Refleksi: Bayangkan saja kalau ada calon independen yang tidak pernah korupsi 
atau tidak pernah melakukan kecurangan dan pelanggaran hukum  dipilih  rakyat  
sebagai  presiden NKRI, bukankah  pilihan rakyat tsb sangat merugikan para 
petinggi partai-partai berkuasa selama ini,  maka oleh karena itu  MK  
berkewajiban menolak capers demikian itu. 

http://www.radarsorong.com/detail.php?id=1289

18 Pebruari 2009 09:38:22



MK Tolak Capres Independen



JAKARTA - Keinginan sejumlah tokoh untuk maju pada Pilpres mendatang melalui 
jalur independen nampaknya harus dipendam dulu. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi 
(MK) justru menolak gugatan uji materi tentang syarat capres harus diudung 
parpol ataupun gabungan parpol seperti diatur UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang 
Pilpres.


Pada persidangan yang digelar Selasa (17/2) Ketua MK Moh Mahfud MD mengetok 
palu tentang penolakan permohonan uji materi Pasal 1 angka 4, Pasal 8, Pasal 9 
sepanjang frasa "partai politik atau gabungan partai politik" dan Pasal 13 ayat 
(1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil 
Presiden (UU Pilpres), yang diajukan oleh M Fadjroel Rahman, Mariana, dan Bob 
Febrian."Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon ditolak untuk 
seluruhnya," ujar Mahfud saat membacakan amar putusan atas perkara nomor 
56/PUU-VI/2008 di ruang sidang pleno MK.


MK berpendapat bahwa dalil-dalil pemohon tidak beralasan. Meski untuk menjadi 
Presiden atau Wakil Presiden merupakan hak setiap warga negara yang dijamin 
oleh konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat 
(3) UUD 1945 sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 
dan Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945, namun dalam melaksanakan hak termaksud 
Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menentukan tata caranya yaitu harus diajukan oleh 
partai politik atau gabungan partai politik.
Menurut MK, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 sudah sangat jelas menyatakan bahwa 
"Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau 
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan 
umum". Konstitusi Indonesia tidak mengenal adanya Pasangan Calon Presiden dan 
Wakil Presiden independen. Oleh karena itu Pasal 8 dan Pasal 13 ayat (1) UU 
Pilpres sejalan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.


Meski demikian dalam putusan itu tiga hakim MK mengajukan pendapat yang berbeda 
(dissenting opinion) yakni Abdul Mukti Fajar, Maruarar Siahaan dan M Akil 
Mochtar. Ketiganya kurang lebih berpendapat sama yakni negara demokrasi yang 
konstitusional menjamin kesempatan yang sama bagi setiap orang warga negara 
dalam partisipasi untuk turut menentukan arah kebijakan pemerintahan demi 
mewujudkan tujuan bernegara yang digariskan, dengan hak memilih dan dipilih 
untuk jabatan publik seperti Presiden/Wakil Presiden.


Menanggapi putusan tersebut Fadjroel Rachman mengaku tetap menghormati putusan 
MK. Namun demikian, aktifis ini mengaku tidak akan menyerah dalam 
memperjuangkan aspirasinya sebagai capres independen. Saya akan berjuang lagi 
untuk mendorong amandemen UUD 1945 untuk kelima kali melalui MPR," ujarnya.


Terpisah, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta menilai putusan MK itu sudah 
tepat. "Keputusan itu juga sudah sejalan dengan semangat para pembuat UUD itu 
sendiri ketika amandemen dilakukan," ujar Andi. Namun demikian Andi merasa 
sependapat dengan Fadjroel, yakni perlu dilakukan amandemen kelima atas UUD 
1945 jika memang seluruh masyarakat sudah menginginkan capres independent. 
"Kalau mau agar ada calon independen dalam pemilu, maka argumentasinya adalah 
perubahan UUD, tanpa hal itu maka tidak akan mungkin, karena UUD sudah secara 
tegas mengatakan bahwa capers dan cawapres diajukan oleh parpol dan gabungan 
parpol," tegasnya.(ara/jpn

Kirim email ke