Dunia Islam » Khasanah 



Ibnu Battuta Kisah Sang Pengembara 

By Republika Newsroom
Sabtu, 28 Februari 2009 pukul 19:11:00 





Pencapaian Ibnu Battuta yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan 
Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika. 

''Aku tinggalkan Tangier, kampung halamanku, pada Kamis 2 Rajab 725 H/ 14 Juni 
1325 M. Saat itu usiaku baru 21 tahun empat bulan. Tujuanku adalah menunaikan 
ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di 
Madinah,'' kisah Ibnu Battuta - pengembara dan penjelajah Muslim terhebat di 
dunia -- membuka pengalaman perjalanan panjangnya dalam buku catatannya, Rihla.

Dengan penuh kesedihan, ia meninggalkan orangtua serta sahabat sahabatnya di 
Tangier. Tekadnya sudah bulat untuk menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya 
menuju ke Baitullah telah membawanya bertualang dan menjelajahi dunia. Seorang 
diri, dia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia.

''Kehebatan Ibnu Battuta hanya dapat dibandingkan dengan pelancong terkemuka 
Eropa, Marcopolo (1254 M -1324 M),'' ujar Sejarawan Brockelmann mengagumi 
ketangguhan sang pengembara Muslim itu. Selama hampir 30 tahun, dia telah 
mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, 
Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia engah, Asia Tenggara, dan Cina.

Perjalanan panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mencapai 73 ribu 
mil atau sejauh 117 ribu kilometer. Tak heran, bila kehebatannya mampu 
melampaui sejumlah penjelajah Eropa yang diagung-agungkan Barat seperti 
Christopher Columbus, Vasco de Gama, dan Magellan yang mulai berlayar 125 
setelah Ibnu Battuta.

Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu 
Battuta melebihi capaian Marco Polo. Tak heran, bila Sarton geleng-geleng 
kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Battuta yang mampu mengarungi 
lauatan dan menjelajahi daratan sepanjang 73 ribu mil itu. Sebuah pencapaian 
yang tak ada duanya di masa itu.

Lalu siapakah sebenarnya pengembara tangguh bernama Ibnu Battuta itu? Pria 
kelahiran Tangier 17 Rajab 703 H/ 25 Februari 1304 itu bernama lengkap Muhammad 
bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim At-Tanji, bergelar Syamsuddin bin 
Battutah. Sejak kecil, Ibnu Battuta dibesarkan dalam keluarga yang taat menjaga 
tradisi Islam. Ibnu Battuta begitu tertarik untuk mendalami ilmu-ilmu fikih dan 
sastra dan syair Arab.

Kelak, ilmu yang dipelajarinya semasa kecil hingga dewasa itu banyak 
membantunya dalam melalui perjalanan panjangnya. Ketika Ibnu Battuta tumbuh 
menjadi seorang pemuda, dunia Islam terbagi-bagi atas kerajaan-kerajaan dan 
dinasti. Ia sempat mengalami kejayaan Bani Marrin yang berkuasa di Maroko pada 
abad ke-13 dan 14 M.

Latar belakang Ibnu Battuta begitu jauh berbeda bila dibandingkan Marco Polo 
yang seorang pedagang dan Columbus yang benar-benar seorang petualang sejati. 
Meski Ibnu Battuta adalah seorang teologis, sastrawan puis,i dan cendekiawan, 
serta humanis, namun ketangguhannya mampu mengalahkan keduanya.

Meski hatinya berat untuk meninggalkan orang-orang yang dicintainya, Ibnu 
Battuta tetap meninggalkan kampung halamannya untuk menunaikan ibadah haji ke 
Makkah yang berjarak 3.000 mil ke arah Timur. Dari Tangier, Afrika Utara dia 
menuju Iskandariah. Lalu kembali bergerak ke Dimyath dan Kaherah.

Setelah itu, dia menginjakkan kakinya di Palestina dan selanjutnya menuju 
Damaskus. Ia lalu berjalan kaki ke Ladzikiyah hingga sampai di Allepo. Pintu 
menuju Makkah terbuka dihadapannya setelah dia melihat satu kafilah sedang 
bergerak untuk menunaikan ibadat haji ke Tanah Suci. Ia pun bergabung dengan 
rombongan itu. Beliau menetap di Makkah selama dua tahun.

Setelah cita-citanya tercapai, Ibnu Battuta, ternyata tak langsung pulang ke 
Tangier, Maroko. Ia lebih memilih untuk meneruskan pengembaraannya ke Yaman 
melalui jalan laut dan melawat ke Aden, Mombosa, Timur Afrika dan menuju ke 
Kulwa. Ia kembali ke Oman dan kembali lagi ke Makkah untuk menunaikan Haji pada 
tahun 1332 M, melaui Hormuz, Siraf, Bahrin dan Yamama.

Itulah putaran pertama perjalanan yang tempuh Ibnu Battuta. Pengembaraan putara 
kedua, dilalu Ibnu Battuta dengan menjelajahi Syam dan Laut Hitam. I 
lalumeneruskan pengembaraannya ke Bulgaria, Roma, Rusia, Turki serta pelabuhan 
terpenting di Laut Hitam yaitu Odesia, kemudian menyusuri sepanjang Sungai 
Danube.

