Tulisan ini juga disajikan di website http://umarsaid.free.fr/

Kisah-kisah menyedihkan para ibu

korban peristiwa 1965

  (bahan renungan ke-5 untuk memperingati 44 tahun 30 September 1965)

Ketika memperingati 44 tahun 30 September 1965 seyogianyalah kita semua
tidak melupakan kepada banyaknya penderitaan, kepahit-getiran, kesedihan,
atau kesengsaraan yang dialami oleh para ibu, istri para korban pembunuhan
besar-besaran di seluruh tanah-air dan istri para eks-tapol. Sebab, patut
selalu diingat bahwa korban pembunuhan massal yang berkaitan dengan
peristiwa 1965 berjumlah jutaan (bahkan 3 juta menurut Sarwo Edhie)
sedangkan jumlah orang yang pernah ditahan di seluruh Indonesia adalah
sampai 1,9 juta orang (menurut Kopkamtib).

Besarnya jumlah orang-orang yang dibunuhi secara massal itu, ditambah pula
dengan banyaknya orang-orang yang pernah ditahan  -- secara sewenang-wenang
! --merupakan peristiwa besar bersejarah yang penting untuk selalu dikenang
oleh seluruh bangsa kita, termasuk anak-cucu kita di kemudian hari.

Apalagi, kalau kita ingat bahwa sebagai akibat dibunuhinya jutaan orang dan
ditahannya begitu banyak eks-tapol, dengan sendirinya ada juga jutaan para
ibu ( istri para korban pembunuhan dan istri para eks-tapol) yang mengalami
banyak sekali berbagai macam penderitaan berkepanjangan yang sangat
menyedihkan. Sebab, kebanyakan para ibu (istri para korban 65 dan istri para
eks-tapol itu bersama anak-anak mereka)  terpaksa ditinggalkan suami secara
mendadak, tanpa persiapan, dan tanpa sarana untuk hidup. Berapa jumlah
mereka, sulitlah dikatakan dengan pasti, walaupun kiranya dapat diduga
sampai puluhan juta.

Sudah sejak beberapa waktu yang lalu mulai dapat didengar kisah-kisah yang
menyedihkan dari para istri yang ditinggalkan para suami mereka akibat
pergolakan politik waktu itu. Sebagai kebiasaan keluarga Indonesia, mereka
itu kebanyakan mempunyai anak, dua tiga orang, bahkan ada yang sampai 6
orang.  Dapat dibayangkan betapa beratnya tanggungan hidup para ibu-ibu ini,
yang harus menghidupi anak-anak mereka tanpa suami. Dan begitu itu pun
banyak yang sampai bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun.

Itulah sebabnya terdengar juga kisah-kisah nyata menyedihkan, yang
menceritakan bahwa banyak ibu-ibu yang terpaksa menitipkan anak-anak mereka
kepada orang tua mereka, atau saudara-saudara mereka (itupun kalau mau, atau
kalau berani menerimanya). Ada yang karena mempunyai anak banyak, maka
terpaksa dititipkan terpisah-pisah. Banyak ibu-ibu yang tega hati untuk
berpisah dengan anak-anak kesayangan mereka, karena dipaksa oleh keadaan
atau berbagai pertimbangan (karena tidak bisa memberi makan dan menjaga
kesehatan mereka, atau karena keamanan, atau terpaksa kawin lagi,
umpamanya).

Namun, banyak juga kisah-kisah yang menampilkan ibu-ibu istri para korban
pembunuhan 65 dan istri para eks-tapol, yang dengan tekad teguh yang
mengagumkan, berjuang dengan susah-payah dan dengan segala jalan dan cara,
untuk bisa terus hidup dan menghidupi anak-anak mereka, yang ditinggalkan
oleh ayah-ayah yang dibunuh atau ditahan.

Bahan pendidikan  untuk seluruh bangsa

Karena besarnya jumlah istri para korban pembunuhan dan istri para
eks-tapol, dan tersebarnya mereka itu di banyak tempat di Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku dll dll, maka dengan sendiriya banyak
sekali berbagai macam kisah mereka yang bisa diangkat.

Kisah penderitaan para ibu sebagai akibat peristiwa 65 adalah khasanah
bangsa yang sangat berharga dan penting sekali. Kisah-kisah ini bisa
merupakan bahan yang ideal sekali untuk pendidikan bangsa di bidang politik,
moral atau kehidupan bermasyarakat.

