Mg
Prapaskah I : Kej 9:8-15; 1Ptr 3:18-22;
Mrk 1:12-15

"Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan
percayalah kepada Injil!"



Bagi para pelajar atau mahasiswa
ketika masa ujian atau ulangan umum sudah dekat pada umum belajar giat siang
malam, bahkan sampai begadang serta kurang tidur. Demikian juga di dalam
pekerjaan atau karya ketika orang dimintai laporan bulanan atau tahunan pada
umumnya baru akan dikerjakan pada hari-hari terakhir menjelang ‘death line’, 
dan pada hari-hari itu mereka
bekerja keras serta mungkin harus ‘nglembur’ ; meskipun tambah waktu kerja
tidak akan menuntut imbal jasa atau uang lemburan. Mereka kiranya melihat dan
percaya bahwa ujian atau ulangan umum serta laporan akan menentukan masa depan
mereka. Sekilas mungkin dapat dikatakan bagus bahwa orang belajar atau bekerja
giat/keras, tetapi rasanya hal itu menunjukkan kemalasan atau kesambalewaan
mereka dalam melaksanakan atau menghayati 
tugas pengutusan atau panggilan 
Maka kepada mereka kami ingatkan dan ajak untuk mawas diri dan bertobat
di masa Prapaskah atau Retret Agung Umat ini.

 

"Waktunya
telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada
Injil!" (Mrk 1:15)

 

Kerajaan Allah sudah dekat
berarti Allah yang meraja atau berkuasa ada di antara kita, dekat dengan kita. 
Pemerintahan
atau penguasaanNya terlaksana dalam dan melalui RohNya yang bekerja dalam diri
manusia serta  menghasilkan buah-buah Roh
seperti : “kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Maka marilah kita lihat dan cermati
keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh yang dihayati oleh sesama dan
saudara-saudari kita. Rasanya yang utama dan pertama-tama adalah keutamaan 
‘kasih’, maka marilah kita lihat dan
cermati tindakan kasih dari sesama dan saudara-saudari sebagai ‘kepanjangan’
Kerajaan Allah atau Allah yang meraja.

 

Kita semua diciptakan dalam dan
oleh kasih serta dapat tumbuh berkembang seperti saat ini rasanya juga karena
dan oleh kasih. Masing-masing dari kita adalah ‘yang terkasih’, maka segala
sesuatu yang kita katakan atau lakukan atau perbuat hemat saya dimaksud sebagai
perwujudan kasih kita kepada sesama dan saudara-saudari kita; sebaliknya ketika
ada orang yang mendekati kita, entah melalui sapaan langsung atau tidak
langsung, sentuhan atau isyarat-isyarat dengan gerakan anggota tubuh, hemat
saya mereka berkehendak untuk mengasihi kita, dengan kata lain ‘Kerajaan Allah
atau Allah yang meraja’ dekat dengan dan mendekati kita. Maka hendaknya segala
sapaan atau sentuhan serta perlakuan orang lain terhadap diri kita senantiasa
kita tanggapi dengan berkata ‘terima kasih’. Jika mereka tidak mengasihi kita
kiranya mereka tidak akan menyapa atau menyentuh kita melainkan
mendiamkan.saja. Memang dikasihi itu tidak senantiasa enak atau nikmat sesuai
dengan keinginan atau kerinduan kita, jika kita dalam keadaan dosa atau
bersalah atau tidak pada tempatnya kasih orang lain kepada kita kemungkinan
menyakitkan atau terasa pahit bagaikan orang sakit yang harus dioperasi atau
menelan obat pahit.demi penyembuhan. 

 

Masa Prapaskah rasanya juga
dimaksudkan untuk melihat dan memperhatikan diri sendiri secermat dan seteliti 
mungkin
adanya penyakit atau dosa dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Ketika kita
melihat penyakit dan dosa pada diri kita maka diharapkan kita mohon ‘kasih
pengampunan’ dari Allah maupun sesama dan saudara-saudari yang menderita karena
penyakit dan dosa-dosa kita. “Bertobatlah
dan peracayalah kepada Injil”, demikian sabda Yesus. Bertobat berarti
menyesal dan tidak akan melalukan dosa yang sama alias memperbaharui diri  
Percaya kepada Injil berarti mengimani
warta-warta yang mengajak kita untuk berbuat baik atau yang mengajak kita untuk
memperbaiki dan memperbaharui cara hidup dan cara bertindak kita. Maka
hendaknya menanggapi dan menyikapi aneka macam warta, infromasi atau berita dan
kejadian sebagai ajakan untuk memperbaharui cara hidup dan cara bertindak kita
agar semakin sesuai dengan kehendak Tuhan, semakin taat dan setia pada
panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing. 

