Tulisan ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr/

yang sampai sekarang sudah dikunjungi lebih dari  607 600 kali

- - -  -



Menyambut HUT PKI tanggal 23 Mei 1920

(bagian  satu)



Berbagai catatan tentang
larangan terhadap PKI





Sudah dapat diduga lebih dahulu bahwa tulisan yang berjudul « Menyambut HUT
PKI tanggal 23 Mei 1920 » ini akan mendapat banyak tanggapan atau reaksi
yang bermacam-macam dari berbagai kalangan. Karena, judul yang demikian itu
sangat  menggelitik hati dan fikiran banyak orang. Dan kalau kemudian
ternyata ada banyak sekali orang yang marah, jengkel, menghamburkan
caci-maki atau melampiaskan ketidaksenangan mereka, demikian itu adalah
wajar, dan bisa dimengerti, Menyatakan pendapat adalah hak setiap orang.



Karena, dilihat dari berbagai segi, memang banyak hal yang berkaitan dengan
PKI patut diketahui dan dimengerti oleh bangsa kita. Sayangnya, terlalu
banyak orang yang kurang mengerti, salah mengerti atau bahkan tidak mengerti
apa itu PKI. Yang paling  disayangkan  -- dan  patut dikasihani --  adalah
mereka yang tidak pernah mau mengerti, karena berbagai sebab. Kalaupun ada
yang bersikap demikian adalah hak mereka yang sah-sah saja.



Sebab, terlalu lama bangsa Indonesia dilarang secara resmi oleh pemerintahan
sejak 1966 (harap catat baik-baik : hampir setengah abad !!!) untuk
mengetahui, mendengar, berbicara, menyebarkan, menerima informasi atau
bahan-bahan bacaan tentang PKI. Artinya, segala macam kegiatan atau
perbuatan yang berkaitan dengan PKI dilarang, sejak ditetapkannya keputusan
nomor 25 tahun 1966 oleh MPRS (badan legislatif gadungan, bikinan secara
paksa oleh kalangan militer pendukung Suharto beserta berbagai kekuatan
reaksioner lainnya yang anti Bung Karno).



Keputusan MPRS nomor 25 tahun 1966 yang  melarang secara resmi kegiatan PKI
dan penyebaran Marxisme ini telah dipakai oleh rejim militer Suharto beserta
para pendukung Orde Baru untuk melakukan terror  -- fisik dan mental --
secara besar-besaran, intensif, menyeluruh, dan berjangka lama (paling
sedikitnya  32 tahun) terhadap seluruh kekuatan kiri yang mendukung politik
Bung Karno dan PKI.



Dengan ketetapan MPRS no 25 tahun 1966 inilah penguasa militer di bawah
Suharto telah melumpuhkan atau menghancurkan kekuatan kiri yang sebelum 1965
menjadi tulangpunggung kekuatan  revolusioner Indonesia di bawah pimpinan
Bung Karno. Ketetapan MPRS nomor 25 tahun 1966 ini jugalah yang telah
membungkam suara revolusioner rakyat Indonesia, dan menjerumuskan bangsa dan
negara dalam kegelapan dan pembusukan atau dekadensi, seperti yang sudah
kita saksikan bersama puluhan tahun sejak jamannya Orde Baru,  sampai
sekarang !





Melarang PKI berarti melumpuhkan Bung Karno


Para pengamat sejarah yang objektif - atau semua orang yang jujur atau
bernalar sehat – akan bisa melihat bahwa penggulungan atau penghancuran PKI
beserta para simpatisannya (oleh golongan militer di bawah pimpinan Suharto
dengan bantuan imperialisme AS)  sebenarnya atau pada hakekatnya adalah juga
dengan tujuan untuk melumpuhkan atau menghancurkan kekuatan politik
revolusioner Bung Karno.



