*komentar : banyak orang yang ahli dan pintar dari bangsaku ini tapi kok
Negaranya ngga maju-maju..??? *


Liem Tiang Gwan, Ahli Radar dari Semarang

Tonny D Widiastono

Anda yang pernah atau berkali-kali mendarat di Bandara Heathrow,
London, Inggris, barangkali tidak mengetahui bahwa radar (radio
detection and ranging) yang digunakan untuk memantau dan memandu
naik-turunnya pesawat dirancang oleh putra Indonesia kelahiran
Semarang. Selain itu, banyak negara di Eropa serta militer menggunakan
jasanya untuk merancang radar pertahanan yang pas bagi negaranya.

Itulah Liem Tiang-Gwan, yang selama puluhan tahun bergelut dan malang
melintang dalam dunia antena, radar, dan kontrol lalu lintas udara.
Maka, bagi mereka yang biasa berkecimpung dalam dunia itu, pasti tidak
asing dengan pria kelahiran Semarang, 20 Juni 1930, ini.

Namanya sudah mendunia dalam bidang radar, antena, dan berbagai
seluk-beluk sistem gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk
mendeteksi, mengukur jarak, dan membuat peta benda-benda, seperti
pesawat, kendaraan bermotor, dan informasi cuaca.

"Sekolah saya dulu berpindah-pindah. Saya pernah di Jakarta, lalu di
Taman Siswa Yogyakarta, kemudian menyelesaikan HBS (Hoogere
Burgerschool) di Semarang tahun 1949. Setelah itu, saya masuk Institut
Teknologi Bandung dan meraih sarjana muda tahun 1955. Saya melanjutkan
studi di Technische Universiteit (TU) Delft, lulus tahun 1958," ujar
pria yang kini berusia 78 tahun dan bermukim di kota Ulm, negara
bagian Bavaria, Jerman.

"Lalu saya ke Stuttgart dan bekerja sebagai Communication Engineer di
Standard Elektrik Lorenz, yang sekarang dikenal dengan nama Alcatel,"
kata Liem.

Meskipun sudah bekerja dan mendapatkan posisi yang lumayan, Liem muda
masih berkeinginan untuk kembali ke Tanah Air. Ia masih ingin
mengabdikan diri di Tanah Air. Maka, tahun 1963 ia memutuskan keluar
dari tempatnya bekerja di Stuttgart dan kembali ke Indonesia.

"Apa pun yang terjadi, saya harus pulang," ujarnya mengenang.

Hidup berubah

Niat untuk kembali ke Tanah Air sudah bulat. Barang-barang pun
dikemas. Seluruh dana yang ada juga dia bawa serta. Liem muda menuju
pelabuhan laut untuk "mengejar" kapal yang akan menuju Asia dan
mengantarnya kembali ke Tanah Air. Kapal, itulah sarana transportasi
yang paling memungkinkan karena pesawat masih amat terbatas dan elitis.

Namun, menjelang keberangkatan, Liem mendapat kabar bahwa Indonesia
sedang membuka konfrontasi dengan Malaysia. Karena itu, kapal yang
akan ditumpangi tidak berani merapat di Tanjungpriok, Jakarta. Kapal
hanya akan berlabuh di Thailand dan Filipina. Maka, bila Liem masih
mau kembali ke Indonesia, ia harus turun di salah satu pelabuhan itu.

"Saat itu saya benar-benar bingung. Bagaimana ini? Ingin pulang,
tetapi tidak bisa sampai rumah, malah terdampar di negeri orang. Saya
memutuskan untuk membatalkan kepulangan. Seluruh koper dan barang
bawaan diturunkan lagi, padahal saat itu uang sudah habis. Tetapi dari
sinilah, seolah seluruh hidup saya berubah. Saya kembali lagi bekerja
di Stuttgart sebagai Radar System Engineer di AEG-Telefunken.
Perusahaan ini sekarang menjadi European Aeronautic Defence and Space
(EADS)," katanya.

Sejak itu, karier Liem di bidang gelombang elektromagnetik dan dunia
radar semakin berkibar. Setelah bekerja di EADS, ia diminta menjadi
Kepala Laboratorium Radarsystem-theory tahun 1969-1978, disusul
kemudian Kepala Seksi (bagian dari laboratorium), khusus menangani
Systemtheory and Design, untuk sistem radar, pertahanan udara, dan
Sistem C3 (Command Control Communication). Sebelum pensiun pada tahun
1995, Liem masih menjabat sebagai Kepala Departemen Radar
Diversifications and Sensor Concepts.

"Meski sudah pensiun, hingga tahun 2003 saya masih diminta menjadi
consulting engineer EADS," tambahnya.

Paten

Perannya yang amat besar dalam bidang radar, sensor, dan gelombang
elektromagnetik membawa Liem untuk mematenkan sejumlah temuannya.
Puluhan temuannya diakui berstandar internasional, kini sudah dipatenkan.

"Yang membuat saya tergetar, ketika menyiapkan Fire Control and
Battlefield Radars, Naval Fire Control Radar dan sebagainya. Ini kan
untuk perang dan perang selalu membawa kematian. Juga saat saya
merancang MSAM Systems: Hawk Successor; Airborne High Vision Radar dan
sebagainya," kata Oom Liem.

Dia menambahkan, "Saya sendiri sudah tidak ingat lagi berapa rancangan
radar, antena, dan rancangan sinyal radar yang sudah saya patenkan.
Itu bisa dibuka di internet."

Indonesia

Secara sederhana, ilmu tentang elektro yang pernah ditekuni selama
belajar, coba dikembangkan oleh Om Liem. Dalam sistem gelombang radio
atau sinyal, misalnya, ketika dipancarkan, ia dapat ditangkap oleh
radar, kemudian dianalisis untuk mengetahui lokasi bahkan jenis benda
itu. Meski sinyal yang diterima relatif lemah, radar dapat dengan
mudah mendeteksi dan memperkuat sinyal itu.

"Itu sebabnya negeri sebesar Indonesia, yang terdiri dari banyak
pulau, memerlukan radar yang banyak dan canggih guna mendeteksi apa
pun yang berseliweran di udara dan di laut. Mata telanjang mungkin
tidak bisa melihat, apalagi dengan teknologi yang semakin canggih,
pesawat bisa melintas tanpa meninggalkan suara. Semua itu bisa
dideteksi agar Indonesia aman," tambah Liem.

Akan tetapi, berbicara mengenai Indonesia, Liem lebih banyak
diingatkan dengan sejumlah kawan lama yang sudah sekian puluh tahun
berpisah. "Tiba-tiba saja saya teringat teman-teman lama, seperti
Soewarso Martosuwignyo, Krisno Sutji, dan lainnya. Saya tidak tahu,
mungkinkah saya bertemu mereka lagi?" ujarnya sambil menerawang jauh
melalui jendela kaca di perpustakaan pribadinya.

Sumber:
Kompas.com

-- 
Aldo Desatura (R) & (c)

========
" Lebih mudah memaafkan orang yang salah daripada yang benar .... "

Kirim email ke