Ia lalu berlayar menyeberangi Laut Hitam ke Semenanjung Crimea dan mengunjungi 
Rusia Selatan dan seterusnya ke India. Di India, ia pernah diangkat menjadi 
kadi. Dia lalu bergerak lagi ke Sri Langka, Indonesia, dan Canton. Kemudian 
Ibnu Battuta mengembara pula ke Sumatera, Indonesia dan melanjutkan perjalanan 
melalui laut Amman dan akhirnya eneruskan perjalanan darat ke Iran, Irak, 
Palestina, dan Mesir.

Beliau lalu kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah hajinya yang ke tujuh 
pada bulan November 1348 M. Perjalanan putaran ketiga kembali dimulai pada 753 
H. Ia terdampar di Mali di tengah Afrika Barat dan akhirnya kembali ke Fez, 
Maroko pada 1355 M.

Ia mengakhiri cerita perjalannya dengan sebuah kalimat, ''Akhirnya aku sampai 
juga di kota Fez.'' Di situ dia menuliskan hasil pengembaraannya. Salah seorang 
penulis bernama Mohad Ibnu Juza menuliskan kisah perjalanannya dengan gaya 
bahasa yang renyah. Dalam waktu tiga bulan, buku berjudul Persembahan Seorang 
pengamat tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumka, 
diselesaikannya pada 9 Desember 1355 M.

Secara detail, setiap kali mengunjungi sebuah negeri atau negara, Ibnu Battuta 
mencatat mengenai penduduk, pemerintah, dan ulama. Ia juga mengisahkan kedukaan 
yang pernah dialaminya seperti ketika berhadapa dengan penjahat, hampir pingsan 
bersama kapal yang karam dan nyaris dihukum penggal oleh pemerintah yang zalim. 
Ia meninggal dunia di Maroko pada pada tahun 1377 M. Kisah pencapaian Ibnu 
Battuta yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis 
saat menjajah benua Afrika. Buktinya, Barat baru mengetahui kehebatannya 
setelah tiga abad meninggalnya sang pengembara.

Dari Tangier ke Samudera Pasai
Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Battuta sempat membuatnya 
terdampar di Samudera Pasai - kerajaan Islam pertama di Nusantara pada abad 
ke-13 M. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu 
singgah di bumi Serambi Makkah selama 15 hari.

Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battuta melukiskan Samudera Pasai dengan 
begitu indah. ''Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan 
indah,'' tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan penjelajah kondang 
asal Maroko itu mendapat sambutan hangat dari para ulama dan pejabat Samudera 
Pasai.

Ia disambut oleh pemimpin Daulasah, Qadi Syarif Amir Sayyir al-Syirazi, Tajudin 
al-Ashbahani dan ahli fiqih kesultanan. Menurut Ibnu Battuta, kala itu Samudera 
Pasai telah menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Penjelajah 
termasyhur itu juga mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera 
Pasai.

''Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat 
mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke 
masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan 
rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,'' kisah Ibnu 
Battuta.

Menurut Ibnu Battuta, penguasa Samudera Pasai itu memiliki ghirah belajar yang 
tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat 
studi Islam yang dibangun dii lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara 
ulama dan elit kerajaan. Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan 
kakinya di 44 negara, dalam kitab yang berjudul Tuhfat al-Nazhar, Ibnu Battuta 
menuturkan telah bertemu dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar 
biasa.

Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu Battuta itu antara lain; raja Iraq yang 
dinilainya berbudi bahasa; raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah; raja 
Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia; raja Turki dikaguminya karena gagah 
perkasa; Raja Romawi yang sangat pemaaf; Raja Melayu Malik Al-Zahir yang 
dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.

Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu 
Battuta akhirnya melanjutkan perjalannnya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. 
Catatan perjalanan Ibnu Battuta itu menggambarkan pada abad pertengahan, 
peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.

Abadi di Kawah Bulan
Nama besar dan kehebatan Ibnu Battuta dalam menjelajahi dunia di abad 
pertengahan hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat Islam saja yang 
mengakui kehebatannya, Barat pun mengagumi sosok Ibnu Battuta. Tak heran, 
karya-karyanya disimpan Barat.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, International Astronomy Union 
(IAU) mengabadikan Ibnu Battuta menjadi nama salah satu kawah bulan. Bagi orang 
Astronomi, Ibnu Battuta bukan hanya seorang pengembara dan penjelajah paling 
termasyhur, namun juga sebuah kawah kecil di bulan yang berada di Mare 
Fecunditas.

Kawah Ibnu Battuta terletak di Baratdaya kawah Lindenbergh dan Timurlaut kawah 
bulan terkenal Goclenius. Di sekitar kawah Ibnu Battuta tersebar beberapa 
formasi kawah hantu. Kawah Ibnu Battuta berbentuk bundar dan simetris. Dasar 
bagian dalam kawah Ibnu Battuta terbilang luas. Diameter kawah itu mencapai 11 
kilometer. Dasar kawah bagian dalamnya terbilang gelap, segelap luarnya. Kawah 
Ibnu Battuta awalnya bernama Goclenius A. Namun, IAU kemudian memberinya nama 
Ibnu Battuta.

Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Battuta juga diabadikan dan dikenang 
masyarakat Dubai lewat sebuah mal atau pusat perbelanjaan bernama Ibnu Battuta 
Mall. Di sepanjang koridor mal itu dipajangkan hasil penelitian dan penemuan 
Ibnu Battuta. Meski petualangan dan pengembaraannya telah berlalu enam abad 
silam, namun kebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang. 
Penulis : heri ruslan    
REPUBLIKA - Rabu, 27 Februari 2008 


 
Salam,
 
 
Kamal
 


      

Kirim email ke