Liz: Menemukan Islam di Big Apple  

       

       

      Senyum ramah dan wajah cantiknya menyapa Nida saat masuk ke mobil Ustadz 
Syamsi Ali, Imam Masjid Islamic Center New York, yang terparkir di seberang 
Madison Square Garden, kota New York. Salah satu kegiatan International Visitor 
Leadership Program yang Nida ikuti di New York adalah pertemuan dengan Ustadz 
Syamsi. Dan hari itu Ustadz Syamsi memang berniat mempertemukan Nida dengan 
gadis yang sudah tiga tahun ini menjadi Muslim. Mobil pun bergerak ke wilayah 
Queens, menuju restoran Minangasli di Elmhurst. Sambil menyantap sate padang, 
soto, dan ayam goreng, Nida berbincang dengan Liz, panggilan akrab gadis yang 
pernah menjadi juara renang tingkat nasional di AS ini, Berikut hasil 
bincang-bincang tersebut ditambah wawancara pelengkap melalui e-mail.



      Berkah 9/11

      Siapa tak kenal kota New York yang punya julukan Big Apple? Melting pot 
beragam manusia dari berbagai pelosok dunia, beragam bangsa dan warna kulit. Di 
kota ini pula, Liz lebih banyak mengenal Islam. Saat itu ia pindah ke New York 
untuk melanjutkan studi di Columbia University. Peristiwa 9/11 baru tiga bulan 
berlalu dan hampir semua orang di AS membicarakan Islam. Namun menurut Liz tak 
banyak yang benar-benar tahu tentang Islam. Gadis bernama lengkap Elizabeth 
Anne Swartwout juga tidak tahu banyak tentang Islam. Saat itu ia juga sedang 
merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Ia percaya Tuhan namun tidak tahu banyak 
tentang agama selain yang ia lihat dari ibadah yang dilakukan orangtua dan 
teman-temannya—yang itu pun tak banyak. 



      Di New Yorklah Liz mengenal komunitas Muslim yang belum pernah ia lihat 
sebelumnya yang beberapa di antaranya satu kampus dengannya. Kebaikan dan 
ketaatan mereka pada Islam membuat Liz tertarik. Menurut Liz mereka orang-orang 
yang baik hati, suka menolong, dan tidak egois. “I knew Islam was a good 
religion because of the attitude and behaviors of these people,” kata gadis 
kelahiran New Haven, 7 Juni 1982. Sejak itu Liz merasa inilah yang ia cari. 
Islam adalah agama paling masuk akal dan ajarannya sangat mudah diikuti. Ia pun 
pergi ke masjid untuk mencari seseorang yang bisa mengajarkannya tentang Islam 
lebih jauh. Saat itu Ustadz Syamsi sedang mengajar kelas untuk non-Muslim dan 
mualaf, dan Liz pun bergabung dengan mereka. 17 Juli 2004 adalah hari yang tak 
pernah ia lupakan, karena saat itu Liz mengucap syahadat dan “kembali” pada 
Islam. “I started cry because Iw as so happy, and I feel this way again 
sometimes when I see other brothers or sisters taking their shahada in the 
masjid,” kata Liz mengenang momen saat resmi menjadi mualaf. 

       

      Tantangan orangtua

      Setelah menjadi Muslim, Liz tak langsung memberitahu keluarganya. Hampir 
dua tahun ia merahasiakan agama barunya. Bisa ditebak, keluarganya kaget saat 
ia beritahu. Orangtuanya meminta Liz untuk tak memberitahu siapapun. Sang ibu 
mencoba agar Liz dapat melupakan Islam dengan menyuruhnya ke gereja atau 
menyediakan makanan dan minuman yang dilarang dalam Islam. Sering kali mereka 
merendahkan dan menghina Islam di hadapannya. Lain lagi dengan adik 
perempuannya yang mengira Liz akan pindah ke Arab Saudi dan menikah dengan 
laki-laki berjenggot!



      Semua tantangan tersebut dihadapi Liz dengan sabar, meski kadang hatinya 
sering terluka saat orangtuanya berkata buruk tentang Islam. Bagi Liz, mereka 
(baik keluarganya maupun orang lain) berbuat itu karena tidak tahu banyak 
tentang Islam. Media-media di AS pun sering kali tak seimbang menampilkan 
Islam. “I feel that this is my job to tell them something small, so that they 
understand better about Islam and what a gentle and kind religion and people 
Muslims are.” 

       

      Berjilbab di belantara New York

      Tak lama setelah memeluk Islam, Liz mengenakan hijab. Saat itu ia masih 
kuliah dan tak banyak tantangan dihadapi. Setelah lulus, kesulitan mulai 
mengampiri. Persepsi warga AS tentang hijab membuat Liz sulit mendapatkan 
pekerjaan. “There is a lot of prejudice against ladies who wear hijab, and it 
is very difficult for them to be hired in the large offices and be considered 
for the same jobs as non-Muslims,” kata Liz. Namun Allah sayang hamba-Nya, 
akhirnya Liz bisa mendapatkan pekerjaan di bidang Marketing dan Komunikasi di 
sebuah perusahaan di wilayah Manhattan. Liz pun bisa mandiri dan tak lagi 
bergantung pada orangtuanya. 



