Refleksi: Apakah buruh-buruh yang di-PHK-kan diberikan tunjangan selama 
beberapa bulan? Di negeri-negeri dimana terdapat organisasi buruh  diberikan 
tunjangan selama 6 bulan atau satu tahun tergantung lama waktu kerja.  Selain 
itu negara juga memberikan kursus dalam bidang-bidang yang dapat membantu para 
buruh untuk bekerja pada lapangan baru.

http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=675


Puluhan Ribu Buruh Di-PHK


Sekitar 1.000 pekerja di Sumatera Utara (Sumut) mulai dirumahkan dan sebagian 
di-PHK. Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksamana 
Adyaksa, Minggu (16/11), mengatakan hal itu terjadi karena penurunan produksi 
di pabrik akibat berkurangnya pesanan dari luar negeri. Sedikitnya 10 
perusahaan yang memproduksi makanan, agroindustri, dan baja, menurunkan 
produksi sedikitnya 20 persen. 

Untuk mengurangi PHK, pihaknya meminta pemerintah memproteksi industri dalam 
negeri, memberantas penyelundupan, mengurangi impor, dan memperluas pasar di 
luar negeri.

Kemudian, dari Bekasi, Jawa Barat, dilaporkan sedikitnya 3.000 pekerja terkena 
PHK. Hingga kini, 81 perusahaan mengalami kesulitan pembiayaan. Menurut Kepala 
Dinas Ketenagakerjaan Kota Bekasi, Agus Darma Suwandi, pekerja yang akan 
terkena PHK berasal dari industri elektronik, otomotif, plastik, dan tekstil. 

Terkait kondisi itu, Ketua Apindo Bekasi, Purnomo Narmiadi, pengusaha yang 
terkena dampak krisis ekonomi global telah berusaha menyelamatkan usaha dan 
karyawan. Namun, mereka memiliki keterbatasan, sehingga PHK tidak terelakkan. 

"Keputusan itu adalah risiko pasar yang tak bisa dihindari. Produksi tiap-tiap 
industri menurun hingga 30 persen. Padahal, pengusaha telah menekan biaya 
produksi, seperti beralih menggunakan bahan bakar batu bara dan mengurangi 
kerja lembur," paparnya. 

Seorang karyawan industri garmen di Bekasi, Nurhayati, mengaku sedih setelah 
di-PHK. Dia termasuk karyawan gelombang pertama yang di-PHK. "Saya di-PHK 30 
Oktober lalu bersama 60 teman lainnya. Anak saya dua, saya kerja sudah 8 tahun, 
sedih hati saya karena suami saya di Cikarang juga katanya akan terkena PHK. 
Saya hanya bisa pasrah dan berharap pemerintah turun tangan," ujarnya. 

Dari Bandung dilaporkan, pengurus Apindo Jawa Barat, Dedy Wijaya menyatakan 
sekitar 15.000 pekerja dirumahkan akibat krisis ekonomi global. Pihaknya terus 
berupaya mencari solusi guna menghindari PHK. Misalnya, pengusaha tekstil 
dicarikan pasar baru di negara-negara Timur Tengah. "Kebanyakan perusahaan yang 
mem-PHK karyawan adalah perusahaan yang menggantungkan pemasukan dari ekspor. 
Selain itu, perusahaan-perusahaan itu mempekerjakan banyak orang," katanya.

Namun, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat, Mustopha 
Djamaludin mengaku belum mempunyai data jumlah perusahaan yang akan mem-PHK 
karyawannya. "Itu semua kewenangan Dinas Tenaga Kerja kabupaten dan kota. Kami 
hanya memantau, tapi sampai sekarang belum ada angkanya," terangnya. 

Mustopha membenarkan potensi merumahkan karyawan ada di perusahaan-perusahaan 
yang pasarnya di luar negeri. "Apabila belum ada order dalam waktu enam sampai 
tujuh bulan ke depan, dikhawatirkan akan ada hambatan," paparnya. 

Sedangkan di Malang, Jawa Timur (Jatim), pejabat Dinas Tenaga Kerja yang 
meminta namanya tidak disebut menyatakan krisis global bisa menyebabkan puluhan 
ribu karyawan di-PHK. Mereka bekerja di perusahaan makanan dan minuman, serta 
industri rokok. Namun, dia mengaku belum memiliki angka resmi. Hal senada 
disampaikan Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja Jatim, Setiadjit. Menurutnya, 
beberapa perusahaan menengah telah memberi sinyal akan mem-PHK karyawan. Namun 
dia tidak berani memprediksi jumlah tenaga kerja yang bakal di-PHK. 


Perusahaan Berguguran

Terkait laporan itu, Sekjen Apindo, Djimanto yang dihubungi SP membantah telah 
terjadi PHK. Menurutnya, perusahaan hanya merumahkan karyawan, bukan mem-PHK. 
"Belum ada PHK, namun merumahkan karyawan sudah dilakukan," tegasnya.

Menurutnya, krisis keuangan global telah membuat sejumlah sektor di dalam 
negeri mulai berguguran. Oleh karena itu, semua pihak, terutama pemerintah, 
harus mengambil langkah nyata dan progresif. "Beberapa sih mulai collapse. 
Namun kalau cepat diambil langkah pencegahan, hal seperti itu tidak akan 
terjadi," katanya.

Djimanto mengatakan sektor-sektor yang mulai collapse itu, antara lain bidang 
agroindustri, seperti kelapa sawit, karet, cokelat, dan kopi. Selain itu, 
tekstil dan produk tekstil, serta perkayuan (pulp & paper). Produksi di 
sektor-sektor itu menurun 5% sampai 10%.

Untuk meminimalisasi dampak krisis global, dia mendesak pemerintah menyetop 
ekspor barang mentah ke luar negeri. Barang-barang mentah itu harus diolah 
dalam negeri terlebih dahulu. 

Langkah lain adalah menurunkan harga barang di dalam negeri dan memberi 
insentif kepada sektor-sektor usaha yang memerlukannya. "Jangan sampai barang 
impor lebih murah daripada barang kita sendiri," katanya. 

Ketika ditanya sejumlah perusahaan baja juga mulai collapse, Djimanto 
mengatakan sebenarnya perusahaan baja masih berjalan dengan baik. Yang menjadi 
permasalahan adalah harga baja impor lebih murah daripada baja yang diproduksi 
dalam negeri. Untuk itu, pemerintah harus segera menyetop impor baja dan 
harga-harga baja produksi dalam negeri juga harus diturunkan agar bisa 
dijangkau masyarakat. [151/E-5/153/148/070/E-

Kirim email ke