· ‘Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman’ itulah kebenaran yang selayaknya diamini oleh siapapun yang mengaku diri sebagai orang beriman. Ibu Teresa dari Calcuta-India ketika memperoleh hadiah Nobel Perdamaian menjadi sorotan dan perhatian dunia, khususnya para wartawan. Ada seorang wartawan yang mewancarai Ibu Teresa, antara lain pertanyaan demikian: “Banyak orang melihat dan mengakui ibu sebagai santa yang masih hidup alias orang suci. Menurut ibu suci itu apa?” . Dengan rendah hati dan lemah lembut Ibu Teresa menjawab:”Orang suci itu bagaikan lobang kecil dimana orang melalui lobang tersebut dapat melihat siapa itu Tuhan, siapa sesama manusia dan apa itu harta benda”. Kiranya melalui Ibu Teresa, apa yang ia katakan dan lakukan, kita dapat dan mengimani bahwa Tuhan itu Mahakasih dan Mahamurah, manusia adalah gambar atau citra Allah, sedangkan harta benda adalah sarana untuk menolong kita agar mampu mengimani Tuhan Mahamurah dan Mahakasih serta menghayati setiap manusia sebagai gambar atau citra Allah, untuk menjadikan kita semakin beriman, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Perempuan sebagaimana diceriterakan dalam Warta Gembira hari ini adalah pendosa yang telah menerima kasih pengampunan Tuhan, maka ia mempersembahkan kepada Tuhan apa yang sangat berharga di mata dunia. Maka marilah kita mawas diri: apa atau siapa saja yang dinilai sangat berharga di dunia ini dan apakah yang sangat berharga tersebut dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan. Ada rumor: ketika ada seorang gadis atau perawan diperkosa oleh lelaki hidung belakang berarti lelaki tersebut telah merenggut apa yang sangat berharga dan terhormat bagi sang gadis atau perawan, sebaliknya jika seorang gadis atau perawan dengan mudah menyerahkan kegadisannya alias berhubungan seks maka dikatakan ia telah menjual kehormatannya. Maka rasanya apa yang sangat berharga dalam diri kita adalah ‘alat kelamin’, vagina atau penis, maka hendaknya jangan dengan mudah mencari kenikmatan seksual dengan free-sex melainkan dengan dan dalam kasih dan iman, yang berarti sungguh mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui lain jenis, bukan hanya bagian kecil dari tubuh yaitu ‘alat kelamin’, sebagai suami-isteri. Dengan demikian melalui dan dengan anggota tubuh yang lemah tersebut kita semakin beriman dan selamat. · “Karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1Kor 15:10), demikian kesaksian iman Paulus, Rasul Agung, kepada umat di Korintus, kepada kita semua orang beriman. Dalam, karena dan oleh kasih karunia Allah Paulus bekerja keras mewartakan kabar baik, apa yang baik dan menyelamatkan, kepada semua orang, tanpa pandang bulu. Semakin menyadari dan menghayati kasih karunia Allah yang melimpah ruah berarti semakin giat dan bekerja keras mewartakan kebaikan, itulah kebenaran iman yang harus kita hayati dan sebarluaskan. Rasanya jika masing-masing dari kita berani mawas diri dengan jujur dan terbuka, masing-masing dari kita telah menerima kasih karunia Allah melimpah ruah, yang telah kita terima melalui orangtua kita masing-masing, kakak-adik dan saudara-saudari kita. Marilah kita imani dan hayati dengan baik dan benar kasih karunia Allah tersebut, agar kita dimanapun dan kapanpun melalui cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa mewartakan apa yang baik dan menyelamatkan; kita menjadi pewarta-pewarta kabar baik atau kabar gembira. Semoga kasih karunia Allah yang telah dicurahkan kepada kita tidak menjadi sia-sia, tetapi membuat kita menjadi pekerja-pekerja keras dalam mewartakan apa yang baik dan menyelamatkan. Jakarta, 18 September 2008