Refleksi: Apakah kepuasan masyarakat hanya bisa terjamin dalam kerangka NKRI? Kalau telah terbukti dalam jangka 60 tahun lebih tidak bisa ada jaminan kehidupan memada, lantas harus belipat tangan dan duduk diam melihat maut keterbelakangan, pembodohan, kemiskinan serta kelaparan ciptaan penguasa NKRI terus berdendang di ujung hidung??
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/24/pol04.html Separatisme Bentuk Ketidakpuasan Masyarakat Jakarta-Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menegaskan, aksi kekerasan dan separatisme yang marak terjadi di Aceh dan Papua belakangan ini belum sampai mengancam keutuhan NKRI. Aksi-aksi tersebut dinilai Menhan sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat lapisan bawah terhadap proses demokratisasi yang belum menyentuh kehidupan mereka. Sebagaimana diberitakan SH kemarin, pada Sabtu (21/2), gerakan separatis OPM melakukan aksi pembakaran bendera merah putih di atas Gunung Yonggum daerah pegunungan di Distrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Selain melakukan pembakaran bendera, OPM juga menembaki pos polisi (pospol) Tingginambut. Sementara itu, aksi kekerasan juga kembali marak terjadi di Aceh menjelang pemilu. Dalam beberapa bulan terakhir, aksi kekerasan tersebut telah merenggut korban jiwa yang kebanyakan berasal dari pihak Komite Peralihan Aceh dan kader-kader partai lokal di Aceh. "Pembakaran bendera merah-putih di Papua dan aksi kekerasan di Aceh itu wujud cetusan hati bahwa mereka kurang dipedulikan oleh orang-orang pusat, terutama oleh orang-orang Jawa seperti saya. Saya kira kalau bisa merasakan rangkulan secara politik dan ekonomi, mereka tidak akan melakukan itu," kata Juwono saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR di Jakarta, Senin (23/2). Menhan juga mengatakan, saat ini pihak TNI belum bisa melakukan langkah-langkah antisipasi karena kendali keamanan di wilayah Aceh dan Papua masih berada dalam kewenangan Polri dan pemerintah setempat. Saat ini, tambahnya, pihak gubernur, kepolisian, jaksa, dan pengadilan berfungsi sebagai penjuru penegakan hukum di Papua dan Aceh. Namun, jika diperlukan, TNI bisa langsung turun tangan apabila gubernur, polisi, dan jaksa tidak sanggup menangani keadaan, setelah itu akan dikembalikan pada kewenangan gubernur. Dia melanjutkan, aksi-aksi tersebut pada dasarnya hanya sebatas retorika politik atas ketidakpuasan masyarakat. Solusinya, kata Menhan, tergantung pada pendekatan prajurit di lapangan untuk memainkan peranan yang pas. "Firm, tapi persuasif, persuasif, tapi firm. Supaya retorika itu mereda seiring datangnya kesempatan kerja dan pelayanan publik yang membaik. Intinya terletak pada kesabaran untuk menangani ground level democracy secara terukur," imbuhnya. Sementara itu, Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, dalam kondisi tertib sipil yang berlaku saat ini, TNI hanya bisa melakukan operasi militer selain perang. Semua pelanggaran yang terjadi di Aceh dan Papua dalam konteks tertib sipil, kata Djoko, adalah bentuk pelanggaran hukum yang harus diselesaikan melalui jalur hukum. (wishnugroho akbar)