http://www.harianterbit.com/artikel/fokus/artikel.php?aid=55213


Keluarga Amrozi Protes Wartawan Media Elektronik
      Tanggal :  02 Nov 2008 
      Sumber :  Harian Terbit 


JAKARTA - Keluarga Amrozi di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa 
Timur, memprotes wartawan media elektronika, karena dianggap terlalu berlebihan 
mengeksploitir keluarganya.

Kepala Desa Tenggulun, Abu Sholeh (40), Minggu, kepada wartawan menyatakan 
keluarga Amrozi selain memprotes pemberitaan media elektronika, juga langsung 
mengadu kepada Polsek Solokuro dan aparat desa. 
Protes juga disampaikan kepada wartawan yang bersangkutan.

Dalam pengaduannya, keluarga Amrozi meminta wartawan agar tak mengeksploitir 
keluarganya, terutama ibunya, Ny. Tariyem, karena sudah tua. Di samping itu, 
hingga sekarang ini jadwal pelaksanaan eksekusi Amrozi cs masih belum jelas.

"Permintaannya kami diminta menyuruh wartawan yang ada pergi dari desa," 
katanya.

Menurut dia, keluarga Amrozi sebenarnya tidak keberatan dengan pemberitaan 
media elektronika, cetak dan radio, baik dalam dan luar Negeri. Tetapi, setelah 
Ny. Tariyem yang sedang bekerja di ladang menjadi pemberitaan media 
elektronika, akhirnya keluarga Amrozi menjadi keberatan.

Namun demikian, kata Abu, dirinya mengaku tidak bisa melarang wartawan yang 
jumlahnya puluhan, lengkap dengan kendaraan bermotor dan peralatan, untuk tidak 
meliput.

"Sikap desa hanya sebatas menertibkan wartawan yang berdatangan ke desa kami, 
agar tidak menggangu kegiatan sehari-hari masyarakat," katanya menjelaskan. 

Dia mencontohkan, puluhan kendaraan roda empat wartawan yang diparkir di jalan 
desa setempat malang melintang sempat menimbulkan protes warga. Sebab, warga 
yang membawa sapi atau cikar sapi tidak bisa atau berani lewat di jalanan itu.

"Kalau sekarang sudah tertib, karena kendaraannya masuk ke halaman sekolahan," 
katanya.

Menurut dia, kendaraan wartawan yang diparkir di halaman sekolahan, kalau hari 
ini masih belum menimbulkan masalah, karena libur. Tetapi, ketika hari mulai 
masuk sekolah lagi akan menimbulkan masalah baru.

"Guru-guru sudah mulai mengeluh siswanya, baik TK, SD dan MTs tidak bisa 
konsentrasi karena melihat adanya wartawan," katanya.

Sementara itu, Mualim, keluarga Amrozi, menyatakan kedatangan wartawan di Desa 
Tenggulun, juga memancing warga desa tetangga, mulai Desa Payaman, Sugihan dan 
Desa Sendang di Kecamatan Paciran, berdatangan untuk melihat kedatangan puluhan 
wartawan yang berkumpul di Tenggulun.

"Sejak kemarin warga lain desa berdatangan dengan naik sepeda motor, mirip 
rekreasi saja, "katanya, dengan nada prihatin. 

Butuh keajaiban untuk menunda eksekusi mati Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra 
yang semakin dekat. Sejak ketiganya menghuni sel isolasi Jumat siang lalu 
(31/10), sejumlah persiapan lanjutan dimatangkan. Namun, pihak Amrozi tidak 
begitu saja menyerah dan tetap melakukan upaya perlawanan hukum luar biasa 

Selain datang ke Nusakambangan besok (Senin, 3/11), pihak keluarga juga akan 
mendaftarkan peninjauan kembali (PK). Ini berbeda dengan tiga PK sebelumnya 
yang diajukan TPM (Tim Pengacara Muslim) dan Amrozi cs. Soal hak keluarga 
mengajukan PK diatur dalam pasal 263 ayat 1 KUHAP. Untuk Amrozi dan Mukhlas, 
permohonan itu ditandatangani kakaknya, Djafar Sodiq.

"Untuk helipad, seratus persen siap. Dari semula menampung satu helikopter, 
kini bisa langsung didarati dua helikopter," kata sumber Jawa Pos di lingkungan 
Nusakambangan kemarin (1/11). Rencananya, jenazah Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam 
Samudra akan diangkut dengan helikopter ke kampung halaman masing-masing. 
Amrozi dan Ali Ghufron ke Lamongan, Jatim, sedangkan Imam Samudra ke Serang, 
Banten.

Masalah yang belum terpecahkan adalah soal penerangan untuk helipad. 
"Skenarionya, meski ditembak malam atau menjelang dini hari, tetap saja 
diterbangkan menjelang hari terang," tambahnya.

Lalu, mengapa Nirbaya dipilih sebagai lokasi eksekusi Amrozi cs? Sebab, aparat 
tak punya banyak pilihan di Nusakambangan. Pasalnya, lokasi eksekusi harus 
mempunyai syarat tanahnya datar dan lapang, dekat jalan untuk mobilitas 
kendaraan, dan harus jauh dari keramaian, baik rumah sipir, apalagi lapas. 
"Kita tak ingin suara tembakan terdengar napi lain, khususnya napi hukuman 
mati. Itu bisa membuat suasana pascaeksekusi tidak kondusif," tambah sumber 
yang lain.

Karena alasan itu, maka lokasi Pantai Pasir Putih yang pada 1980-an dijadikan 
tempat untuk mengeksekusi Mbah Kamil (kasus perampokan disertai pembunuhan) 
dicoret dari daftar. Pasalnya, di dekat lokasi itu kini berdiri Lapas Super 
Maksimum Security atau Lapas Pasir Putih yang sempat rusuh Juni lalu. "Hingga 
pilihannya hanya Nirbaya. Rumputnya sudah dipangkas, tinggal pasang 
tonggaknya," imbuhnya. Kejari Cilacap telah menyurvei tempat itu pertengahan 
Oktober lalu. Lapas Nirbaya yang merupakan tinggalan Belanda itu ditutup sejak 
1986 karena tidak layak huni.(idk/ant/tim

Kirim email ke