http://www.riaupos.com/main/index.php?mib=berita.detail&id=2419
Minggu, 08 Maret 2009 , 10:42:00 Tak Bisa Bohong Dengan teknologi satelit tidak ada yang bisa bohong. Begitu pula mengenai informasi hutan Riau yang kian tidak ada lagi. Hilangnya lahan hutan, tidak saja menyebabkan banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan serta konflik lahan. Tetapi juga hilangnya investasi baru. Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andi-noviriya...@riaupos.co.id Bukalah google earth (http://earth.google.com ) atau google map (http://maps.google.com ). Dari situs itu Anda mungkin bisa menemukan rumah Anda yang dilihat dari atas langit yang terekam oleh satelit. Walaupun yang terlihat hanya atap rumah Anda dan atap rumah atau gedung-gedung di sekitar rumah Anda. Anda juga bisa menyaksikan jalan-jalan yang membentang di sekeliling rumah Anda bahkan wajah kota Anda. Jika atap rumah Anda saja bisa disaksikan dengan jelas, maka itu artinya hutan yang tersisa di Riau ataupun diseluruh dunia dapat disaksikan pula dengan jelas. Bahkan penggundulannya dari waktu ke waktu bisa pula disaksikan pada saat berlangsungnya penggundulan tersebut. Misalnya dengan menggunakan Real Time Deforestation Monitoring System (DETER) yang kini digunakan untuk memonitor Hutan Amazon. Menurut Nazaruddin, General Manager Public Affair PT IKPP, salah satu perusahaan yang memakai data satelit google earth namun khusus yang entreprise (berlangganan dan membayar) menyatakan penggunaan data satelit itu memang luar biasa. Apalagi mereka juga menggunakan sistem real time. Dari data satelit itu mereka bisa menyaksikan kawasan mereka secara detail dan saat itu juga. "Bahkan truk kami bergerak ke mana dan berhenti di mana pun bisa disaksikan dengan jelas. Walaupun hanya tampak seperti kursor. Jadi sekarang tidak bisa bohong," ungkapnya akhir pekan ini. Nazaruddin juga memastikan bahwa dengan data satelit itu, bisa diketahui mana areal yang menjadi bentangan tanaman sawit, hutan monokultur dan hutan alam. "Kalau kebun sawit, bisa dilihat agak berbentuk seperti bintang, keteraturannya juga terlihat. Sementara kalau hutan tanaman monokultur bisa disaksikan dari keseragamannya. Sementara kalau hutan alam biasanya bentuknya agak bervariasi," cerita Nazaruddin. Mengancam Investasi Ir Ahmad Husein MSc, Direktur Pameran dan Sarana Promosi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, pertengahan pekan ini, menyebutkan banyak investor yang datang ke Indonesia yang lebih tahu detail tentang daerah-daerah yang akan menjadi tempat penanaman investasinya. Bahkan, mereka lebih tahu dari BKPM atau aparat pemerintah yang ada di wilayah tersebut. "Mungkin karena mereka menanamkan uangnya, jadi mereka lebih serius mencari informasi tentang daerah yang akan mereka tanamankan investasi," ungkap Ahmad pada Rapat Koordinasai Perencanaan dan Pegembangan Penanaman Modal Tahun 2009 Provinsi Riau. Dengan mengetahui secara detail tentang daerah investasinya itulah, menurut Prof Dr Endang Sukara, Deputi bidang ilmu pengetahuan hayati di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), para investor juga sering menggunakan data satelit. Endang mengungkapkan dengan data satelit itu maka penggundulan hutan di Riau dapat sangat gampang terdeteksi. "Kalau mereka melihat tidak ada hutannya lagi dari data satelit mereka, maka bisa dipastikan kawasan tersebut rawan banjir dan longsor. Kalau sudah begitu maka mereka tidak akan mau menanamkan investasi di Riau," papar Endang beberapa waktu lalu. Belajar dari Balai Raja Dengan menggunakan