Ini memang masuk akal. Ada satu pertanyaan krusial mengenai organisasi2 spesialis bikin rusuh ini. Darimana mereka mendapat dana?
Untuk organisasi sebesar FPI atau FBR memerlukan dana operasional yang tidak sedikit. Selain emang kerjaannya anarkis, mereka juga terima anarkis pesenan. Si pemesan yg indentitasnya tidak mau terkuak otomatis melindungi "kenakalan" si organisasi. Jadi emang ada timbal baliknya. Ingat kasus FBR ikut campur persoalan MAia selingkuh dg pemilik McDonal? Atau kedekatan pentolan FPI dengan preman Tanah Abang yg terbunuh? Jaman ORBA, organisasi model begini yg idup a.l. FKPPI, Pancamarga, dll. Budaya centeng pesenan emang masih nempel di masyarakat kita. Kalau di dunia luar disebut mafia atau triad atau yakuza. Di Negri Hipokrit kayak kita, meski perilakunya sama, tapi hrs dikasih judul yg manis, seperti Pemuda Pancasila, Pembela ISlam, Betawi Rempug, dll. Ini dilakukan supaya dapet tenaga tambahan secara gratis. --- In zamanku@yahoogroups.com, "mediacare" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Miliser yang budiman, > > Ada temuan baru yang cukup menarik dalam kasus penyerangan kampus STT Setia. Muncul dugaan sumber utama aksi-aksi anarkis yang dilakukan oleh FPI dan kelompok ekstremis berkedokkan Islam yang "menggosok" warga sekitar terhadap kampus STT Setia didalangi oleh pengembang Palm Estate, dimana salah satu pemegang sahamnya adalah Surasa, mantan direktur utama Bank Bumi Daya (BBD). > > Sudah hampir 10 tahun lalu pihak pengembang Palm Estate ingin membeli lahan milik STT Setia seluas 6.700 meter persegi. Lokasi STT memang bersebelahan dengan lahan yang sudah dibebaskan oleh pengembang. Namun permohonan Palm Estate tersebut tak dikabulkan oleh yayasan yang mengelola sekolah tinggi tersebut. > > Pihak pengembang lalu menghubungi Walikota untuk "mengusir" STT. Apabila menggunakan kekuatan pasukan Tramtib, akan cepat ketahuan kedoknya. Pihak Walikota dan jajarannya lalu menggunakan trik baru, dengan memanfaatkan kekuatan lain yaitu FPI karena isunya bisa dialihkan ke gesekan antar umat beragama.Agar tak begitu nampak kasat mata, agen-agen intel bayaran dikerahkan untuk "menggosok" warga dengan berbagai cara. > > Haji Murdhani, Walikota Jakarta Timur, bahkan sempat berujar bahwa warga minoritas harus menyadari keberadaannya. Terkait dengan hal itu, wakil sekretaris FPDS Arisman Jagoto mendesak Gubernur DKI mencopot Murdhani dari jabatannya karena mengeluarkan pernyataan provokatif. Sementara itu, mantan ketua umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Anas Urbaningrum mengimbau, jangan ada pihak yang menggunakan isu mayoritas untuk berlaku tidak adil. > > Saran: > > Di kawasan tersebut agar sering digelar layar tancep dengan memutar film yang saya sukai: "Mississippi Burning". Buka mata dan hati mereka akan perlakuan tak senonoh dari mayoritas (termasuk penguasa dan polisi) yang terorganisir terhadap kelompok minoritas. Diharapkan dampak negatif yang ditimbulkan tak meluas dan agar kasusnya tak semakin berlarut-larut. > > Kalau memang STT Setia tak diperbolehkan lagi beroperasi di sana, jadikan saja kampus tersebut sebagai perguruan tinggi umum, plus mendirikan Balai Latihan Kerja yang menampung kaum remaja pengangguran di kampung tersebut agar punya skill yang memadai. > > Damai, damai, damai di Bumi.... > > > > > -------------------------------------------------------------------- ------------------- > > Data: > > Institusi: Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar (STT Setia) > Alamat: Kampung Pulo No 33 RT 01/05, Pinang Ranti, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur > Luas lahan: 6,700 m2 > Mulai beroperasi: Desember 1989 > Pemilik: Yayasan Bina Setia Indonesia > Ketua Umum Yayasan: Sukowaluyo Mintohardjo > Rektor: Pendeta Matheus Mangentang > Jumlah mahasiswa: 1600 > > > > mediacare > http://www.mediacare.biz >