PERSATUAN NUSANTARA Tahun pertama kedudukannya sebagai Mahapatih Amangkubumi, Gajah Mada mengadakan restrukturisasi besar-besaran di Majapahit. Bukan saja SDMnya tapi semua kebijakan dasar pemerintahan.
Bahkan sangat radikal. Tidak ada seorangpun di antara para anggota kabinet Arya Tadah (Mahapatih Amangkubumi sebelumnya) yang diikut sertakan pada kabinetnya. Dan ini tentunya mengundang spekulasi dan resiko logis yang sangat tinggi. Hanya orang yang mempunyai kepercayaan diri dan kemampuan luar biasa yang dapat melakukannya, apapun akibatnya. Dan Gajah Mada telah melakukannya. Siapapun yang mencoba menghalangi programnya untuk mempersatukan seluruh Nusantara di bawah satu panji Gula-Kelapa (baca: merah-putih), disingkirkan dari percaturan politik. Kewenangannya dipergunakan secara benar bagi kepentingan bangsa dan negara. Gajah Mada begitu tegas dan keras memegang falsafah negara yang baru diperkenalkannya itu. Setelah pengangkatannya itu, banyak bangsawan yang akhirnya meninggalkan lingkungan istana. Mereka malu terhadap kebijakan baru kerajaan yang tidak lagi memberikan peluang bagi para bangsawan murahan yang hidupnya hanya bergelimang dengan konsep-konsep picisan yang tampaknya memajukan negara tapi sebetulnya di balik itu lebih hanya bagaimana mempertahankan kemapanan mereka saja tanpa memikirkan kesejahteraan bangsa secara keseluruhan. Terbukti kebijakan Gajah Mada benar. Nyaris sejak jabatan Mahapatih Amangkubumi dipegangnya, tidak ada pemberontakan yang berarti. Sejarah mencatat sejak tahun 1334 s.d. 1343, Majapahit tumbuh pesat. Selama hampir satu dasawarsa, Gajah Mada memusatkan perhatian pada pembenahan di dalam. Membuat kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan hukum, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dari segala aspek: hukum, pertahanan-keamanan, sosial-politik, ketatanegaraan, agama, ekonomi dan kebudayaan. Sumber daya yang ada dioptimalkan. Hasil diplomasi dengan Cina yang dilakukan oleh Adityawarman dijadikan soko guru kebijakan luar negeri Majapahit. Gajah Mada mulai memetakan garis demarkasi 'Nusantara Raya', negara sahabat dan mancanegara jauh seperti Cina dan India. Angkatan bersenjata diremajakan. Pada awal kekuasaannya itulah Gajah Mada dengan brilian menetapkan ciri Negara sebagai Negara Maritim. Untuk itulah Gajah Mada kemudian membentuk armada laut yang sebelumnya tidak 'populer' yaitu Jaladi Bala dengan belajar dari pengalaman dan keberhasilan Sriwijaya menguasai lautan. Dan bahkan sekaligus membangun laut/danau buatan yang cukup luas bagi kepentingan pelatihan prajurit laut mengingat Majapahit tidak memiliki pelabuhan yang dekat dengan pusat pemerintahan. Sandi Bala, sebagai kesatuan intelijen di bawah struktur militer pusat dioptimalkan. Kesatuan Bhayangkara dikukuhkan fungsinya sebagai keamanan sipil dan pengawal raja. Dalam suatu pertempuran medan, kesatuan Bhayangkara ditempatkan pada garis belakang berfungsi sebagai penjaga keamanan masyarakat sipil. Hubungan dalam negeri yang saat itu masih terbatas pada Majapahit, Singasari, Daha dan Kahuripan ditata dengan baik. Hubungan tatanegara dibentuk sampai pada daerah-daerah yang jauh dan bahkan desa-desa terpencil. Setiap tahun pada bulan Caitra (Maret/April), pimpinan daerah sampai desa terpencil datang ke pusat pemerintahan untuk memeriahkan perayaan agung tahunan Caitra, yang antara lain diisi dengan pertemuan besar bagi seluruh pemimpin daerah. Pada perayaan itu pemerintah pusat berkesempatan memberikan dan mensosialisasikan kebijakan pemerintah, sehingga tidak ada informasi yang tidak sampai di telinga setiap rakyat Majapahit, Wilwatikta Agung. Sistem perdagangan mulai ditata. Pasar-pasar dibangun. Setiap hasil