http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/11/17/LU/mbm.20081117.LU128780.id.html

Panas Digoyang Gempa Bumi

Istana diduga ikut melindungi kepentingan keluarga bisnis Bakrie dalam 
gonjang-ganjing saham Bumi Resources. Krisis keuangan grup bisnis itu juga 
dijadikan klaim untuk mengerem dana penanggulangan lumpur Lapindo. Ditekan 
kiri-kanan, Sri Mulyani sempat meminta mundur.

Terpisah samudra ribuan kilometer, dua pejabat Departemen Keuangan itu tetap 
terhubung oleh persoalan gawat di Jakarta. Sekretaris Jenderal Mulya Nasution 
di Peru dan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution di Guangzhou, Cina, 
mengikuti rapat jarak jauh dengan Menteri Sri Mulyani dan para pejabat eselon I 
departemen itu di Tanah Air, Rabu pagi dua pekan lalu. 

Rapat yang tak diagendakan sebelumnya itu juga dihadiri Kepala Badan Pengawas 
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Fuad Rahmany serta Direktur Utama Bursa Efek 
Indonesia Erry Firmansyah. Setelah memberikan penjelasan panjang-lebar, Sri 
Mulyani mengambil keputusan yang mengejutkan bawahannya. "Ibu Menteri 
menyatakan hendak mundur," kata sumber Tempo, "dia merasa kredibilitasnya 
dipertaruhkan." 

Semua terenyak. Para pejabat itu meminta Ibu Menteri tidak bertindak emosional. 
Mereka meminta bos mereka memikirkan untung-rugi sebelum mengambil keputusan. 
Krisis keuangan dijadikan alasan untuk menahan keinginan Ani, begitu Bu Menteri 
dipanggil. "Tapi jajaran eselon satu memahami persoalan yang dihadapi Bu 
Menteri," ujar sumber yang sama. Menjelang tengah hari, rapat distop untuk 
diteruskan sore harinya. 

"Gempa kabinet" ini berawal dari runtuhnya harga saham PT Bumi Resources Tbk. 
(BUMI), perusahaan tambang batu bara milik keluarga Bakrie. Sempat menjulang di 
harga Rp 8.500-an per lembar pada pertengahan tahun, saham perusahaan itu 
melorot hingga kisaran Rp 3.000-an pada awal Oktober. Perdagangan saham Bumi 
distop pada 7 Oktober, karena harganya melorot 32,03 persen dalam sehari. Hal 
yang sama diberlakukan pada saham lima perusahaan lain di bawah Grup Bakrie. 

Loyonya saham Bakrie dipicu kabar bahwa kelompok usaha itu kesulitan membayar 
utang berjaminan saham. Nilainya luar biasa: Rp 11 triliun. Kabar ini semakin 
kencang karena pada saat yang sama grup itu juga bergerilya menjual 35 persen 
saham Bumi kepada sejumlah pengusaha. Sementara perdagangan tiga perusahaan 
lain dibuka kembali beberapa hari kemudian, jual-beli saham Bumi tetap 
dibekukan nyaris sebulan. 

Setelah sempat bernegosiasi dengan sejumlah pihak, pada Sabtu tiga pekan lalu, 
keluarga Bakrie akhirnya meneken perjanjian transaksi 35 persen saham Bumi 
dengan PT Northstar Pacific. Pada hari yang sama, menurut sumber, Nirwan 
Bakrie, pengendali Grup Bakrie, menemui Menteri Keuangan yang ditemani Darmin 
Nasution dan Fuad Rahmany. Adik kandung Menteri Koordinator Kesejahteraan 
Rakyat Aburizal Bakrie ini melaporkan kesepakatan transaksi dengan Northstar. 

Menerima laporan itu, Sri Mulyani kabarnya kemudian menyatakan per-dagangan 
saham Bumi harus segera dibuka pada pekan berikutnya. Namun Nirwan meminta 
waktu untuk melakukan berbagai konsolidasi, sebelum saham Bumi kembali 
diperdagangkan di lantai Bursa. Sri Mulyani menolak permintaan itu. 

Masalah kelompok Bakrie bertambah karena pada pertemuan itu, menurut sumber 
yang lain, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution juga menagih utang royalti 
batu bara dan pajak Bumi yang belum dibayar. Jumlahnya pun tidak sedikit, 
sekitar US$ 500 juta. Masalah ini sempat membuat para petinggi Bumi dilarang ke 
luar negeri. "Nirwan pada pertemuan itu berjanji membayar pajak pada akhir 
tahun," kata sumber itu. 

Menteri Keuangan meminta perdagangan saham Bumi dibuka Rabu pekan berikutnya. 
Namun, menurut sumber, pada Selasa pekan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
memerintahkan Sri Mulyani bertemu dengan Aburizal lebih dulu sebelum 
perdagangan dibuka. Sri menolak permintaan ini karena ia menganggap perdagangan 
saham Bumi bukan urusan koleganya di Kabinet Indonesia Bersatu itu. 

