Tulisan ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr/

yang sampai sekarang sudah dikunjungi lebih dari 604 650 kali

- - - - - - - - -


                              Sebagai pengantar tulisan :

Puisi Negeri Para Bedebah
Karya:Adhie Massardi (mohon ma’af, disingkat)

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi

                  *  * *

             Perubahan besar (revolusi) dari bawah

Harap sebelum membaca tulisan ini sampai akhir, para pembaca sudah siap
dalam fikiran bahwa akan menjumpai berbagai ungkapan-ungkapan yang kasar,
yang tidak « senonoh », yang bisa dianggap tidak sopan, yang mungkin
menjengkelkan perasaan , atau , bahkan ( !) menyakitkan hati sebagian orang.

Sebab, tulisan ini memang merupakan curahan uneg-uneg dari hati yang gundah,
ledakan kemarahan yang meluap-luap, dan letupan kedongkolan yang sudah
berpuluh-puluh tahun terpendam dalam dada dan kepala.

Seperti yang mungkin terjadi juga pada diri banyak orang lainnya, kemarahan
dan kejengkelan ini makin menggunung akhir-akhir ini melihat situasi negara
dan rakyat kita, yang kelihatan dibikin semakin bobrok dan semakin rusak
oleh sistem pemerintahan SBY-Budiono, sebagai penerus
pemerintahan-pemerintahan sebelumnya (terutama sistem pemerintahan di bawah
kekuasaan Suharto).

Kerusakan, kebobrokan, kebejatan, kebrengsekan, kebusukan di negeri kita
sudah kelewat parah dan merata atau menyeluruh. Tidak hanya di tingkat pusat
(Jakarta) saja, melainkan juga juga di daerah-daerah, di propinsi,
kabupaten, dan kecamatan, bahkan juga di tingkat pedesaan. Tidak salahlah
kiranya kalau ada orang-orang yang mengatakan bahwa negeri kita sekarang
sudah menjadi negeri bedebah, negara para maling, atau negara para penjahat.



Kerusakan sesudah digulingkannya Bung Karno

Kerusakan moral atau pembusukan mental atau kebejatan akhlak di kalangan
elite ini ( antara lain : pejabat tinggi pemerintahan, pimpinan partai
politik, anggota DPR, pimpinan aparat negara) sebenanya sudah nyata-nyata
kelihatan sejak digulingkannya pemerintahan Bung Karno oleh para jenderal di
bawah pimpinan Suharto.

Kebejatan akhlak dan kerusakan moral itu tidak hanya tercermin dalam
pengkhianatan besar-besaran terhadap Bung Karno berikut seluruh
ajaran-ajaran revolusionernya dan penghinaan dan penyiksaan --- yang
keterlaluan besarnya -- terhadapnya (ingat : perlakuan terhadap Bung Karno
selama bertahun-tahun dalam tahanan rumah ketika ia sedang sakit parah).

Perlulah agaknya ditegaskan sekali lagi bahwa kerusakan moral dan kebejatan
akhlak secara besar-besaran (dan sangat serius !!!) ini termanifestasi sejak
pemerintahan Orde Baru -- yang ditulangpunggungi oleh militer dan Golkar dan
didukung oleh kekuatan-kekuatan reaksioner dalamnegeri dan luarnegeri -
mengangkangi negara selama 32 tahun.



Nation building dan character building dibusukkan Orde Baru

Kiranya, banyak pengamat sejarah Republik Indonesia dan berbagai ahli ilmu
politik dan sosial bisa melihat, dengan jelas pula, bahwa pemerintahan Orde
Baru di bawah Suharto adalah pemerintahan yang telah menimbulkan
kerusakan-kerusakan besar sekali di bidang oembangunan jiwa bangsa.

Nation building dan character building yang dengan susah payah dan gigih
sekali sudah diperjuangkan Bung Karno selama lebih dari 40 tahun (sejak ia
masih muda dalam tahun 20-an) telah dirusak, dikotori atau dibusukkan oleh
berbagai politik dan praktek-praktek Orde Baru, yang diteruskan oleh
berbagai pemerintahan, sampai sekarang.

Salah satu di antara berbagai macam perusakan jiwa bangsa dan pembusukan
akhlak manusia Indonesia (tidak semuanya, sebagian saja) adalah pembunuhan,
pemenjaraan, penahanan, persekusi terhadap puluhan juta orang kiri anggota
dan simpatisan PKI yang tidak bersalah serta para pendukung setia politik
Bung Karno.

