http://www.antara.co.id/arc/2009/1/1/ratusan-seniman-rayakan-pergantian-tahun-di-yogyakarta/

01/01/09 02:28

Ratusan Seniman Rayakan Pergantian Tahun Di Yogyakarta


Yogyakarta (ANTARA News) - Ratusan seniman merayakan pergantian tahun dengan 
menggelar acara melukis bersama serta membuka gerai lukis gratis di Taman 
Budaya Yogyakarta (TBY), Rabu malam hingga Kamis dinihari.

Para seniman tersebut antara lain pelukis Djoko Pekik, budayawan Gunawan 
Mohammad, Nasirun, sineas Garin Nugroho, pelukis Kartika Affandi, Budianto, 
Yuswantoro Adi, Samuel Indratma, Bambang Heras, Oeng Hari Wahyu, Suadmaji serta 
seniman dan budayawan lainnya.

"Saya melukis gambaran tentang realitas politik di tanah air. Lukisan ini 
menggambar seorang laki-laki dengan wajah raksasa menggunakan topeng perempuan 
cantik," kata seniman Djoko Pekik.

Hal yang ditampilkan adalah hal yang indah, mengagumkan dan membuat tenang. 
Padahal 
di balik gambar yang indah tersebut ada kejahatan yang disembunyikan.

Dalam lukisannya, Djoko Pekik melemparkan kritikan tentang fenomena kampanye 
para calon anggota 
legislatif yang hanya menampilkan diri sendiri. "Mereka tidak berkomunikasi 
baik dengan masyarakat, ada yang disembunyikan," katanya.

Sedangkan sineas Garin Nugroho mengatakan, 2008 diisi dengan politik tanpa rasa 
haru. "Dari 500 pilkada yang sudah digelar, semuanya menampilkan alat peraga 
kampanye berupa poster dan lain-lain yang jauh dari realitas sosial 
masyarakat," katanya.

Garin mengatakan hampir semua calon menampilkan poster, tidak memperhatikan 
realitas rakyat 
sesungguhnya, apalagi poster tidak memperhatikan hal-hal kecil dari masyarakat.

Perilaku para politisi lebih menonjolkan wajah dan profil mereka masing-masing. 
Tidak ada satu gambar pun yang menampilkan hubungan antara politisi dan 
realitas masyarakat. "Mereka kebanyakan narsis.
Hanya menampilkan diri mereka sendiri, tidak ada yang berhubungan dengan 
realitas," katanya.

Hasilnya, kata dia, dari banyak survei, popularitas DPR, DPRD dan lembaga 
politik lainnya turun drastis. "Politisi kehilangan rasa haru, kepekaan sastra 
dan kesenian. Padahal ini penting untuk bisa memahami
realitas," ujarnya.

Pemimpin-pemimpin besar di negara ini, menurut Garin, adalah orang-orang besar 
yang memahami sastra. Mereka memahami rasa haru di masyarakat dengan 
sensitivitas sastra.

Sementara itu, rohaniawan Romo Budi Subanar mengatakan, masyarakat termakan oleh
produksi dan konsumsi imajiner. Realitas ini dihadirkan oleh para politisi yang 
selalu membawa janji-janji manis perubahan. "Mereka bermain pada realitas 
seolah-olah. Seolah-olah bisa mengatasi
persoalan, seolah-olah diterima oleh masyarakat, seolah-olah yang lain," 
katanya.

Menurutnya, realitas yang dibicarakan oleh bangsa ini adala realitas supervisi 
yang tidak tersentuh. Masyarakat mengalami kekosongan kepemimpinan, karena 
tidak ada seorang pemimpin yang mampu membawa perubahan seperti yang 
diharapkan. 

"Karena itu masyarakat seperti menemukan solusi persoalannya secara mandiri. 
Tidak membutuhkan pemimpin karena hanya membuat janji kosong," katanya.

Saat pergantian tahun, semua seniman tersebut berdoa bersama dan saling 
bersalaman. Bunyi terompet dan petasan silih berganti terdengar menandai 
pergantian tahun 2008 ke 2009.(*)

COPYRIGHT © 2009

Kirim email ke