Dari sudut ini kita bisa melihat bahwa ketetapan MPRS 25 tahun 1966
(larangan terhadap PKI) sesungguhnya bukan hanya ditujukan kepada PKI saja,
melainkan juga kepada Bung Karno. Karena, dengan melarang PKI, yang
merupakan kekuatan utama pendukung berbagai politik revolusioner Bung
arno  -- yang sejak tahun 1920-an sudah anti-kolonialisme dan
anti-imperialisme dan pro-sosialisme – maka impian sejak lama dari kekuatan
imperialis asing untuk melenyapkan Bung Karno menjadi kenyataan.



Dalam sejarah bangsa Indonesia akan dicatat oleh generasi sekarang dan
generasi yang datang, bahwa dihancurkannya kekuatan politik Bung Karno dan
PKI oleh Suharto beserta pendukungnya (baik sipil maupun militer) adalah
pada hakekatnya merupakan pengkhianatan berat terhadap tujuan revolusi
rakyat Indonesia serta perusakan yang parah terhadap Republik Indonesia.
Akibat buruknya kita saksikan dalam situasi negara kita sekarang ini, yang
penuh dengan berbagai macam kebobrokan, kebejatan, dan kebusukan.





TAP MPRS no 25/1966 adalah aib bangsa



Kalau difikir secara dalam-dalam, dan dengan hati yang jernih pula,  maka
jelaslah  bahwa diputuskannya TAP MPRS no 25/1966 hampir setengah abad yang
lalu (sekali lagi : hampir setengah abad yang lalu !) adalah betul-betul aib
bangsa yang besar sekali. Bangsa Indonesia mungkin punya macam-macam aib
atau segi-segi yang negatif, tetapi TAP MPRS yang satu ini adalah aib yang
terbesar yang perlu dicatat oleh generasi-generasi kita yang akan  datang.



Sebab, larangan terhadap PKI ini secara implisit membenarkan  (atau
menghalalkan  atau mensyahkan ) adanya pembantaian besar-besaran jutaan
anggota dan simpatisan PKI yang tidak bersalah sama sekali, pemenjaraan
ratusan ribu (juga orang-orang yang tidak bersalah apa-apa !!!) dalam jangka
yang lama sekali.



Karena adanya TAP MPRS ini pulalah puluhan juta keluarga anggota atau
simpatisan PKI (antara lain : pegawai negeri, buruh, tani, pemuda,
mahasiswa) menderita selama hampir setengah abad ( !!!) bermaca-macam
error  -- mental dan fisik  -- karena dipersekusi, didiskriminasi,
dicurigai, dikucilkan, dihina, disengsarakan, atau dimusuhi.  Kekejaman
fasisme Hitler saja tidak seseram dan sebengis dan sebegitu lama yang
dilakukan rejim Orde Baru !



Sebagian kecil dari bermacam-macam kisah yang menyedihkan tentang itu semua
sudah mulai diketahui, karena sudah ditulis atau diceritakan dari mulut ke
mulut. Tetapi, sebagian terbesar masih tetap belum terbuka, karena berbagai
sebab. Padahal, kisah-kisah sedih tentang berbagai kejahatan Orde Baru
adalah khasanah yang berharga sekali bagi sejarah bangsa dan anak cucu kita.



TAP MPRS tentang larangan terhadap PKI itu dalam jangka lama sekali
(terutama selama pemerintahan Orde Baru) bukan saja dipakai sebagai alat
terror terhadap golongan kiri pendukung  berbagai politik  revolusioner Bung
Karno, melainkan juga alat untuk mengintimidasi semua orang atau semua
golongan yang berani menentang Suharto secara terang-terangan.





Orde Baru lebih biadab dari pemerintahan Belanda



Sudah menjadi pengalaman banyak orang  -- atau sudah disaksikan juga oleh
banyak kalangan masyarakat  -- selama puluhan tahun Orde Baru  bahwa  rejim
militer Orde Baru (dengan pendukung utamanya Golkar beserta berbagai
golongan reaksioner lainnya di Indonesia dan di luarnegeri) telah banyak
sekali melakukan pelanggaran HAM  yang serius dan amat berat selama puluhan
tahun.