bumi dari daerah didistribusikan secara merata ke seluruh daerah lain. Majapahit menjadi pusat perdagangan di timur Jawa setelah Singasari runtuh. Pusat pasar kotaraja Majapahit yang berada di sisi jalan raya yang membelah kotaraja Majapahit mulai ramai. Bukan saja para penduduk kotaraja, para pedagang dari daerah-daerah lain ikut menjajakan dagangan mereka. Perdagangan bertambah ramai apabila ada kapal besar merapat di bandar kecil sungai Brantas seperti di Canggu dan delta sungai Brantas. Untuk menjual dagangan mereka, para pedagang dari Cina dan India bahkan ada yang menetap untuk waktu lama di tlatah Majapahit. Mereka membawa barang-barang dagangan dari negeri mereka atau negeri lain yang sempat mereka kunjungi untuk dijual di Majapahit. Mereka kembali ke negara mereka dengan membawa barang-barang yang dibelinya di Majapahit. Kadang-kadang mereka menyempatkan diri singgah di Suwarnabhumi, untuk membeli barang-barang yang dapat dijual di negaranya. Saat itu, Suwarnabhumi menjadi pusat perdagangan yang sangat ramai di selat Malaka. Para pedagang dari beberapa negara saling menjual barang dagangan mereka di sana. Beberapa pedagang Majapahit sengaja berlayar ke Suwarnabhumi membeli dagangan dengan harga lebih murah dan jenis yang sangat beragam seperti bahan tenunan, pewarna atau jenis perak khusus dari Suwarnadwipa untuk dijual di pasar kotaraja. Para bangsawan Majapahit sangat menyukai barang-barang yang diperdagangkan mereka. Dengan keuntungan yang berlipat, para pedagang itu berangkat ke Suwarnabhumi dengan membawa barang dagangan dari tanah Jawa, pulangnya mereka membawa barang dagangan dari negeri sebrang. Begitu seterusnya. Para pedagang dari desa terpencil dengan mengendarai pedati membawa hasil bumi desa mereka untuk dijual atau ditukar dengan barang lain yang dibutuhkan di desa mereka. Para penduduk kotaraja sudah terbiasa bergaul dengan berbagai etnis masyarakat, golongan dan kebudayaan. Bahkan beberapa penduduk sudah banyak yang belajar berbagai bahasa yang digunakan oleh orang asing. Itulah sebabnya pada saat pemerintahan Hayam Wuruk, majapahit mengalami zaman keemasan. Salah satu bandar besar di selat Malaka, Suwarnabhumi, bukan saja berfungsi sebagai bandar pelabuhan biasa. Namun Gajah Mada menata Suwarnabhumi sebagai lalu-lintas perdagangan di selat Malaka. Karena Cina tidak campur tangan terhadap kebijakan ini, memudahkan Majapahit melakukan upaya dan kinerja eksport-import yang sangat maju. Tata-kota dibangun dengan sangat terencana. Penggalian situs-situs bekas kerajaan Majapahit di Trawulan membuktikan bahwa Majapahit pada saat itu telah membuat parit-parit bawah tanah. Di kotaraja, saluran air bawah tanah menggunakan terakota. Tata-letak bangunan diatur dengan baik. Banyak ditemukan sumur-sumur di area bangunan kotaraja dengan genteng yang sudah terbuat dari tanah liat/terakota. Ini membuktikan bahwa masyarakat perkotaan sudah maju dan berperadaban tinggi. Para petinggi yang dianggap sudah waktunya diganti, entah karena usia atau kemampuan, digantikan dengan orang-orang muda yang berwawasan luas, kapabel dan memiliki moral, tidak perduli dari kasta mana orang itu berasal. Para raja yang tersebar di seluruh perairan Nusantara dipersatukan dalam satu konsep: Persatuan Nusantara. Mereka tidak lagi boleh saling berperang untuk memperebutkan daerah dan kekuasaan masing-masing. Yang ada adalah bagaimana untuk bersama-sama menciptakan kerukunan, kebersamaan dan saling pengertian. Terjadi pertukaran kebudayaan, sumber daya dan ilmu pengetahuan bagi kemajuan bangsa dan negara besar: Dwipantara, 'Nusantara Raya'. Salam Nusantara..! Renny Masmada http://rennymasmada.wordpress.com <http://rennymasmada.wordpress.com/>