http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=47151&ik=6
Perang Dingin Di Senayan Minggu 9 November 2008, Jam: 20:29:00 JAKARTA (Pos Kota) - Perang dingin antarpartai di gedung DPR biasa. Tapi, kalau perang dingin antarbirokrat di gedung wakil rakyat memang unik. Setidaknya itu yang tergambar di kompleks Gedung DPR Senayan. Di gedung wakil rakyat tersebut terdapat tiga Sekretariat Jenderal (Setjen) yang secara administratif mengatur lembaga negara berbeda, yaitu Sekjen MPR, Sekjen DPR dan Sekjen DPD. Pengamat politik, Cecep Effendy menganggap hal itu menjadi masalah, bahkan bisa menghambat efektivtas legislatif. Karena itu tak ada kata lain kecuali mulai diwacanakan perlunya penyederhanaan kesekjenan di lembaga ini. "Agar legislatif bisa berkembang lebih efektif justru cukup ditangani satu Sekjen, tidak perlu ada tiga," katanya dalam diskusi yang diselenggarakan DPD RI kemarin. Sekretariat Jenderal bergerak di bidang staf administratif, arsip, dokumen dan sejenisnya. Kalau kesekjenan memadai maka seorang anggota DPR tidak perlu dipertanyakan tingkat pendidikannya, ilmunya atau pengalamannya. "Karena soal data semua sudah dilengkapi oleh para stafnya dia tinggal ngomong saja sebagai anggota DPR mengenai bidang kerjanya," kata Cecep. "Karena itu di negara-negara maju sorang anggota DPR mempunyai staf ahli yang sangat banyak dengan pendidikan yang sangat baik." MENAMBAH ANGGARAN Pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin mengatakan agak aneh bila mempertahankan lembaga-lembaga yang kurang jelas perannya. Misalnya saja di MPR untuk dana sosialisasi amandemen UUD bisa mencapai Rp200 miliar. Padahal sangat jelas lembaga ini keberadaan dan fungsinya hanya kapan-kapan saja. "Misalnya saja saat melantik presiden ,wakil presiden, itu kapan-kapan. Sidang Umum atau Sidang Istimewa, itu juga kapan-kapan, demikian pula amandemen UUD juga kapan-kapan," katanya. "Kalau ini dipertahankan malah memberatkan anggaran negara." Mantan Anggota Pansus Susduk, Ida Fauziah juga membenarkan kondisi yang tidak mendukung tersebut. Menurutnya, agak aneh mekanisme kerja yang ada di kompleks DPR. Dari tiga instansi yang ada masing-masing punya otoritas dan kekuasaan sendiri. "Misalnya saja ruang rapat paripurna utama selama ini dianggap milik MPR sehingga yang mau menggunakan harus izin MPR, sedangkan DPR karena ruang rapatnya digunakan DPD maka dia buat gedung baru," tegasnya. (untung/nk/j)