Untuk jangka yang lama sekali, akibat propaganda keji dan jahat rejim
militer yang terus-menerus selama puluhan tahun, sebagian besar masyarakat
Indonesia bisa dipengaruhi (secara salah) untuk anti-Bung Karno, anti-PKI
atau anti-kiri

Dengan politik anti-Bung Karno dan anti-PKI ini, maka seluruh ajaran
revolusioner Bung Karno (antara lain : Pancasila, Marhaenisme,Trisaksi,
Berdikari, Nasakom, Manipol, Dekon, Ampera) yang pernah menjadi pedoman
perjuangan rakyat Indonesia, telah dibuang jauh-jauh atau dilarang selama
puluhan tahun.

Dengan dilarangnya ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno, dan dilumpuhkannya
kekuatan kiri pada umumnya, maka terjadi kerusakan jiwa dan pembusukan moral
secara besar-besaran dan parah yang berjangka lama. Bolehlah dikatakan,
bahwa ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno, yang secara garis besar sejiwa
atau searah dengan ajaran-ajaran golongan kiri, merupakan tameng rakyat atau
benteng bangsa terhadap kerusakan jiwa atau dekadensi moral.



Kerusakan jiwa dan pembusukan moral

Oleh karena itulah mengapa selama pemerintahan ada di bawah pimpinan Bung
Karno orang tidak banyak bicara tentang kemerosotan moral yang meluas,
penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, nepotisme, seperti yang terjadi
selama Orde Baru dan diteruskan sampai sekarang. Moral publik selama jaman
Bung Karno telah ditandai dengan jiwa revolussioner perjuangan, jiwa
pengabdian kepada revolusi, jiwa pengabdian kepada rakyat banyak, jiwa
gotong royong, jiwa anti-imperialisme

Orde Baru (dan berbagai pemerintahan yang menggantikannya kemudian) telah
merusak sama sekali jiwa bangsa yang pernah dikagumi oleh banyak rakyat
Asia-Afrika dan di berbagai rakyat lainnya di dunia, berkat dipancarkannya
keagungan gagasan gemilang dan ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno lewat
Konferensi Bandung, Dibawah Bendera Revolusi, Setiakawan rakyat-rakyat Asia
Afrika, Ganefo, Conefo, « Go to hell with your aid », dan berbagai
politiknya yang anti-imperialis.

Kerusakan jiwa yang parah dan pembusukan moral yang terjadi selama Orde Baru
ini begitu besarnya dan begitu luasnya dan berlangsung begitu lamanya,
sehingga akibatnya sangat buruk sekali bagi jiwa dan moral berbagai angkatan
bangsa sejak 1966. Perusakan jiwa dan moral bangsa inilah merupakan dosa
yang terbesar dari rejim militer Suharto, yang akibat buruknya sama-sama
banyak kita lihat dewasa ini.

Sekarang ini, kita saksikan di Indonesia keadaan sosial yang serba semrawut,
situasi politik yang kotor dan kacau, ekonomi yang menyulitkan orang banyak,
dan kebudayaan yang tidak sehat, Negara kita sudah menjadi negara maling,
para pejabatnya menjadi penjahat, para tokohnya banyak yang menjadi penipu
rakyat. Rakyat banyak hidup sengsara, terutama rakyat miskin, sedangkan
sebagian kecil bergelimang dengan kemewahan hasil korupsi atau perbuatan
haram lainnya.



Bukan negara macam ini yang dicita-citakan para pejuang

Negara kita yang sebrengek seperti sekarang ini bukanlah negara yang
dicita-citakan para pahlawan revolusi 17 Agustus 45, dan bukan pula yang
diidam-idamkan oleh para pejuang perintis kemerdekaan, dan sama sekali
bukanlah yang dikehendaki Bung Karno. Mereka itu semuanya pastilah sedang
menangis sambil mengutuk dalam makam mereka masing-masing melihat negara dan
bangsa dibikin serba bejat sekarang ini.

Bejatnya pemerintahan sekarang, dan rusaknya moral di banyak kalangan -
terutama sekali ditingkat atas - sudah kelewatan sehingga sulit diperbaiki
dalam jangka dekat, bahkan juga tidak mungkin dalam puluhan tahun. Dengan
SDM (sumber daya manusia) yang seperti sekarang ini, yang sebagian terbesar
adalah produk sistem Orde Baru, adalah tidak mungkin mengadakan perubahan
besar-besaran dan perbaikan fundamental.