 

“Kristus
telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang
tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam
keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh”
(1Ptr 3:18)  

 

Kita semua berasal dari
Allah  serta baik adanya ketika kita
dilahirkan dan setelah meninggal dunia nanti diharapkan kembali kepada Allah ,
hidup bahagia dan mulia selama-lamanya di sorga. Dalam perjalanan waktu cara
hidup dan cara bertindak kita rasanya ada gejala kita semakin dijauhkan
dari  atau menjauhi Allah dengan berbuat
dosa. Bertambah usia dan pengalaman hidup berarti juga bertambah dosa-dosanya.
Petrus dalam mengingatkan kita semua bahwa “
Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk
orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah”. Ia
membawa kembali kita kepada Allah melalui mereka yang sungguh beriman kepadaNya
atau yang berkehendak baik. Maka marilah kita ikuti ajakan-ajakan dari
saudara-saudari kita yang berkehendak baik.

 

Di dalam hidup sehari-hari mereka
yang berkehendak baik tersebut antara lain:

1)      Orangtua. Sejak masih bayi dan mungkin
sampai kini kiranya orangtua kita masing-masing senantiasa berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk “membawa kita
kepada Allah”  melalui pendidikan,
pembinaan atau pendampingan yang dilakukannya, entah dengan teladan,
pemberdayaan atau motivasi, dengan kata-kata atau tindakan konkret. Hendaknya
aneka bentuk keteladanan, pemberdayaan dan motivasi dari orangtua kita tidak
menjadi sia-sia, tetapi kita amini dan ikuti dengan menghayatinya dalam hidup
sehari-hari. Jika para orangtua kita sungguh berusaha untuk ‘membawa kita
kepada Allah’ kiranya sebagai anak-anak kita akan lebih dekat dengan Allah
daripada para orangtua kita masing-masing. Sebagai anak-anak ingat dan
kenangkan bahwa orangtua kita masing-masing telah bekerja keras, membanting
tulang demi kebahagiaan dan kesejahteraan serta keselamatan hidup kita.  

2)      Guru/pendidik/Pembina. Para
guru/pendidik/pembina adalah pembantu dari para orangtua kita dalam mendidik,
membina dan mendampingi kita sehingga kita dapat tumbuh berkembang sebagaimana
adanya pada saat ini. Entah ada berapa banyak nasihat, saran, ajaran, petuah,
tuntunan dst.. yang telah kita terima melalui mereka, kiranya tak ada
seorangpun yang dapat mengingatnya. Berbagai ‘ilmu kehidupan’ telah kita terima
melalui mereka, sehingga kita memiliki kecerdasan dan keterampilan untuk
menelusuri jalan hidup kita menuju ‘kepada Allah’, hidup bahagia, damai dan
sejahtera. Marilah kita wujudkan syukur dan terima kasih kita kepada mereka
antara lain dengan berbuat baik kepada siapapun yang kita jumpai, sehingga
mereka yang kita jumpai juga tergerak untuk ‘bertobat dan percaya pada
Injil’     

3)     
Atasan
atau pemimpin. Setelah selesai belajar kita semua bekerja sesuai dengan
keterampilan kita maupun kesempatan dan kemungkinan yang ada. Di tempat kerja
kita juga menerima aneka macam bimbingan, arahan, pendampingan dan petunjuk
agar terampil dalam bekerja. Jika anda mendambakan sukses dan berhasil dalam
kerja atau usaha hendaknya dengarkan dan ikuti aneka macam bimbingan, arahan,
pendampingan atau petunjuk dari para pemimpin, atasan atau mereka yang lebih
berpengalaman dalam kerja. Dengan kata lain hendaknya semangat belajar menjadi
jiwa selama atau dalam bekerja. 