Satu pengumuman pun ditayangkan situs Internet Bursa Efek Indonesia pada Rabu, 
5 November, pukul 08.00. Isinya: otoritas Bursa akan membuka kembali 
perdagangan saham Bumi Resources mulai sesi pertama pukul 09.30 waktu Jakarta 
Automatic Trading System atau jam bursa efek, hari itu juga. 

Pada saat yang hampir sama, menurut sumber yang lain, selarik pesan dikirimkan 
Presiden Yudhoyono ke telepon seluler Sri Mulyani. Isinya, teguran tak langsung 
kepada menterinya itu. Mungkin karena perdagangan hendak dibuka sebelum Sri 
Mulyani bertemu dengan Aburizal. "Intinya, Presiden menyatakan, kalau dalam 
organisasi ada yang tidak sepaham dengan perintah atasan, itu berarti tidak 
disiplin," sumber itu menuturkan. 

Menerima pesan ini, Sri Mulyani berusaha menelepon bosnya. Namun telepon ini 
tak kunjung diangkat-padahal ia biasanya memiliki hotline dengan sang Presiden. 
Pelaksana Menteri Koordinator Perekenomian ini pun akhirnya meminta Bursa Efek 
Indonesia membatalkan pembukaan perdagangan saham Bumi. 

Satu seperempat jam setelah pengumuman pembukaan perdagangan saham Bumi 
ditayangkan, muncul pengumuman baru. "Mengingat adanya permintaan dari 
pemerintah, Bursa memutuskan untuk menunda pembukaan suspensi perdagangan efek 
BUMI hingga pengumuman lebih lanjut," demikian tertulis dalam pengumuman. 
Segera setelah itu, Menteri Keuangan memanggil para pejabat eselon I rapat di 
kantornya. 


l l l
Sore setelah lanjutan rapat ini dibuka, Sri Mulyani menyatakan tetap pada 
keputusannya untuk mundur. Mulya Nasution di Peru dan Darmin Nasution di 
Guangzhou pun kembali terhubung ke rapat di Jakarta melalui telepon 
internasional. Mereka dan pejabat lainnya rupanya tak mampu mengubah keputusan 
Ibu Menteri. 

Seusai rapat, sumber bercerita, Sri Mulyani meminta waktu untuk bertemu dengan 
Presiden. Tapi Kepala Negara punya acara menjamu Presiden Madagaskar Marc 
Ravalomanana petang itu. Sri menunggu jamuan itu selesai di Lapangan Banteng, 
kantornya. Ia baru ke Istana sekitar pukul 21.00. Di situ ia menyampaikan 
permintaannya untuk mundur dari kabinet ke Presiden. Permintaan ini ditolak 
Yudhoyono. 

Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng menepis informasi tersebut. "Saya 
tidak pernah mendengar hal semacam itu. Sekarang pun Ibu Sri Mulyani sedang 
mendampingi Presiden SBY dalam Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Washington," 
katanya kepada reporter Ismi Wahid. Adapun Sri Mulyani ketika dimintai 
konfirmasi hanya berujar pendek: "Ah, yang benar...?" 

Kepada para pembantunya, menurut sumber Tempo, Yudhoyono berpendapat saham Bumi 
harus diselamatkan. Jika harganya terus mengempis dan kekayaan keluarga Bakrie 
tergerus, ia khawatir mereka tak sanggup membayar ganti rugi untuk korban 
lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Pada awal lumpur itu menyembur, 
keluarga Bakrie kabarnya menyatakan sanggup membayar kerugian korban hingga Rp 
3 triliun. 

Pendapat Yudhoyono itu bukannya tanpa dasar. Pada akhir Oktober lalu, PT 
Minarak Lapindo Jaya, perusahaan yang dibentuk Bakrie untuk mengurus persoalan 
luapan lumpur, mengirim surat ke Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan 
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo-Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan 
Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah. Isinya, Minarak mengakui mengalami masalah 
keuangan. Untuk itu, mereka meminta Badan Penanggulangan "memberikan 
kebijaksanaan sementara" menggantikan fungsi Minarak. 

Namun sebenarnya krisis global itu tidak bisa dianggap sebagai penyebab 
seretnya pembayaran ganti rugi untuk korban lumpur Lapindo. Keluarga Bakrie toh 
tetap saja tak kunjung menyelesaikan pembayaran ketika harga saham Bumi masih 
digdaya dan Aburizal ditetapkan sebagai orang terkaya se-Indonesia oleh majalah 
Forbes. Karena itu, kalangan politikus yakin "perlindungan" Istana untuk 
kelompok usaha Bakrie jauh lebih dalam daripada itu. Apalagi pemerintah juga 
terkesan lemah dalam kasus Lapindo. 