Dalam sejarah bangsa Indonésia akan tercatat (dan harus dicatat !!!) bahwa
pernah ada jutaan warganegara Republik Indonesia yang dibunuhi secara biadab
oleh bangsanya sendiri atau penguasa militernya sendiri, walaupun tidak
mempunyai dosa sedikit pun  atau tidak melakukan kesalahan yang bagaimana
pun dan tidak membuat kejahatan apa pun.



Patutlah kiranya kita sama-sama ingat bahwa pemerintahan kolonial Belanda
yang menjajah negeri kita selama 350 tahun tidak pernah  membunuh jutaan
orang tidak bersalah dalam dua tahun saja seperti yang dilakukan oleh
militernya Suharto. Pemerintahan kolonial Belanda  (ingat :Suharto dulunya
adalah serdadu kolonial Belanda - KNIL !) telah menindas pembrontakan besar
PKI tahun 1926 dengan memenjarakan 13 000 anggauta dan simpatisan PKI dan
mengirimkan 1 308 ke pembuangan di Digul setelah mereka kebanyakan diperiksa
oleh pengadilan kolonial.



Tetapi penguasa militer di bawah Suharto sudah memenjarakan  -- secara
sewenang-wenang --  ratusan ribu anggota dan simpatisan  PKI (bahkan juga
orang-orang yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan PKI) dalam jangka
waktu yang lama sekali, tanpa proses pengadilan. Di antara mereka itu
terdapat lebih dari 10 000 tapol yang ditahan di kamp-kamp konsentrasi  di
Pulau Buru, dengan perlakuan yang jauh lebih kejam dari pada yang dialami
oleh kaum pembuangan di Digul





Larangan terhadap PKI merusak jiwa bangsa


Barangkali ada orang-orang yang menganggap bahwa kalimat « larangan terhadap
PKI merusak jiwa bangsa » agak keterlaluan atau berlebih-lebihan atau
sembarangan saja. Sebaiknya, kalau ada orang-orang atau kalangan yang begitu
itu, kita ajak merenungkan  -  dengan hati nurani yang bersih dan nalar yang
sehat – berbagai hal sebagai berikut :



Larangan terhadap PKI adalah suatu pelanggaran HAM yang berat sekali yang
bertentangan dengan piagam PBB yang juga ditandatangani oleh pemerintah
Indonesia  Larangan ini juga bertentangan dengan jiwa UUD (Konstitusi)
Republik Indonesia  Jadi, bisalah dikatakan bahwa larangan terhadap PKI
merupakan kesalahan besar, atau dosa berat, terhadap rakyat dan bangsa
Indonesia.



Seperti sudah kita semua rasakan , atau kita saksikan, atau kita alami
sendiri, larangan terhadap PKI telah menyebabkan sebagian rakyat Indonesia
memusuhi, mencurigai, menyingkirkan sebagian lainnya dari rakyat kita
sendiri.



Karena adanya larangan terhadap PKI maka  -- sebagai
akibatnya --ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno dalam jangka lama sekali
ikut diboikot atau dilarang juga, karena dianggap mengandung isi yang
menguntungkan PKI (umpamanya, antara lain : NASAKOM, Manipol, Yo kadang yo
sanak,)



Larangan terhadap PKI selain meracuni fikiran banyak orang, juga telah
mendorong sebagian bangsa kita menjadi reaksioner atau kontra-revolusioner,
dan ikut-ikut menyetujui segala kebiadaban yang dilakukan Suharto beserta
segala macam pendukungnya (Golkar, militer, termasuk sebagian kalangan
Islam)



Selama TAP MPRS nomor 25/1966 belum dicabut maka bangsa kita akan terus
mengidap penyakit parah, yang merusak jiwa bangsa, yang menggerogoti
persatuan bangsa, yang merugikan kekuatan revolusioner rakyat Indonesia





Apa faedahnya larangan terhadap PKI ?


