Date: Monday, June 30, 2008, 1:53 PM

KOMUNITAS NU AMERIKA SERIKAT: ISLAM-BARAT HARUS SALING
MEMPERKAYA

Boston (29 Juni 2008)-Dunia Islam dan Barat tidak harus dipandang secara 
antagonis dan
bertentangan. Keduanya harus saling melengkapi dan memperkaya. Itulah pikiran
utama yang mengemuka dalam acara deklarasi berdirinya Komunitas Nahdlatul Ulama
Amerika Serikat (KNU-AS) hari ini di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat.

Sejumlah aktivis NU di AS yang terlibat dalam persiapan pendirian KNU-AS hadir 
dalam deklarasi
ini. Mereka adalah Sumanto Al-Qurtubi dan Achmad Tohe, keduanya adalah
mahasiswa PhD Boston University, Achmad Munjid, mahasiswa PhD di Temple 
University, dan
Ulil Abshar Abdalla, mahasiswa PhD Harvard University.

"Bagi kami, hubungan dunia Islam dan Barat tidak harus antagonis. Islam justru 
bisa
memberikan kontribusi positif bagi dunia Barat. Begitu pula perjumpaan dunia
Islam-Barat bisa memberikan kontribusi positif bagi dunia Islam," demikian
bunyi deklarasi yang dibacakan oleh Ulil Abshar-Abdalla. "Bagi kami, 
keindonesiaan dan keislaman bersifat saling melengkapi dan memperkaya," tegas 
deklarasi itu lebih lanjut.

Prof. Salahuddin Kafrawi, aktivis NU yang sekarang menjadi profesor filsafat 
Islam di William
and Hobart College, Geneva, New York, mendukung pemikiran tersebut. Dalam
pandangan Prof. Kafrawi yang juga salah satu deklarator KNU-AS itu, identitas
keislaman dan keamerikaan juga tak harus dipertentangkan. Keduanya bisa saling
berdialog secara produktif. 

Ada tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan para deklator KNU-AS. Pertama, 
hubungan dunia
Islam-Barat yang masih diwarnai oleh prasangka. Kedua, kehidupan berbangsa dan
bernegara yang memprihatinkan. Ketiga, melemahnya vitalitas Nahdlatul Ulama
sebagai ormas keagamaan. 

Dalam pandangan Achmad Munjid, aktivis NU yang menjadi salah satu motor utama 
KNU-AS ini, visi
keislaman NU kurang berhasil diterjemahkan dalam konteks masyarakat modern.
Visi keislaman yang ditawarkan oleh "gerakan-gerakan Islam baru" tampaknya
jauh lebih memikat generasi Islam sekarang. 

"Tantangan NU adalah bagaimana melakukan kontekstualisasi visi keislaman ala NU 
dalam konteks
yang sudah berubah saat ini," tegas Munjid. 

"Dengan berdirinya KNU-AS ini, kami juga hendak menyumbangkan gagasan-gagasan 
segar
dalam wacana keislaman di tanah air," tambah Munjid lagi.

Meskipun merupakan wadah umat Islam Amerika Serikat yang memiliki hubungan 
kultural dan
keagamaan dengan tradisi NU, namun KNU-AS berusaha merumuskan identitas
ke-NU-an yang terbuka.

"Kami mendefinisikan diri sebagai umat Islam dalam tradisi Sunni, Asy'ari, dan
mazhab empat, namun terbuka pada keragaman sekte, aliran dan mazhab-mazhab yang 
ada
dalam masyarakat Islam, baik di Amerika, Indonesia, atau dunia Islam secara
umum" tegas Achmad Tohe, aktivis NU yang sekarang sedang menempuh program PhD
di Boston, University.

"Kami ingin mempertahankan tradisi Asy'ariyah dan mazhab empat, tetapi kami 
juga ingin
agar tradisi itu terbuka pada kemungkinan tafsir baru," kata Syamsul Ma'arif,
mahasiswa PhD di Arizona State University.

Deklarasi ini juga dihadiri oleh Sukidi Mulyadi, pemikir muda Muhammadiyah yang 
sekarang
menempuh program PhD di Harvard University, dan Jajang Jahroni, mahasiswa PhD
di Boston University.

Deklarasi ditutup dengan do'a yang dibacakan oleh Sukidi Mulyadi yang mewakili 
Muhammadiyah dan
Akhmad Munjid yang mewakili NU.

"Agar NU dan Muhammadiyah bisa bekerjasama untuk mengembangkan pemahaman Islam 
yang
kontektual dan progresif di Amerika," tegas Ulil mengomentari doa yang 
dibacakan dua wakil dari ormas besar Islam di Indonesia itu.

Sejumlah aktivis

NU di AS terlibat dalam persiapan pendirian organisasi ini. Mereka adalah 
Sumanto Al Qurtuby, mahasiswa PhD Boston University, Achmad Munjid, mahasiswa 
PhD Temple University, Achmad Tohe, mahasiswa PhD Boston University, Muhammad 
Abdun Nasir, mahasiswa PhD Emory University, Kustim Wibowo, ketua Departemen
Manajemen Sistem Informasi di Eberly College-Indiana University of
Pennsylvania, Akhmad Sahal, mahasiswa PhD University of Pennsylvania, Ahmad
Rafiq, mahasiswa PhD Temple University, Syamsul Ma'arif, mahasiswa PhD
Arizona State University, Munajat, mahasiswa PhD Texas A & M University, 
Salahuddin
Kafrawi, professor filsafat Islam di William and Hobart College (Geneva, New
York), Dadi Darmadi, mahasiswa PhD Harvard University, Ulil Abshar-Abdalla,
mahasiswa PhD Harvard University, Saiful Umam, mahasiswa PhD University of
Hawaii at Menoa, Hasan Basri, visiting fellow di Temple University, dan 
Mustaghfiroh Rahayu, mahasiswa MA diFlorida International University, Miami.****


mediacare
http://www.mediacare.biz

Kirim email ke