4)     
Rekan
hidup, kerja, bergaul atau bermain.  Apa
yang disebut dengan ‘lingkungan hidup’ sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan masing-masing. Percakapan, pergaulan dan kebersamaan dengan rekan
hidup, kerja atau bermain merupakan wahana untuk saling mengembangkan dan
menumbuhkan sehingga kita semakin cerdas beriman serta terampil dalam hidup dan
kerja. Sharing pengalaman, kritik, ejekan, sindiran dst..dari rekan hidup, 
kerja,
bergaul dan bermain merupakan ‘tanda atau wujud’ kehadiran dan karya Allah yang
meraja dan berkuasa. 

 

"Inilah
tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang
hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya:
Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan
bumi. Apabila kemudian Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di
awan, maka Aku akan mengingat perjanjian-Ku yang telah ada antara Aku dan kamu
serta segala makhluk yang hidup, segala yang bernyawa, sehingga segenap air
tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan segala yang hidup” (Kej
9:12-15).



Setelah air bah kering Tuhan
mengadakan perjanjian dengan Nuh yang terselamatkan dari air bah. Buah dari
janji Tuhan kepada Nuh adalah bahwa ‘segenap
air tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan segala yang hidup’. Kiranya
kita semua juga mendambakan agar ‘segenap 
air tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan yang hidup’ sebagaimana
pada musim hujan yang baru saja lewat telah terjadi di beberapa daerah di
Indonesia: aneka macam tanaman yang menjadi tumpuan hidup manusia hancur dan
mati, beberapa orang menjadi korban, kerugian material cukup besar, dst…

 

Tuhan senantiasa setia pada
perjanjianNya, sedangkan kita dengan mudah mengingkari perjanjian. Maka
sekiranya kita mendambakan ‘segenap air tidak lagi menjadi air bah untuk
memusnahkan segala yang hidup’, marilah kita setia pada perjanjian untuk
menguasai bumi seisinya, lebih-lebih air yang menjadi kebutuhan pokok setiap
manusia maupun binatang dan tanaman. Peringatan atau ajakan berupa peraturan,
kritik atau demo untuk merawat hutan dan gunung serta bukit sebagai sumber air
telah disampaikan dan dikumandangkan melalui berbagai cara dan media , maka
hendaknya didengarkan dan dilaksanakan; demikian juga pelestarian situs-situs
penampungan air hendaknya jangan dikonversi menjadi aneka bentuk bangunan atau
gedung. ‘Nasi telah menjadi bubur’ begitulah kiranya pepatah yang layak
dikenakan bagi situasi dan kondisi masa kini: hutan telah dibabati, gunung dan
bukit digunduli, situs-situs pendampingan air telah menjadi bangunan beton dst…
Maka usaha yang harus kita lakukan memang berarti penyembuhan.   

 

Berbagai usaha penyembuhan agar
segenap air tidak menjadi air bah telah dilakukan di sana-sini, antara lain:
gerakan biopori, pembersihan  lingkungan,
pengolahan limbah atau sampah, penghematan air dst,,, namun usaha pemborosan
air tanah juga tak kunjung henti berupa komersialisasi dan pengambilan air
tanah yang rakus dan tak beraturan.  Air
memang tidak menjadi air bah tetapi menjadi barang dagangan. Kami mengajak dan
mengingatkan kita semua untuk tidak serakah mengambil air tanah serta
mengadakan gerakan-gerakan penyembuhan atau penanaman kembali aneka tanaman
yang dapat membantu menampung air hujan. Marilah kita saling membantu dan
mengingatkan dalam bertobat dan memperbaharui diri.

 

“Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya
itu sudah ada sejak purbakala.Dosa-dosaku pada waktu muda dan 
pelanggaran-pelanggaranku
janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh
karena kebaikan-Mu, ya TUHAN.TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan
jalan kepada orang yang sesat.Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut
hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati “
(Mzm 25:6-9)

 

Jakarta, 1 Maret
2009




      Berbagi foto Flickr dengan teman di dalam Messenger. Jelajahi Yahoo! 
Messenger yang serba baru sekarang! http://id.messenger.yahoo.com

Kirim email ke