      Bagi Liz, mengenakan hijab di negara minoritas Muslim berarti harus 
menunjukkan sikap terbaik, sebab orang akan selalu memperhatikan sepak terjang 
kita dan mengaitkan dengan hijab yang kita pakai. Seorang muslimah yang 
mengenakan hijab juga harus siap dengan respon dari orang sekitarnya, baik 
positif maupun negatif. Liz sendiri pernah mengalami hal tak mengenakkan. Di 
kereta misalnya, beberapa orangtua tak mengizinkan anaknya melihat atau duduk 
di samping Liz. Terkadang orang (khususnya pria) bersikap kasar karena mereka 
menyangka muslimah berjilbab adalah wanita yang tertindas, atau bahkan 
menyangka muslimah berjilbab akan menyakiti orang lain. 



      Bagaimanapun, buat Liz setiap muslimah harus berusaha untuk 
mengenakannya. Sebab hal tersebut adalah refleksi dari rasa cinta dan taat pada 
Allah. Meski Liz menyadari bahwa tak setiap muslimah dapat dengan mudah 
mengenakannya. “I believe that if something comes easy to you, you should do a 
lot of that if there is good in it, and you should help and encourage others to 
do it because that is a blessing from Allah. And what comes more difficulty for 
you, you should struggle to do as much as you can, and surround yourself with 
people who find it easy, so that it becomes easy for you,” jelas gadis yang 
suka memasak dan mencoba makanan dari berbagai negara serta hobi traveling.



      Kesedihan Liz

      Tinggal di kota besar dan sangat terkenal seperti New York memang bukan 
hal mudah, apalagi bagi seorang Muslim. Namun karena keberagamannya itu, bagi 
Liz New York cukup menghargai perbedaan warganya. Kecuali kesulitan mencari 
pekerjaan bagi muslimah berjilbab, “cukup mudah” bagi Muslim tinggal New York. 
Restoran halal cukup banyak ditemui di “city that never sleep” ini. Komunitas 
muslim pun lumayan banyak, begitu juga masjid ada di beberapa lokasi. Sehingga 
sebenarnya Muslim yang tinggal di New York lebih beruntung 
dibanding—mungkin—kota lain di AS. Sayangnya banyak Muslim yang belum 
menjalankan Islam secara baik. Liz sendiri sering menemukan Muslim yang Islam 
sejak lahir namun belum menjalankan Islam secara baik. Ia sangat sedih 
menyaksikan hal tersebut. 



      “These people do not realize how blessed they are. I do believe that 
everyone has a personal struggle, whether it is obvious to that person or not. 
Probably many Muslims face this struggle to appreciate what Allah has blessed 
them with and not waste it,” kata Liz yang sebelum menjadi Muslim sangat suka 
buku Jane Eyre-nya Charlotte Bronte dan buku-buku F. Scott Fitzgerald. Sejak 
memeluk Islam, Al Qur’an menjadi bacaan wajib buat Liz. Ia juga suka membaca 
buku Princess yang ditulis Jean Sasson dan Daugthers of Another Path-nya Carol 
Anway. 


       

      Ingin punya kolam renang

      Anak sulung dari tiga bersaudara ini punya masa kecil yang cukup 
menyenangkan. Bersama adik perempuan dan laki-lakinya, mereka rutin 
berolahraga. Liz sendiri menyukai renang, sepakbola, dan balet. Piano dan flute 
juga rutin dimainkan Liz semasa kecil dan remaja. Sebagai mantan juara renang 
nasional se-AS, Liz sangat rindu untuk dapat berenang lagi. Sayangnya di sana 
belum ada kolam renang khusus muslimah. Tak heran, rencananya sepuluh tahun ke 
depan, selain ingin punya bisnis sendiri, Liz juga ingin membuka kursus 
berenang bagi muslimah di kolam renangnya sendiri. Suatu hari nanti ia juga 
berharap dapat mengunjungi Indonesia. “It also interest me to see Indonesia 
because it is the largest Muslim country, and I hear that it is extraordinarily 
beautiful.”



      Insya Allah, Liz, Nida doakan! [Dee]
     


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
~~~--------~~~--------~~~--------~~~--------~~~--------~~~--------~~~-------- 
ICMI North America http://icmiNorthAmerica.org 
To post to this group, send email to [EMAIL PROTECTED] 
To unsubscribe from this group, send email to [EMAIL PROTECTED] 
To ask for help, send to [EMAIL PROTECTED]
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke