Apakah kesenian tradisional harus dikebiri oleh politik kekuasaan?

 

Penari Jaipong Diminta Tutup Ketiak
"Katakanlah dari 100 persen, dikurangi 10 persen."

BANDUNG - Para seniman tari jaipongan di Jawa Barat kini harus mengubah kostum 
dan penampilannya jika tampil. Selain tak lagi berkostum terbuka, diharapkan 
bisa mengurangi lenggak-lenggok goyangan. "Bagian tubuh yang terbuka sebaiknya 
lebih tertutup," kata Herdiwan Iing Suranta, Kepala Dinas Kebudayaan dan 
Pariwisata Jawa Barat, saat dihubungi Tempo di Bandung kemarin. 
Menurut Herdiwan, permintaan ini sesuai dengan amanat Gubernur Jawa Barat Ahmad 
Heryawan, yang disampaikan melalui Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebudayaan Jawa 
Barat Wawan Ridwan. "Sewaktu serah terima jabatan, Pak Wawan mengatakan amanat 
dari Gubernur itu," kata Herdiwan. 
Penegasan itu disampaikan Herdiwan menyusul isu pelarangan tari jaipongan di 
wilayah Jawa Barat kemarin. Isu itu sempat meresahkan sejumlah seniman tari di 
Bandung. 
Herdiwan mengaku tak mendengar langsung dari Gubernur, pun ia tak mendapat 
instruksi langsung dari Gubernur. Namun, menurut Herdiwan, pejabat sebelumnya 
telah menyampaikan amanat Gubernur itu kepadanya secara khusus. 
Selain perubahan pakaian agar tidak "lekbong" alias menutup ketiaknya, para 
penari jaipongan akan diminta mengurangi lenggak-lenggoknya. Setidaknya, 
goyang, gitek, dan geol (3G) para penari itu diperhalus. "Katakanlah dari 100 
persen, dikurangi 10 persen. Toh, tidak berpengaruh nyata terhadap keindahan 
tarian," kata Herdiwan. 
Herdiwan mengaku malah sudah meminta pendapat dua penari senior: Indrawati 
Lukman dan eks penari istana, Tien Rostini atau Ma Ageung. "Menurut mereka, 
keindahan jaipongan tak masalah dengan pakaian tertutup," ujarnya. 
Herdiwan mengaku sepakat dengan amanat itu. Menurut dia, amanat Gubernur bukan 
melarang jaipongan, hanya mengingatkan ada sebagian masyarakat risi terhadap 
bagian tubuh penari yang terbuka dan gerakan pinggul yang demonstratif. "Bukan 
dalam rangka memasung kreativitas seniman," ujarnya.

 
Meski sadar permintaannya bakal memicu polemik, Herdiwan mengaku tetap 
berencana mensosialisasi hal ini ke komunitas seniman di Jawa Barat. "Saya pun 
siap dimarahi," katanya. 
Gubernur sendiri, hingga berita ini diturunkan, belum bisa dimintai 
konfirmasinya. Melalui dua nomor telepon selulernya, Gubernur tak bisa 
dihubungi. 
Para penari jaipongan menanggapi beragam "amanat" ini. Irma Ria menilai 
keinginan Gubernur sah-sah saja meskipun sang penari sendiri yang menentukan 
seberapa besar goyangan itu. Ini pun bergantung pada jenis lagu dan siapa yang 
menonton. "Ada jenis lagu jaipongan yang tak harus disertai goyangan sensual, 
seperti Lagu Ageung (Besar). Di situ penari malah terlihat gagah," ujarnya. 
Guru Besar Sekolah Tinggi Seni Indonesia Endang Caturwati menilai penertiban 
kostum tak perlu dilakukan. Soalnya, di banyak daerah, kostum jaipongan kini 
sudah lebih tertutup. "Di daerah Pantura bahkan lebih banyak yang tertutup," 
kata dosen yang menulis disertasi tentang tari jaipongan itu.RANA AKBARI 
FITRIAWAN | AHMAD FIKRI 
 
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/02/06/Nusa/krn.20090206.155963.id.html
http://media-klaten.blogspot.com/
 
 
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke