Kejadian alam sejak dulu sudah terjadi ...
sejak jaman kuda gigit besi, sejak jaman manusia masih jadi nasi ...
sejak dulu sudah ada banjir, sejak dulu juga ada gunung meletus
Tapi mesti diingat bahwa semua itu hanyalah kejadian alam biasa, tanpa
campur tangan manusia. Lah wong manusia belum ada, tapi banjir sudah
ada. Manusia belum ada, tapi gempa sudah melanda. Jadi mestinya
kejadian alam ini tidak ada hubungannya dengan manusia. Tidak
berhubungan dengan polah tingkah manusia.

Apakah kejadian alam itu selalu bencana ?
Kenapa hujan tidak disebut benacana. Bahkan hujan sering dimaknai
berkah. Waulaupun suatu saat menjadikan banjir tapi hujan sering
dimaknai berkah dan karunia.

Bagaimana pengaruh PSK ? bagaimana pengaruh korupsi pada bencana ....
Bagaimana pengaruh mental nyolong pada bencana. ?

Hmmm tidak mudah tapi aku bisa spekulasi.

Ketika tidak ada korupsi dan perilaku "colong jupuk" alias maling,
maka preparasi atau persiapan terhadap kejadian alam lebih mudah
diantisipasi. Lebih mudah menghindari banjir bengawan solo seandainya
biaya perawatan tanggul itu tidak di korupsi. Lebih mudah
mengantisipasi gempa seandainya dana riset kegempaan dipergunakan
dengan benar.

Memang betul tidak mungkin karena psk berkeliaran menyebabkan gempa.
Tidak betul juga korupsi menyebabkan gunung meletus. Dan tidak tepat
kalau mengatakan banjir Bengawan solo disebabkan kurangnya ibadah.

Bencana dan karunia itu hanyalah nilai dari sebuah kejadian alam.
Kejadian alam memang alami Bencana memang bukan sebuah rencana. Hanya
saja bencana karena ulah manusia yang tidak peduli dan tidak mau
mengerti kenapa gejala alam terjadi