Syahdan, pada 2004, Aburizal serta pengusaha Surya Paloh dan Jusuf Kalla 
berpacu menjadi calon presiden dari Partai Golkar melalui jalur konvensi. 
Mereka juga bersaing dengan, antara lain, mantan Panglima Tentara Nasional 
Indonesia Wiranto dan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Di tengah jalan, Kalla 
meninggalkan gelanggang dan berduet dengan Yudhoyono. Wiranto pada akhirnya 
memenangi konvensi. Alih-alih menyokong Wiranto, segera setelah konvensi ini, 
Aburizal dan Surya merapat ke pasangan Yudhoyono-Kalla. 

Sumber Tempo mengatakan jasa Aburizal dalam menopang kebutuhan dana kampanye 
Yudhoyono-Jusuf Kalla cukup besar. Ia kabarnya selalu memasok dana dalam jumlah 
dua kali lipat dibanding dana yang disetor Surya Paloh. Itu sebabnya, begitu 
pasangan yang mengusung slogan "Bersama Kita Bisa" ini memenangi pemilihan 
presiden, dengan dukungan yang sangat kuat dari Jusuf Kalla, Aburizal langsung 
dijatah pos strategis: Menteri Koordinator Perekonomian. 

Kepada Sahala Lumban Raja dan Cornila Desyana dari Tempo, Aburizal membantah 
informasi itu. "Kalau menulis seperti itu, berarti Anda menulis informasi yang 
salah," katanya ketika ditemui pada Malam Apresiasi Olahraga di Jakarta, Jumat 
malam pekan lalu. 

Adapun Andi Mallarangeng mengatakan daftar penyumbang dana kampanye 2004 untuk 
Yudhoyono-Kalla ada di Komisi Pemilihan Umum. Dalam daftar itu, Aburizal memang 
tak tercantum sebagai daftar penyumbang. Namun sumber tersebut yakin Aburizal 
termasuk salah satu donatur. 

Aburizal, kata sumber itu, juga berperan penting memuluskan Jusuf Kalla merebut 
posisi Ketua Umum Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional di Bali. Ini misi 
yang direstui Yudhoyono. Hanya diusung Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, 
serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, ia perlu tambahan dukungan di 
Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan menempatkan Kalla di Beringin, tujuan itu bisa 
diraih. 

Di arena Musyawarah Nasional, Hotel Westin, Nusa Dua, akhir 2004, Aburizal 
kembali berkolaborasi dengan Surya Paloh. Sementara Aburizal memasok "gizi" 
buat menggaet dukungan dari pengurus daerah, kata seorang peserta, Surya 
bertugas menaklukkan beberapa pengurus yang masih setia kepada Akbar Tandjung. 
Walhasil, Jusuf Kalla mulus menuju puncak Beringin, mengalahkan Akbar yang 
beraliansi dengan Wiranto. 

Surya Paloh yang kemudian ditunjuk menjadi Ketua Dewan Penasihat Golkar, ketika 
dimintai konfirmasi mengaku tidak ingat dengan peristiwa empat tahun lalu itu. 
"Untuk apa cerita-cerita lama dijadikan konsumsi publik lagi?" ujarnya. Adapun 
Aburizal mengatakan Yudhoyono tak pernah meminta bantuannya menyokong Jusuf 
Kalla merebut kursi Ketua Umum Golkar. 

Mungkin karena "jasa" itulah, posisi Aburizal di kabinet hanya digeser walau 
kinerjanya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dianggap tak moncer. Pada 
perombakan pertama kabinet, tiga tahun lalu, ia hanya digeser ke Menteri 
Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Padahal menteri lain yang dinilai gagal, 
langsung dicopot. 


l l l
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah tidak pernah mengistimewakan 
keluarga Bakrie. Tapi, menurut dia, "Pemerintah memang berkewajiban menjaga 
kelangsungan hidup pengusaha nasional." Ia mengakui sempat bertemu dengan 
Nirwan Bakrie buat membicarakan masalah suspensi saham Bumi. "Apa salahnya saya 
bertemu Nirwan?" ujarnya. "Saya tersinggung, pengusaha nasional ketemu Wapres 
Anda pertanyakan. Dia sah ketemu saya. Jangan terlalu curiga." 

Mengomentari permintaan kelompok Bakrie agar penjualan saham Bumi tetap 
ditutup, Jusuf Kalla mengatakan, "Kalau Bakrie (minta) tolong diliatin supaya 
jangan jatuh, masak itu salah? Zaman dulu Astra dibantu, BII dibantu, Danamon 
dibantu. Semua konglomerat dibantu habis-habisan. Masak Bakrie hanya sedikit 
minta tolong satu-dua hari tidak boleh?" 

Pada akhirnya, campur tangan petinggi Republik ini di lantai bursa menjadi tak 
ada artinya. Kekuasaan tak mampu menahan kekuatan pasar. Ketika kemudian dibuka 
pada 6 November, harga saham Bumi langsung terempas. Dari hari ke hari nilainya 
terus menukik, hingga kini. 

Budi Setyarso, Yandhrie Arvian, Padjar Iswara, Gabriel Yoga

<<head1139.jpg>>

Kirim email ke