data satelit itu, Riau juga bisa belajar bagaimana hilangnya hutan, terutama yang berada di kawasan konservasi telah menyebabkan terjadinya konflik manusia dan satwa liar. Sebagai contoh, di Kabupaten Bengkalis, tepatnya di areal Kecamatan Pinggir (pemekaran dari Kecamatan Mandau) ada sebuah kawasan konservasi bernama Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja. Kawasan konservasi itu ditetapkan pada tahun 1986 dengan luasan sekitar 18 ribu hektare. Dengan memakai kata kunci Balai Raja, maka cobalah cari pada mesin pencari google earth atau google map. Maka dengan hanya hitungan detik, Anda akan langsung di antar oleh kedua situs itu ke areal Balai Raja. Di sana terlihat ada tulisan Kantor Lurah Balai Raja dan sejumlah tempat yang menggunakan kata Balai Raja. Semua tempat yang beratribut Balai Raja itu sebenarnya adalah kawasan SM Balai Raja yang kini telah berubah menjadi sebuah kota kecil. Tempat Kantor Camat Pinggir berdiri, pemukiman penduduk, kebun kelapa sawit termasuk juga Kantor Lurah Balai Raja tadi. Dari data satelit itu bisa dipastikan tidak ada lagi hutan yang menutupi kawasan itu, kecuali ada secuil daerah hijau agak berpentuk segitiga. Daerah hijau yang secuil itu adalah Hutan Lindung Talang seluas 500 hektar yang berada di tepi Kompleks Perumahan Talang PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Hutan Lindung Talang itu pulalah bagian yang tersisa dari SM Balai Raja. Dengan hilangnya kawasan SM Balai Saja itulah, kasus amuk gajah di daerah Kecamatan Mandau dan Pinggir dalam beberapa tahun ini menjadi-jadi. Korban jiwa mungkin belum terlalu banyak. Terhitung dari tahun 2006 hingga Maret 2009 ini hanya lima orang. Meski begitu kondisi korban jiwa itu sangat naas. Ronal Silalahi, korban tanggal 19 Juli 2008 misalnya harus remuk pinggang dan perutnya, sementara Jalinus korban tanggal 4 Maret 2009 dilumat gajah hingga tubuhnya tidak lagi berbentuk. Belum lagi tiap sebentar masyarakat di tempat itu di datangi kawanan gajah yang sekedar melintas dan memakan tanaman pertanian warga. Mari Menyelamatkan Hutan Konflik antara manusia dan satwa liar hanyalah salah satu dari dampak nyata dari hilangnya areal hutan di Riau. Dampak lainnya juga bisa dilihat dari bencana alam yang susul menyusul di Riau seperti banjir, kekeringan dan kebakaran hutan lahan. Termasuk juga menghilangkan investasi baru di daerah Riau. Untuk itulah, dalam Rapat Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) dinyatakan bahwa penyelamatan hutan khususnya di kawasan konservasi menjadi prioritas. Oleh sebab itulah menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Rachman Siddik dan Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan M Murod semua kegiatan perambahan hutan di sejumlah kawasan konservasi akan dihentikan. "Dimulai dari akhir tahun lalu dengan mengamankan Hutan Lindung Bukit Suligi di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Selanjutnya setelah ini mungkin akan dilakukan pengamanan di Tahura SSH (Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim) dan Tesso Nillo," ujar M Murod. Selama ini, diakuinya, banyak kegiatan perambahan yang dilakukan oleh masyarakat. Maka semua itu akan kembali ditegaskan siapa yang dulu menetap di kawasan. Apakah masyarakat atau penetapan status kawasan tersebut. Misalnya suatu kawasan ditetapkan pada tahun 1980, maka semua surat kepemilikan lahan sesudah tahun 1980 harus melepaskan kawasan tersebut. Apalagi mereka yang tidak memiliki surat menyurat. Dengan cara itulah sedikit banyak kawasan hutan masih bisa diselamatkan.***