Sebab, urat nadi pemerintahan atau pusat syaraf kekuasaan di tingkat pusat
sekarang ini sudah keterlaluan membusuknya sehingga seluruh badan negara
ikut sakit parah. Bayangkan, wakil presidennya dan Menkeu-nya harus
diperiksa KPK, banyak jenderal Polri diperiksa, hakim-hakim tinggi makan
suap, Kejaksaan Agung jadi sarang jaksa yang korup, pusat perpajakan
dipenuhi maling-maling tingkat kakap, banyak anggota DPR yang dicurigai
tidak bersih, dan badan-badan negara lainnya juga jadi sarang penyamun.
Komplit sudah !

Sekarang ini, banyak orang sudah tidak lagi punya ilusi bahwa perbaikan
besar-besaran atau perubahan fundamental bisa diadakan mulai dari atas.
Jelaslah bahwa itu hanyalah impian kosong saja !!!. Berbagai pengamat
sejarah dan pakar-pakar di bidang ilmu sosial dan politik akan mengatakan
bahwa banyak penyakit parah bangsa -- yang disebabkan kerusakan moral
sekarang ini -- akan memerlukan banyak generasi untuk menyembuhkannya.



Perubahan besar-besaran lewat revolusi

Kiranya, nyatalah bagi kita semua sekarang, bahwa untuk memperbaiki
kerusakan besar dan menyembuhkan penyakit parah yang melanda bangsa kita
dewasa ini diperlukan adanya shock therapi atau perubahan besar-besaran
dengan cara-cara yang luar biasa, dan tidak bisa hanya dengan reformasi
kecil-kecilan atau langkah-langkah tambal sulam, yang seperti selama ini
sudah dilakukan. Perubahan besar-besaran dan fundamental ini bisa dinamakan
revolusi. Dan revolusi ini bisa berlangsung dengan bermacam-macam cara,
bentuk, dan isi ; yang pada umumnya berarti perombakan kekuasaan, atau
perubahan kekuasaan , atau penggeseran kekuasaan, atau perebutan kekuasaan.

Perubahan besar-besaran itu ( atau revolusi itu) seyogianyalah datang dari
bawah atau dari rakyat yang dilakukan dengan dan oleh kekuatan revolusioner
massa rakyat yang luas. Sebab, hanyalah rakyat yang dipersenjatai semangat
atau jiwa revolusioner untuk menciptakan perubahan besar yang bisa
menyelamatkan negara dan bangsa. Dan sama sekali bukannya lapisan atas
(antara lain, para jenderal reaksioner dan tokoh-tokoh korup di berbagai
bidang dan golongan) yang dekaden moralnya, yang selama ini merupakan
lintah-lintah bangsa, yang menjadi bedebah-bedebah dan sampah bangsa.

Sayangnya, kekuatan massa rakyat yang berhaluan progresif revolusioner ini
(yang terutama terdiri dari pendukung berbagai politik Bung Karno dan kaum
kiri atau anggota dan simpatisan PKI) telah selama puluhan tahun ditindas
atau dipersekusi oleh Orde Barunya Suharto, sesudah jutaan di antaranya
dibantai secara ganas. Untunglah bahwa sebagian dari kekuatan progresif ini
setapak-setapak mulai bangkit dan bergerak lagi, dengan macam-macam cara dan
bentuk.



Munculnya kembali kekuatan kiri akan baik buat bangsa

Munculnya kembali -- dari bawah dan secara luas -- kekuatan progresif atau
kekuatan kiri di Indonesia (walaupun perlahan-lahan dan melalui berbagai
kesulitan) hanya akan mendatangkan kebaikan bagi negara dan bangsa, dan
bukan sebaliknya. Sudah terbukti dari pengalaman bangsa kita selama ini
bahwa kehancuran atau melemahnya kekuatan kiri hanyalah menyebabkan
kemunduran atau kerusakan atau dekadensi bangsa. Ini sudah dibuktikan oleh
jaman Suharto.

Sejarah bangsa Indonesia akan membuktikan di kemudian hari bahwa pada
akhirnya, kekuatan reaksioner di Indonesia - yang sejenis Orde Baru, atau
jenis-jenis lainnya -- akan bisa dikalahkan oleh kekuatan massa rakyat.
Jatuhnya rejim militer Suharto yang sangat luar biasa « digdaya »-nya --
tetapi sangat busuk dan korup -- dalam tahun 1998 adalah salah satu
contohnya.

Generasi-generasi kita di kemudian hari juga akan menyaksikan bahwa hanya
pemerintahan rakyat, yang sungguh-sungguh.berjuang untuk masyarakat adil dan
makmur (atau masyarakat sosialis Indonesia, menurut Bung Karno) yang akan
menyelamatkan tujuan proklamasi 17 Agutus 45. Bukan pemerintahan atau
kekuasaan politik type lainnya.

Paris, 5 Mei 2010

A. Umar Said











Kirim email ke