Salam

RDP

2008/7/13 mediacare <[EMAIL PROTECTED]>:
> Bencana dan kemunafikan di antara kita
>
> Oleh
> Tom S Saptaatmaja
>
>
> ENTAH kenapa, tiba-tiba negeri kita menjadi negeri yang terus-menerus
> dilanda bencana. Litani gempa, tsunami, dan banjir bandang kian panjang
> deretnya, entah sampai kapan akan berakhir.
> Menurut Charles E Fritz, bencana alam memang menimbulkan banyak kesan
> mental. Tidak heran jika setiap orang bisa punya beragam respons, reaksi,
> atau pandangan terhadap bencana ini. Tapi jika diadakan survei, khususnya
> dari para korban bencana maupun "para pemerhati bencana" rata-rata ada
> beberapa respons, reaksi, atau pandangan yang nyaris sama, yakni mengaitkan
> bencana alam dengan Tuhan.
> Pertama-tama Tuhan ditempatkan sebagai penyebab dari semua bencana itu.
> Bencana adalah cobaan, hukuman atau azab dari Tuhan atas berbagai kesalahan
> manusia. Kita tentu sering mendengar ucapan dari tokoh masyarakat atau
> bahkan korban bencana sekalipun yang mengatakan:"Itu (Bencana) sudah
> kehendak Allah! Kita manusia tinggal menjalani".
> Jadi ada sikap pasrah, meskipun agak fatalistis. Dalam kisah air bah Nabi
> Nuh, Tuhan memang dikesankan sebagai penyebab dari air bah itu. Rata-rata
> mayoritas warga kita memang punya pandangan seperti ini.
> Kedua, melihat dahsyatnya bencana, orang kadang justru bertanya-tanya
> ā€˛Mengapa Tuhan Maha Kuasa dan Maha Pengasih dan Penyayang harus mendatangkan
> gempa dan tsunami yang menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan yang
> tiada terkira?
>
> Tuhan sebenarnya mau apa? Jangan-jangan Tuhan sebenarnya tidak sepenyayang
> dan sepengasih seperti yang selama ini kita yakini?"
> Terkait ini, pertanyaan-pertanyaan yang lebih menusuk pernah dilontarkan
> oleh Epikuros, pemikir Yunani kuno (342-270 SM). Adapun pertanyaan Epikuros
> adalah,"Apakah Allah ingin mencegah penderitaan (akibat bencana) tapi Ia tak
> mampu? Kalau demikian, Ia tak berdaya dan tak layak disebut sebagai Yang
> Mahakuasa. Atau Allah mampu mencegah penderitaan tapi tidak melakukannya?
> Kalau demikian, Dia Mahajahat dan bukan Mahabaik. Atau juga Allah tidak
> mampu dan tidak mau mencegah penderitaan? Jika begitu, apa gunanya disebut
> Allah?" (Bandingkan dengan Kenneth Surin, The Turning of Darkness and Light:
> Essay in Philosophical and Systematic Theology, 1989, halaman 73).
>
> Menolak SBY-JK
> Akibat dari pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab seperti itu, biasanya
> orang lalu memilih tidak percaya pada Tuhan dan memilih menjadi atheis. Atau
> di ekstrem lain, orang lebih percaya pada tahyul dan klenik.
> Tahyul terbesar saat ini adalah bahwa alam Indonesia menolak kepemimpinan
> SBY-JK. Bagi orang-orang yang percaya klenik itu, SBY-JK merupakan
> kepanjangan dari Semakin Banyak Yang Jadi Korban. Entah benar entah salah,
> yang jelas menurut berbagai survei, legitimasi, dan popularitas SBY-JK kian
> merosot akibat banyaknya bencana yang terjadi selama masa kepemimpinan
> mereka.
> Kepercayaan rakyat juga kian susut, seiring dengan habisnya dana pemerintah
> yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana. Anehnya dana yang rawan
> untuk dikorupsi selalu tersedia.
> Cuma yang mungkin lebih mengejutkan dari klenik alam menolak SBY-JK,
> belakangan ini juga muncul pandangan bahwa bencana Aceh, Yogya, atau
> Pangandaran adalah refleksi dari kemurkaan Tuhan atas dosa para warga di
> ketiga kawasan tersebut.
> Terkait ini, yang agak menggelikan dan menjadi bahan diskusi di berbagai
> milis (yang paling ramai adalah milis Mediacare yang punya anggota 7.000
> lebih) justru bencana di Pangandaran memang diyakini sebagai azab Tuhan
> untuk membersihkan kawasan itu dari para Pekerja Seks Komersial (PSK).
> Memang para PSK merupakan objek yang paling gampang dijadikan kambing hitam
> di sepanjang sejarah umat manusia. Untuk kerusakan moral di negeri ini
> misalnya, para PSK adalah biang kerok yang disasar berbagai ormas, bahkan
> Perda di berbagai daerah sudah membatasi sepak terjang mereka, seperti Perda
> Nomor 8/2005 tentang Pelarangan Pelacuran di Tangerang. Di televisi-televisi
> dan berbagai media lainnya, kita juga sering melihat para PSK jalanan di
> tangkap oleh para polisi satpol PP dan diperlakukan seolah seperti hewan
> saja.
> Boleh jadi, para PSK memang bersalah atas apa yang dikerjakan. Namun
> menjadikan PSK sebagai kambing hitam untuk semua permasalahan, termasuk
> bencana merupakan ekspresi dari pendekatan hitam putih atas praktik
> prostitusi.
>
> Kemunafikan
> Tentang pendekatan hitam-putih ini, kita bisa membaca kata-kata Trisnadi,
> fotografer Surabaya dalam bukunya Dolly, Hitam Putih Prostitusi: "Ada
> kalanya kita tidak bisa menentukan pilihan tentang nasib dan kehidupan. Pada
> saat itulah, kita akan bisa memahami bahwa prostitusi tidak bisa dipandang
> secara hitam putih".
> Dorothea Rosa Herliany juga menambahkan: "Masuklah lebih dalam ke lubuk hati
> orang-orang yang kalah dan dikalahkan. Masuklah tanpa hasrat menudingkan
> telunjukmu tepat ke matanya yang menggenangkan luka".(Dolly, Hitam Putih
> Prostitusi, Sketsa Foto dan Puisi oleh Trisnadi dan Dorothea Rosa Herliany,
> Gagas Media, Jakarta, 2004).
> Selain hitam-putih, pandangan yang menyalahkan PSK sebagai biang bencana
> jelas terkesan sangat simplistis dan terlalu arogan serta menghakimi orang
> lain. Orang yang punya pandangan ini seolah berdiri di samping Tuhan dan
> menganggap diri mereka lebih baik daripada PSK.
> Sikap arogan inilah yang perlu dikoreksi, karena harap dicamkan bahwa
> prostitusi atau pelacuran yang dilakukan para PSK itu belum seberapa jika
> dibandingkan dengan berbagai pelacuran politik dan korupsi yang dilakukan
> oleh para politisi dan birokrat kita.
> Menurut Transperancy International pada tahun 2005, peringkat korupsi
> Indonesia menempati peringkat 137 (25 besar) dari 159 negara di dunia.
> Apakah para PSK di Pangandaran punya andil dalam korupsi ini? Siapa
> sesungguhnya yang menyebabkan kerusakan moral di negri ini? Jadi sebenarnya
> ada hipokrisi atau kemunafikan di balik sikap menyalahkan PSK ini.
> Maka mari kita berhenti mengambinghitamkan PSK untuk bencana ini. Penulis
> ingat, ketika para ahli agama Yahudi menyodorkan wanita yang tertangkap
> basah melakukan prostitusi, Yesus hanya mengatakan: "Barangsiapa yang merasa
> tidak berdosa, lemparkanlah batu pertama pada wanita ini".
> Jadi daripada menyalahkan PSK sebagai penyebab bencana, lebih baik kita
> belajar dari Bangsa Mesir kuno atau Jepang modern bagaimana mereka memiliki
> respons tepat terhadap bencana, yakni dengan kerja ilmiah sehingga setiap
> bencana yang bakal datang bisa diantisipasi atau minimal jumlah korban bisa
> ditekan serendah mungkin.
> Orang Mesir kuno melahirkan ilmu ukur ketika merespons luapan Sungai Nil
> sehingga dilakukan. Pemetaan kawasan yang rawan bencana Bangsa Jepang
> membuat rumah yang anti gempa, ketika gempa bumi selalu mengancam mereka
> hampir setiap hari. (*)
>
> Penulis adalah Teolog, tinggal di Surabaya
>
>
> http://www.sinarharapan.co.id/berita/0607/25/sh04.html
>
>
> 



-- 
http://tempe.wordpress.com/
Telling the truth is important
Telling the positive is better !!!

------------------------------------

Ingin bergabung di zamanku? Kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Klik: http://zamanku.blogspot.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/zamanku/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/zamanku/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke