Facebook:
Radityo Djadjoeri

  ----- Original Message ----- 
  From: mediacare 
  To: mediac...@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, January 16, 2010 12:40 PM
  Subject: Re: [mediacare] Perang Yaman dan Konspirasi Kebetulan Washington


    
   

  Sepertinya benar dugaan sebagian pengamat bahwa Perang Dunia III akan berawal 
di kawasan Timur Tengah yang penuh dengan konflik. 

  Kapan akan terjadi? Bisa saja tahun depan, atau 2-5 tahun lalu.




  Facebook:
  Radityo Djadjoeri

    ----- Original Message ----- 
    From: ali reza 
    To: mediac...@yahoogroups.com 
    Sent: Friday, January 15, 2010 9:20 PM
    Subject: [mediacare] Perang Yaman dan Konspirasi Kebetulan Washington


      

    Semua seperti kebetulan. Kebetulan, sepekan sebelum Natal, AS mengebom 
beberapa lokasi di Yaman yang dicurigai sebagai sarang Al Qaida. Kebetulan 
juga, di awal Desember, saat mengumumkan penambahan 30.000 pasukan AS ke 
Afghan, Obama sudah menyebut-nyebut Yaman. 
    Lalu, kebetulan pula, di malam Natal seorang pemuda Nigeria yang latar 
belakangnya dengan sangat mudah dilacak bahwa dia punya kecederungan radikal, 
dan konon punya jaringan dg AL Qaida di Yaman, bisa lolos pemeriksaan di 
bandara, lalu melenggang naik Northwest 253 menuju Detroit. Padahal, sudah umum 
diketahui, orang-orang dengan nama Islami pasti mengalami pemeriksaan jauh 
lebih ketat di bandara-bandara di negara Barat dibanding orang dengan mana 
‘biasa'. Kebetulan pula, dia membawa bahan peledak dan kebetulan, ada 
penumpang lain yang memergokinya. Gagallah upaya peledakan pesawat dengan 300 
penumpang itu. 

    Tidak lama setelah itu, Al Qaida mengirimkan pesan lewat internet mengakui 
bahwa upaya peledakan Northwest 253 didalangi oleh mereka. Dan sudah bisa 
ditebak cerita selanjutkan: Para politisi dan media AS beramai-ramai berteriak 
bahwa Yaman adalah sarang teroris. Obama pun mengeluarkan heroiknya, "Kami akan 
terus menggunakan semua elemen kekuatan nasional untuk melucuti dan mengalahkan 
kekerasan kaum ekstrimis yang mengancam kita, tak peduli apa mereka dari 
Aghanistan, Pakistan, Yaman, atau Somaila, atau dimanapun mereka merencanakan 
upaya penyerangan terhadap tanah air AS." 

    Pemerintahan Obama pun mengumumkan akan menaikkan dana bantuan 
pemberantasan terorisme kepada pemerintah Yaman 3 kali lipat pada tahun 2010 
ini. Sebelumnya, AS menggelontorkan dana sebesar 70 juta dolar AS ke Yaman.

    Muncul sederet pertanyaan yang mengindikasikan adanya konspirasi baru 
Washington. Mengapa semua ‘kebetulan' itu bisa terjadi? Mengapa Obama 
sedemikian ngotot ingin melanjutkan perang? Benarkah demi melindungi rakyat AS? 
Mengapa bukan pengamanan bandara saja yang masih bolong-bolong itu diperkuat? 
Lalu, menyumbang 4 x 70 dolar AS ke Yaman, di saat perekonomian AS masih sangat 
kacau akibat krisis global, tidakkah itu justru merugikan rakyat AS sendiri?

    Serangkaian pertanyaan lainnya yang menjadi tanda tanya besar. Apakah yang 
terjadi sebenarnya di Yaman? Mengapa pemerintah Yaman bersikap santai di saat 
120 warganya dibantai tentara asing? Siapa sebenarnya yang menjadi sasaran 
perang anti-terorisme di Yaman? 


    Strategi Kuno Washington

    Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, sepak terjang Negeri Paman Sam 
ini dapat ditelusuri dalam kontek sejarah. Pada tahun 1898, kapal USS Maine 
secara misterius tenggelam di perairan Kuba. Peritsiwa itu direaksi keras 
publik AS. Tidak lama setelah itu, meletuslah "Spanish-American War". Hasilnya, 
kemenangan ada di pihak AS; hegemoni Spanyol di negara-negara Amerika Selatan 
bisa dienyahkan dan AS lah yang menjadi dominan di sana. 

    Tahun 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour dan menewaskan lebih dari 2000 
personil militer AS. Publik AS marah, dan tentara AS pun mendapat justifikasi 
untuk melibatkan diri di Perang Dunia II. Kelak kemudian diketahui bahwa 
Washington sebenarnya sudah tahu ada rencana penyerangan itu, namun tetap diam 
demi kepentingan yang lebih besar. Pasca PD II, AS pun meraih posisi sebagai 
kekuatan superpower dunia.

    Tahun 1964, bentrokan di Teluk Tonkin memberi justifikasi bagi Presiden 
Lyndon Johnson untuk memberangkatkan pasukan perangnya di Vietnam. Yang paling 
mutakhir adalah tahun 2001. Orang-orang yang latar belakangnya sudah diketahui 
ada jaringan dengan Al Qaida diizinkan masuk AS, ikut pelatihan pilot. Pada 
akhirnya, kelompok teroris ini dapat menerbangkan pesawat yang kemudian 
menabrakkan diri ke Menara WTC. Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab 
terkait Peristiwa 11 September: Mengapa pesawat itu bisa lolos dari radar? 
Sistem pertahanan udara AS sedemikian canggihnya, sehingga bila ada pesawat 
yang keluar jalur, dalam sekejap squad khusus akan terbang mengejar dan 
menembaknya. Tapi, kemana semua sistem pertahanan canggih itu? 

    Tragedi 9/11 memberi justifikasi dan dukungan publik bagi dilancarkannya 
Perang Melawan Terorisme yang dimulai pada era Bush. Era Obama, isu terorisme 
tetap dipakai untuk melanjutkan pendudukan Irak, mengeskalasi perang di 
Afghanistan, lalu memperluasnya ke perbatasan Pakistan, dan kini rencananya, ke 
Yaman.

    Meski AS di tengah krisis berat, namun kelompok elit di negara ini tetap 
ingin mengeruk keuntungan lebih besar. Rakyat di negara ini banyak kehilangan 
pekerjaan dan tempat tinggal. Namun itu adalah problema rakyat, bukan kalangan 
elit negeri ini. Pengambil keputusan perang bukanlah rakyat. Para pengambil 
keputusan adalah pemilik saham di perusahaan-perusahaan minyak, senjata, bahkan 
perusahaan keamanan privat. Perang adalah industri dan tambang uang.


    Kawasan Strategis Yaman

    Somalia berbatasan dengan Arab Saudi di utara, Laut Merah di Barat, Teluk 
Aden dan Laut Arab di selatan. Di seberang Teluk Aden, juga ada Somalia dan 
Jibouti. Di sebelah Jibouti berderet Eritrea, Sudan, dan Mesir. Dengan 
demikian, semua negara itu saling berhadapan dengan Selat Mandab (Bab el 
Mandab) yang super-strategis. Tanker-tanker minyak dari Teluk Persia harus 
lewat ke Selat Mandab, baru kemudian melewati Kanal Suez, dan menuju 
Mediterania.

    William Engdahl dari Global Research menganalisis bahwa jika AS punya 
alasan yang diterima opini publik internasional untuk memiliterisasi Selat 
Mandab, AS akan punya kartu truf di hadapan Uni Eropa dan China. Suplai energi 
China dan Eropa sangat bergantung pada Selat Mandab. Lebih dari itu, Selat 
Mandab bisa dipakai AS untuk menekan Arab Saudi agar tetap melakukan transaksi 
dalam dollar Amerika . Belum lama, media-media Arab Saudi dan beberapa negara 
lainnya, termasuk Iran, pernah melontarkan keinginan untuk melakukan transaksi 
selain mata uang dolar. 

    Selain itu, Engdahl menyebutkan adanya informasi dari Washington bahwa ada 
sumber minyak yang luar biasa besar di Yaman, yang sama sekali belum 
dieksplorasi.

    Engdahl kemudian menyoroti kasus bajak laut Somalia yang membuat kacau di 
Selat Mandab selama dua tahun terakhir. Pertanyaannya: Bagaimana mungkin bajak 
laut dari negara gagal ranking satu sampai punya senjata dan logistik yang 
canggih, bahkan dalam dua tahun terakhir mampu membajak 80 kapal dari berbagai 
negara? Bahkan pembajak Somalia itu memakai gaya-gaya penjahat di negara maju 
seperti menelpon langsung kantor koran Times di Inggris, memberitahukan bahwa 
mereka sudah membajak.

    Merajalelanya perompak Somalia di Selat Mandab memberi alasan kepada AS 
untuk menaruh kapal perangnya di sana. Pemerintah Mesir, Sudan, Jibouti, 
Eritrea, Somalia, Arab Saudi, sudah terkooptasi oleh AS sehingga diperkirakan 
tidak akan memberikan reaksi negatif bagi militerisasi AS di Selat Mandab. 
Kini, masih ada satu negara di sekeliling Selat Mandab yang masih perlu 
ditaklukkan. Negara itu adalah Yaman.

    Pemerintah Yaman memang pro-AS, tapi masalahnya, Presiden Ali Abdullah 
Saleh tidak cukup kuat untuk mengontrol negaranya. Republik Yaman baru 
terbentuk pada tahun 1990 dengan menyatukan Yaman Utara dan Yaman Selatan. 
Perang saudara di Yaman sudah lama berlangsung dan pemerintah Yaman tak mampu 
mengontrolnya. Karena itu, strategi yang selama ini dipakai AS di Irak akan 
diulangi lagi. Dengan cara itu, AS bisa menguasai Yaman dan mengatur negara ini 
agar sesuai dengan kehendak AS. Untuk mengendalikan Yaman, AS akan menjadikan 
negara ini sibuk dengan konflik internal. Setelah itu, Washington akan 
mendukung satu kelompok dalam melemahkan kelompok yang lain.

    Kali ini, kelompok yang dijadikan kambing hitam lebih dari satu. Di Yaman 
Utara ada gerakan Houthi yang dipimpin Husein Al-Houthi (bermazhab Syiah 
Zaidiyah), sedanngkan di Yaman selatan ada Southern Movement Coalition yang 
dipimpin Al Fadhli (yang bermazhab Sunni Salafi). Kedua kelompok ini selama 
bertahun-tahun beroposisi pada Presiden Saleh yang dianggap despotik.

    Untuk memberangus Houthi, isu Syiah dan Iran dihembus-hembuskan, bahkan 
media-media Islam Indonesia seperti Sabili dan era Muslim ikut arus tersebut. 
Houthi dituduh ingin melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Presiden 
Saleh yang juga seorang Sunni dan mendapatkan bantuan Iran untuk mendirikan 
negara Syiah. Bahkan, Arab Saudi dan AS ikut membantu pemerintah Yaman dengan 
membombardir wilayah Yaman utara pada pertengahan Desember 2009.

    Sedangkan untuk membungkan perlawanan kaum Sunni di Yaman Selatan, tak lain 
tak bukan: isu terorisme dihembuskan. Tiba-tiba saja, Al Qaida buka ‘cabang' 
di Yaman, lalu ada agennya yang membawa bahan peledak di pesawat AS. Washington 
pun menggelontorkan dana ratusan juta dollar untuk membantu Presiden Saleh 
memberantas terorisme. Jauh-jauh hari, Al Fadhli, pemimpin gerakan Koalisi 
Selatan yang beraliran Salafi dalam wawancaranya Al-Sharq al-Awsat (14/5/ 2009) 
membantah keras keterkaitannya dengan Al Qaida. Namun, ‘kebetulan' pula, pada 
hari yang sama, Al Wahasyhi, pimpinan Al Qaida'cabang Yaman' menyatakan 
dukungannya pada perjuangan Al Fadhli. Inilah konspirasi kebetulan Setan Besar 
AS. (Tulisan ini disadur dari catatan analis politik Timur Tengah, Dina Y. 
Suleiman)

    www.indonesianradio.ir






  

Kirim email ke