Setelah larangan terhadap PKI diberlakukan sejak tahun 1966  (artinya selama
hampir setengah abad) oleh penguasa militer Suharto – yang masih diteruskan
oleh berbagai pemerintahan sampai sekarang--  kita semua bisa bertanya-tanya
apa saja hasil positifnya  bagi negara dan bangsa, dan apa pula akibat
negatifnya. Yang berikut ini adalah sekadar sedikit sumbangan untuk bahan
pemikiran bersama :



Kalau  mau dikatakan bahwa larangan terhadap PKI adalah untuk keamanan
masyarakat, ketertiban, dan untuk stabilisasi politik, maka pengalaman
hampir setengah abad sejak 1965-1965 menunjukkan bahwa keamanan negara kita
tetap sering terganggu oleh berbagai peristiwa, terutama terror  dari
segolongan kecil Islam fanatik yang mau mendirikan negara Islam. Dan sama
sekali bukannya oleh PKI, anasir PKI, atau PKI malam, atau « bahaya laten
PKI »



Walaupun PKI tidak ada (karena dinyatakan dilarang secara resmi), kestabilan
politik juga tidak pernah terwujud lama, kecuali di era Suharto ketika
stabilisasi politik didasarkan  pada diktatur militer yang dijalankan dengan
keras (tangan besi). Kestabilan politik di era Suharto hanyalah kestabilan
politik semu, yang dipaksakan, dan  didasarkan kepada  berbagai macam
terror. Kestabilan politik juga tidak ada selama pemerintahan Habibi, Gus
Dur, Megawaii, dan SBY-Budiono sekarang ini.



Seperti yang sudah ditunjukkan oleh sejarah, larangan terhadap PKI (TAP MPRS
25/1966) dipakai  oleh Suharto untuk melapangkan jalan baginya dan juga bagi
rejimnya untuk melakukan banyak  pelanggaran konstitusi, berbagai kejahatan
kemanusiaan, pencekekan demokrasi, korupsi dan kejahatan-kejahatan lainnya,
semuanya itu untuk melanggengkan  kekuasaan Suharto beserta Orde Barunya.



Larangan terhadap PKI adalah « papan-nama » yang buruk sekali  bagi bangsa
dan negara Indonesia di mata dunia yang beradab. Sebab sedikit sekali negara
di dunia yang melarang secararesmi dan terang-terangan adanya partai
komunis. Sedangkan di Amerika Serikat  sendiri saja partai komunis
dibolehkan melakukan kegiatan-kegiatan seperti partai-partai lainnya.



Selama ada larangan terhadap PKI,  negara dan bangsa Indonesia tidak pantas,
atau tidak berhak, atau tidak sah, untuk menamakan diri sebagai negara dan
bangsa yang demokratis sepenuhnya dan sebenarnya.



Larangan terhadap PKI sama sekali tidak menguntungkan kepentingan rakyat
Indonesia, melainkan sebaliknya, hanya menguntungkan musuh-musuh rakyat dan
bangsa Indonesia, dan merugikan tujuan revolusi kemerdekaan, seperti yang
dicita-citakan oleh kita bersama, sesuai dengan ajaran-ajaran revolusioner
Bung Karno



Paris, 15 Mei  2010-



  1.. Umar Said


= = = =



Catatan tambahan ; Tulisan selanjutnya « Menyambut HUT PKI 23 Mei »  sedang
dipersiapkan, dan akan diusahakan bisa disajikan sebelum datangnya tanggal
23 Mei. Dalam tulisan yang akan datang akan dicoba dikemukakan berbagai
aspek lainnya tentang PKI.









-






Kirim email ke