Mengingat luasnya dan besarnya penderitaan kaum  istri para korban
pembunuhan 65 dan istri para eks-tapol – beserta anak-anak mereka --, dan
mengingat pula jangka waktu yang begitu lama  (beberapa puluh tahun!), maka
kiranya bisa dikatakan bahwa kisah-kisah mereka ini merupakan sumbangan
besar sekali bagi bangsa, termasuk generasi kita yang akan datang. Tidak
banyak rakyat di dunia yang mempunyai khasanah yang mengandung isi
pendidikan serta bahan sejarah sosial yang sebesar atau seluas kisah-kisah
jutaan para ibu Indonesia,  istri para korban 65 dan istri para eks-tapol
itu.

Hukuman yang berkepanjangan bagi keluarga

Kalau dipandang secara jauh dan luas, maka bisa disimpulkan bahwa
kisah-kisah para  istri para korban peristiwa 65 (dan bermacam-macam kisah
menyedihkan lainnya) adalah milik bersama seluruh bangsa, dan bukannya hanya
milik keluarga para korban saja. Dan bukan pula hanya milik golongan kiri
pendukung Bung Karno, atau anggota PKI dan simpatisan-simpatisannya saja.
Bahkan, segala jenis penentang politik Bung Karno dan segala macam orang
atau kalangan yang anti- PKI pun, seharusnya juga ikut merasakan kepedihan,
kesengsaraan, penderitaan, kesedihan, para ibu yang jumlahnya begitu besar
itu. Karena, penderitaan puluhan juta para ibu-ibu dalam jangka waktu yang
begitu adalah merupakan aib besar seluruh  bangsa Indonesia. Artinya,
terutama aib juga bagi para pendukung Orde Baru.

Adalah hak seseorang untuk tidak menyetujui politik Bung Karno atau anti
PKI, namun bersikap acuh-tak-acuh terhadap kesengsaraan besar dan yang
berkepanjangan yang diderita oleh jutaan para istri korban 65 ( bersama
anak-anak mereka !) adalah sikap yang betul-betul tidak manusiawi, tidak
mencerminkan iman yang benar, dan bertentangan dengan moral yang beradab.
Sebab, sebagian terbesar dari para istri korban 65 itu (Harap sekali lagi
ingat : bersama anak-anak mereka !) adalah sama sekali tidak bersalah
apa-apa.

Adalah tidak adil, dan  tidak bisa dibenarkan sama sekali, bahwa mereka
harus menderita penyiksaan berkepanjangan begitu lama --  yang berupa
berbagai penderitaan dan kesengsaraan -- hanya karena bersuami dengan
orang-orang yang dibunuh serta dipenjarakan (yang kebanyakan juga tidak
berdosa apa-apa sama sekali). Dengan begini bisa diartikan bahwa para istri
korban 65 (bersama anak-anak mereka) juga ikut dihukum, dan dalam jangka
lama pula, walaupun tidak bersalah apa-apa.

Mempersoalkan kasus korban 65 adalah berguna sekali

Kalau menurut nalar yang sehat, membunuh atau memenjarakan (dalam jangka
lama ) jutaan suami atau bapak anak-anak (yang tidak bersalah apa-apa !)
saja sudah merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa besarnya. Apalagi
kalau ditambah dengan menyengsarakan atau menyiksa dalam jangka lama sekali
para istri mereka yang begitu banyak. Jelaslah bahwa hal yang demikian
merupakan kejahatan yang lebih besar lagi, bahkan berlipat ganda. Inilah
yang pernah terjadi di Indonesia pada masa lalu yang belum lama, yang
sisa-sisa akibatnya masih bisa dijumpai sampai sekarang ini di banyak tempat
di seluruh negeri.

 Oleh karenanya, setiap orang Indonesia yang berfikiran waras, atau berhati
manusiawi, atau beriman yang benar, pastilah akan menganggap bahwa keadaan
yang begitu itu adalah merupakan aib besar kita semua, tidak peduli apakah
tergolong  pendukung atau penentang Orde Baru. Sebab, para istri korban 65
adalah sesama ummat manusia, dan sesama warganegara Republik Indonesia,
seperti orang lainnya. Ini merupakan urusan seluruh bangsa.

