http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=9991
Sabtu, 17 Januari 2009 | BP Tumpek Landep Pikiran Mesti Selalu Ditajamkan Hari ini, Saniscara Kliwon Wuku Landep (17/1) dikenal dengan rerahinan Tumpek Landep. Rerahinan gumi ini jatuh setiap enam bulan sekali. Pada Tumpek Landep umat bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi -- Tuhan Yang Maha Esa -- yang telah memberikan kecerdasan, pikiran tajam serta kemampuan yang tinggi kepada umat manusia, sehingga mampu menciptakan teknologi atau benda-benda yang dapat memudahkan hidup. Mesti disadari, dalam konteks itu umat bukanlah memuja benda-benda tersebut, tetapi memuja kebesaran Tuhan. Demikian antara lain dikatakan dosen IHDN Denpasar Ketut Wiana dan dosen Unhi Denpasar Wayan Budiutama. Lalu, apa hakikat Tumpek Landep? KETUT Wiana mengatakan, hari-hari raya umat Hindu tak sekadar rerahinan rutin yang mesti dirayakan. Namun, di dalamnya ada nilai filosofis yang penting dimaknai dalam kehidupan sehari-hari. Tumpek Landep, misalnya, memiliki nilai filosofi agar umat selalu menajamkan pikiran. Setiap enam bulan sekali umat diingatkan melakukan evaluasi apakah pikiran sudah selalu dijernihkan atau diasah agar tajam? Sebab, dengan pikiran yang tajam, umat menjadi lebih cerdas, lebih jernih melakukan analisis, lebih tepat menentukan keputusan dan sebagainya. Lewat perayaan Tumpek Landep itu umat diingatkan agar selalu menggunakan pikiran yang tajam sebagai tali kendali kehidupan. Misalnya, ketika umat memerlukan sarana untuk memudahkan hidup, seperti mobil, sepeda motor dan sebagainya, pikiran yang tajam itu mesti dijadikan kendali. Keinginan mesti mampu dikendalikan oleh pikiran. Dengan demikian keinginan memiliki benda-benda itu tidak berdasarkan atas gengsi, tetapi betul-betul berfungsi untuk menguatkan hidup -- tepat guna. Bukan justru sebaliknya, memberatkan hidup. Dulu, keris dan tombak digunakan sebagai sarana atau senjata untuk menegakkan kebenaran, kini sarana untuk memudahkan hidup itu sudah beragam, seperti kendaraan, mesin dan sebagainya. Kata Wiana, benda-benda yang dianggap dapat memudahkan hidup itu pada saat Tumpek Landep diupacarai dengan banten yang berisi sesayut jayeng perang dan tebasan pasupati. Mantenin atau mengupakarai benda-benda tersebut sesungguhnya dalam rangka memuja Tuhan, dan lebih mendekatkan konsep atau nilai filosofi yang terkandung dalam Tumpek Landep. Lancip Wayan Budiutama menyampaikan hal senada. Landep dalam Tumpek Landep memiliki makna lancip. Secara harfiah diartikan senjata tajam seperti tombak dan keris. Benda-benda tersebut dulunya difungsikan sebagai senjata hidup untuk menegakkan kebenaran. Dalam Tumpek Landep benda-benda tersebut diupacarai. Kini, pengertian landep sudah mengalami pelebaran makna. Tak hanya keris dan tombak, juga benda-benda yang terbuat dari besi atau baja yang dapat memperbudah hidup manusia, di antaranya sepeda motor, mobil, mesin, komputer, radio dan sebagainya. Benda-benda itulah yang diupacari. Namun harus disadari, dalam konteks itu umat bukanlah memuja kendaraan, mesin, kulkas, TV, radio. Tetapi, memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberi kekuatan pada benda tersebut sehingga dapat mempermudah hidup. Dalam pengertian, bahwa umat patut bersyukur kepada Tuhan karena telah diberikan kemampuan atau ketajaman pikiran sehingga mampu menciptakan aneka benda atau teknologi yang dapat mempermudah hidup. Sementara secara konotatif, landep itu memiliki pengertian ketajaman pikiran. Pikiran manusia mesti selalu diasah agar mengalami ketajaman. Ilmu pengetahuanlah alat untuk menajamkan pikiran, sehingga umat mengalami kecerdasan dan mampu menciptakan teknologi. Dengan ilmu pengetahuan pulalah umat menjadi manusia yang lebih bijaksana dan mampu memanfaatkan teknologi itu secara benar atau tepat guna, demi kesejahteraan umat manusia. Bukan digunakan untuk mencederai nilai-nilai kemanusiaan. (lu