy Penerbit: Cambridge: At The University Press dan New York: The Macmillan Company (1944). (18) Capita Selecta Penerbit: Bulan Bintang, Jakarta, (jilid I, 1955) dan Pustaka Pendis, Jakarta, (jilid II, 1955), (jilid I) (19) Indonesia in den Pacific-Kernproblemen van den Aziatischen Penerbit: Penerbit Sinar Harapan (1937) (20) Perubahan Sosial di Yogyakarta Penerbit: Gadjah Mada University Press, 1990 (21) Dasar-dasar Pemikiran Tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun Penerbit: Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta (1973) (22) Manusia dan Kebudayaan di Indonesia Penerbit: Djambatan, Jakarta (1971) (23) Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa Ini Penerbit: Alumni, Bandung (1983) (24) Cultur and Politics in Indonesia Penerbit : Cornell University Press, London 1972) (25) Art in Indonesia: Continuities and Change Penerbit: Cornell University Press, New York (1967) An Introduction to Indonesia Historiography Penerbit: Cornell University, Amerika Serikat, 1965 An Introduction to Indonesia Historiography Penerbit : Cornell University, Amerika Serikat, 1965 (26) Science and Scientists in the Netherlands Indies Penerbit: Board for the Netherlands Indies, Surinam & Curaçao, New York (1945) (27) Alam Asli Indonesia: Flora, Fauna, dan Keserasian Penerbit: Yayasan Indonesia Hijau dan Gramedia (1986) (28) Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan Penerbit: LP3ES, Jakarta (1981) (29) NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru Penerbit: LKiS dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994 (30) Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban) Penerbit: Yayasan Idayu, Jakarta (1981) (31) Catatan Subversif Penerbit: Yayasan Obor Indonesia dan PT Penerbit Gramedia (1987) (32) Pembagian Kekuasaan Negara Penerbit: Aksara Baru (1978) (33) Laporan dari Banaran Penerbit: Sinar Harapan (1960) (34) Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin Penerbit: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (1983) (35) Six Decades of Science and Scientists in Indonesia Penerbit: Naturindo, Bogor (2005) (36) Pemberontakan Petani Benten Penerbit : PT Dunia Pustaka jaya, Jakarta (1984) (37) Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia Penerbit: Fakultas Kedokteran UI (1986) (38) A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia Penerbit: Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Cornell University, Ithaca, New York (1971) (39) 125 Tahun Pendidikan Dokter di Indonesia 1851-1976 Penerbit: Fakultas Kedokteran UI (1976) (40) Ekologi Pedesaan: Sebuah Bunga Rampai Penerbit: CV Rajawali, Jakarta (1982) (41) Di Tepi Kali Bekasi Penerbit : Hasta Mitra Jakarta (1951) (42) Tetralogi Pulau Buru Bumi Manusia (1980); Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Lankah (1985); Rumah Kaca (1988) Penerbit : Hasta Mitra Jakarta (43) Siti Nurbaya Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta (1920) (44) Belenggu Penerbit: Dian Rakyat, Jakarta (1940) (45) Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1948) (46) Surabaya Penerbit : Merdeka Press, Jakarta (1974) (47) Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesai Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta (1949) (48) Layar Terkembang Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1936) (49) Salah Asuhan Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1928) (50) Tenggelamnya Kapal Van der Wijck Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1938) (51) Jalan Tak Ada Ujung Penerbit: PT Dunia Pustaka Djaya, Jakarta (1952) (52) Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei Penerbit: PT Gunung Agung, Jakarta (1954) (53) Revolusi di Nusa Damai Penerbit: Harper & Brother (Revolt in Paradise, 1961), PT Gunung Agung (1964) (54) Bebasari Penerbit: Fasco Djakarta (Cetakan ke-2, 1953) (55) Burung-burung Manyar Penerbit: Djambatan (1981) (56) Sandhyakala Ning Majapahit Penerbit: Pustaka Jaya (1971) (57) Naskah Proklamasi (58) Indonesia Vrij 1928 (dalam buku karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1) (59) Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat Orsi : Menteng Raya 58, Jakarta (2 Januari 1970) (60) Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (61) Garis-Garis Besar Haluan Negara (62) Pidato B.J. Habibie di Bonn, Jerman, pada 14 Juni 1983: Beberapa Pemikiran tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Berkembang (63) Seandainya Aku Seorang Belanda (Als Ik Eens Nederlander Was) . (64) Pidato Lahirnya Pancasila (65) Hasil-hasil Seminar Ekonomi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia 1966 (66) Pidato Nirwan Dewanto Saat Kongres Kebudayaan IV (67) Manifes Kebudayaan (68) Surat Kepercayaan Gelanggang (69) Sumpah Pemuda (70) Maklumat Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin mengenai Kemerdekaan Pers (71) Habis Gelap Terbitlah Terang Penerbit : Balai Pustaka, Jakrta (1922) (72) Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demostran Penerbit : LP3ES Jakarta (1983) (73) Pergolakan Pemikiran Islam Penerbit : LP3ES Jakarta (1981) (74) Polemik Manifesto Politik Publikasi : Harian Rakjat dan Merdeka (3-8 Juli, 1964) (75) Perjuangan Kita Publikasi: Berbentuk pamflet mulai 14 November 1945. Pusat Dokumentasi Politik Guntur menerbitkan ulang pada 2001 (76) Melawan Melalui Lelucon Publikasi: Majalah Tempo 1975-1983. Kumpulan artikel diterbitkan Pusat Data dan Analisa Tempo tahun 2000 (77) Polemik Soetatmo versus Tjipto Publikasi: Pamflet berjudul Nota van Schrieke. Dibukukan Yayasan Obor Indonesia pada 1986 (78) Polemik Kebudayaan Publikasi: Majalah Pujangga Baru (1935) (79) The Integrative Revolution: Primordial Sentiments and Civil Politics in the New States Publikasi: Basic Book, New York (1963) (80) Defisiensi Vitamin B1: Artikel tentang Eijkman dan Hasil Penelitiannya Publikasi: Temuannya memenangkan Nobel pada 1929 (81) Student Indonesia di Eropa Publikasi: Harian Bintang Timoer 1926-1928. Kepustakaan Populer Gramedia membukukannya pada 2000 (82) Pranakan Arab dan Totoknja Publikasi: Harian Matahari, Semarang (1934) (83) Masalah Tionghoa di Indonesia: Asimilasi vs Integrasi Publikasi: Mingguan Star Weekly 6 Februari 1960-25 Juni 1960. Lembaga Pengkajian Masalah Pembauran membukukannya pada 1999 (84) Penduduk dan Kemiskinan Penelitian: Studi kasus di pedesaan Jawa. Diterbitkan oleh Bhratara Karya Aksara (1976) (89) Wiro ”Anak Rimba Indonesia” Penerbit: Liong, Semarang (1956) (90) Keulana Penerbit: Firma Harris, Medan (1959) (91) Matinya Seorang Petani Penerbit: Majalah Indonesia (1955) (95) Tirto dan Koran Pergerakan Koran Medan Prijaji (1907-1912) (96) Sepotong Sejarah Jakarta Kisah-kisah Jakarta Penerbit: PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta (1977) (97) Lawatan ke Pelosok Negeri Catatan di Sumatera Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta (1949) (98) Atlas Indonesia Penerbit : NV Djambatan Jakarta (1952) (99) Ensiklopedia Indonesia Penerbit : W Van Hoove Ltd, Bandung (1955) (100) Kamus Umum Bahasa Indonesia WJS Poerwadarminta Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1952)