Itulah sebabnya maka persoalan keluarga korban pembunuhan dan keluarga
eks-tapol, yang sebagian terbesar sampai sekarang masih belum terselesaikan
(sesudah 44 tahun terjadinya peristiwa 65 dan sesudah lebih dari 11 tahun
jatuhnya Suharto) tetap perlu diangkat.  Mengangkat terus atau mempersoalkan
pembunuhan besar-besaran dan penahanan begitu banyak orang tidak bersalah –
ditambah penyiksaan berkepanjangan para istri dan anak-anak mereka – adalah
berguna sekali sebagai pelajaran dan peringatan untuk kita semua, termasuk
generasi yang akan datang.

Karenanya, segala macam kegiatan kolektif dari berbagai kalangan masyarakat
untuk mengangkat kembali  peristiwa yang merupakan noda atau aib besar
bangsa kita ini justru hanya akan mendatangkan kebaikan bagi bangsa
seluruhnya. Hanyalah orang-orang atau kalangan yang berpandangan picik,
bernalar cupet, dan beriman tidak sehatlah yang tidak menyetujui
dibongkarnya segala penyakit yang merusak tubuh bangsa  dan dihapuskannya
segala najis yang mengotori sejarah bangsa kita.

Kalau makin terlambat, kita akan menyesal

Mengingat itu semuanya, seyogianyalah  kita bersama-sama berusaha mendorong
lebih kuat lagi lahirnya berbagai karya (tulisan, lukisan, puisi, atau
sekadar catatan), baik yang dihasilkan sendiri oleh para ibu korban
pembunuhan 65 dan istri para eks-tapol, maupun yang dibuat oleh berbagai
kalangan lainnya (umpamanya : wartawan, penulis, sejarawan, mahasiswa, atau
siapa saja yang mau), yang mengangkat kisah-kisah para istri korban
peristiwa 65 dan para korban lainnya pada umumnya.

Memang, selama ini sudah muncul juga berbagai buku atau pamflet yang berisi
kisah-kisah mengenai pengalaman penderitaan  kaum ibu para istri korban
pembunuhan 65 dan istri para eks-tapol. Namun, dibanding dengan besarnya
skala kasus mereka yang sebenarnya, apa yang sudah diterbitkan itu adalah
masih sedikit sekali. Sangat sangat sedikit.

Perlu menjadi perhatian kita semua bahwa kebanyakan istri para korban 65 itu
sudah lanjut usia, bahkan sudah terlalu lanjut sekali. Yang masih hidup
makin banyak sekali berkurang. Karena itu sudah banyak kisah-kisah yang
berharga untuk dijadikan peninggalan sejarah sudah tidak bisa kita himpun
lagi. Sekarang ini masih ada sisa-sisanya, dan masih belum terlambat untuk
menggalinya dengan berbagai cara dan bentuk. Tetapi, sebentar lagi sudah
terlambat, dan khasanah penting ini akan ikut terkubur dalam makam mereka
masing-masing. Hal yang demikian itu akan menjadi penyesalan besar kita
bersama. Kita semuanya akan kehilangan banyak bahan berharga bagi sejarah
bangsa.

Posisi istri para korban 65 kuat di berbagai bidang

Perlu diusahakan bersama-sama supaya bisa digali sebanyak mungkin
kisah-kisah nyata atau pengalaman dari istri para korban 65 yang masih hidup
sekarang ini, atau didorong mereka untuk bersuara, dengan macam-macam cara.
Perlulah kiranya menjadi kesadaran bagi mereka (dan juga kita semua) bahwa
tidak perlu takut-takut lagi untuk mengemukakan apa-apa saja  yang terjadi
sebenarnya. Sebab, kalau dipandang dari berbagai segi secara serius, maka
bisalah dikatakan bahwa posisi para istri para korban 65 adalah di fihak
yang kuat, baik dalam segi hukum dan keadilan, maupun dalam segi politik dan
juga moral. Karena itu mereka berhak mengeluarkan suara lantang, dan
menuntut keadilan, demi kebaikan bangsa.

Memang, kadang-kadang, tidak mudah bagi mereka untuk bisa menceritakan apa
yang mereka alami. Karenanya, tidak perlulah dituntut dari mereka sesuatu
yang terlalu muluk-muluk. yang serba bagus penampilannya atau penyajiannya.
Yang paling  utama adalah supaya berdasar kebenaran dari kenyataan.
Kebesaran, keindahan dan kekuatan  dari isi kisah-kisah itu justru terletak
di kebenaran.

Paris 16 September 2009

A. Umar Said

* * *

PS Harap baca juga :

Kepala Ayah Dipenggal di Depan Mataku

Suara segar korban peristiwa 65

PARA KORBAN PERISTIWA 65 BERHAK MENGGUGAT !












.










Kirim email ke