Norak Ah...


Y. Tomi Aryanto (wartawan Tempo) 
Setiap kompetisi yang baik selalu punya peluang memunculkan watak dasar para 
pesertanya. Tak terkecuali pemilihan umum yang akan diikuti 38 partai tahun 
ini. 
Repotnya, agak sulit membayangkan bagaimana kita bisa dengan seksama mengamati 
karakter 11.301 calon anggota legislatif yang diusung partai-partai itu tanpa 
terjebak dengan memandang mereka sekadar sebagai sekumpulan “massa”. Apalagi 
jika jumlah itu masih harus ditambah dengan 1.116 calon yang akan beradu 
kondang dalam berebut kursi Dewan Perwakilan Daerah, dan puluhan ribu lagi yang 
bertarung di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 
Alih-alih menonjolkan kelebihan setiap calon wakil rakyat, riuh rendah 
kompetisi kali ini pun punya potensi tak kalah besar untuk membuat amblas 
mental dan kualitas personal para pesertanya ke titik paling menggelikan. 
Karena itu, tak aneh kalau hari-hari ini kita, sekurang-kurangnya saya sendiri, 
begitu sering malah memelas melihat cara para calon legislator itu 
habis-habisan pamer dan berusaha tersohor. 
Lazimnya para calon legislator akan memajang gambar petinggi partainya sebagai 
tokoh sentral yang digadang-gadang sebagai calon pemimpin bangsa. Tapi ada 
calon yang merasa perlu mengidentifikasi diri sebagai tokoh revolusioner macam 
Che Guevara. Entah apa yang ada di benaknya. Tak cukup hanya dengan mengutip 
kata-kata sang commandante, ia pampangkan sekalian gambar si tokoh sebagai 
latar di belakang fotonya sendiri. 
Tak mudah memahami maksud calon yang satu itu, dengan ideologi dan gagasan 
besar partai pendukung pemerintah tempatnya bernaung. Entah apa pula hubungan 
visi sebuah partai dengan tampang seorang artis yang, oleh seorang calon 
legislator, dipajang hanya karena kebetulan si artis adalah anaknya. Lalu, 
bagaimana Anda akan menilai seorang calon legislator yang dengan kocak 
menampilkan dirinya bak Superman berbadan hijau dan bercawat kuning? 
He-he-he.....

 
Yang gampang ditebak dari aneka ulah antik itu ialah bahwa mereka akan 
melakukan apa saja untuk membuat orang menoleh ke arah posternya. Bisa 
dipastikan, mereka berharap banyak orang akan memilihnya setelah itu. Begitu 
besarnya harapan, boleh jadi sebagian calon ini bahkan tak terlalu peduli 
bahwa, karena ulah norak mereka itu, orang malah akan menilai mereka tak lebih 
seperti badut, yang sialnya sebagian tak ada lucu-lucunya. 
Karena itu, kalau beberapa hari lalu di rubrik ini seorang penulis usul agar 
kadar psikopat para pemimpin itu dilacak, saya khawatir watak dasar yang 
terungkap itu akan membuat kita terpaksa tak peduli pada fatwa Majelis Ulama 
yang mengharamkan golput.
 
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/02/04/Nasional/krn.20090204..155743.id.html

 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
 
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke