Re: [zamanku] Tuhan itu hasil ciptaan Otak?

2010-04-04 Terurut Topik teddy sunardi
Pendapat saya agama dan ketuhanan sudah lama mati atau rapuh sejak Friedrich
Wilhelm Nietzsche mengemukakannya dalam bukunya Also sprach Zarathustra...
Manusialah yang menciptakan tuhan, karena dimasa peradaban manusia masih
primitif mereka membutuhkan sesuatu yang dapat mengatur mereka yang kita
kenal sekarang sebagai norma hukum. KAlau yang dahulu dimaksudkan dengan
dosa sekarang adalah delik atau pelanggaran hukum. Sayapun terus terang
sudah tidak percaya lagi dengan yang namanya agama institusional karena saya
hanya mempercayai hukum negara (sebagai orang hukum saya hanya mempercayai
kebaikan dan keburukan - kalau baik ya disanjung kalau buruk disidang atau
dihukum).  Peraturan-peraturan agama adalah peraturan-peraturan yang saya
anggap sedikit beraliran dongeng dan rekayasa untuk itu saya pribadi tidak
bisa percaya lagi akan hal itu. Maksud saya mengatakan bahwa seseorang akan
masuk neraka kalau berbuat dosa atau kesalahan besar adalah hal yang
kekanak-kanakan dan justru tidak mendidik bagi yang berbuat salah - kalau
bebruat salah maka didunia inilah hukumannya melalui peradilan yang
seadil-adilnya. Seperti kasus yang sekarang ini sedang terjadi di Saudi
Arabia membuat saya tidak tenang dan kesal karena alangkah bodohnya manusia
moderen saat ini masih percaya terhadap tukang sihir. Musuh-musuh negara di
abad pertengahan di Eropapun dahulu dibakar hidup-hidup oleh dewan
inquisitor gereja Katolik dengan tuduhan tukang sihir. Apakah benar Saudi
Arabia percaya dengan tuduhan yang berbau dongeng 1001 malam itu? ataukah
beduin-beduin tuan minyak itu betul-betul percaya tahayul? Kalau mereka
percaya tahayul alangkah malang nasib mereka. Saya percaya sekali bahwa
agama akan mati dengan berkembangnya sainsperlahan tapi pasti. Lihat
saja buktinya sangat banyak misalnya bagaimana bangsa2 Viking di Eropa
dimasa lalu percaya kepada Dewa Odin dan dewa2 lainnya...dan sekarang
buktinya semua itu hanya tinggal sekedar mytus atau juga Zeus, Europa dll
juga telah hilang dari pandangan bangsa Eropa dan menjadi sekedar mytus
belaka. Manusia kehidupannya berkembang kedepan dan bukan kebelakang.
Kristen yang dahulunya ekspansif dengan templarnya ke wilayah2 arab sekarang
sudah tenang dan sayapun percaya bahwa Islampun akan demikian dalam 400
tahun kedepan. Sering saya tersenyum membaca dibeberapa milis dimana para
pemeluk agama Islam menyerukan anti globalisasi...tetapimereka
menyerukannya dengan menggunakan internet yang nyata-nyata merupakan alat
globalisasi. Dan kalaupun mereka tahu bahwa banyak sekali atau hampir semua
provider2 internet menggunakan fiber kabel internet buatan israel. Apakah
hal ini tidak menjadi suatu hal yang patut dipertanyakan? terutama bagi
mereka yang menyerukan anti globalisasi itu? Sejak kecil walaupun saya lahir
dari keluarga yang theis saya tidak mempercayai akan keberadaan sesuatu
diatas saya selain langit dan tata surya namun begitu saya menghargai dan
toleransi kepada yang percaya untuk itu sekali lagi untuk pertanyaan mang
Ucup..ya saya percaya bahwa agama akan mati oleh sains dan digantikan oleh
universalitas yang akan mendamaikan dunia ini dari konflik dll...hal ini
sudah diprediksikan oleh Gene Roddenberry dalam serial Star Treknya.

salam

Teddy

2010/3/7 MANG UCUP mang.u...@gmail.com



 Pertanyaan: “Apakah Tuhan yang menciptakan Otak ataukah Otak yang
 menciptakan Tuhan?”

 Filsuf Perancis Rene Descrates (1596 -1650) yang mendapatkan julukan
 sebagai Penemu Fisalfat Modern berpendapat: “Aku berpikir, maka aku ada”,
 dalam bahasa Latin “Cogito ergo sum” atau dalam bahasa Perncis “Je pense
 donc je suis”. Berdasarkan kesimpulan tersebut saya juga bisa menyatakan:
 “Tuhan itu ada, karena aku berpikir, bahwa Tuhan itu ada”.

 Memang pikiran itu hanyalah salah satu aktivitas dari fisik otak, tetapi
 cobalah renungkan arti dari kalimat ini: “Aku menetapkan PIKIRANKU untuk
 membeli sepeda” (I made up my MIND to buy a bike). Orang tidak akan berkata:
 “Aku menetapkan OTAKKU untuk membeli sebuah sepeda” (I made up my BRAIN to
 buy a bike). Jadi kesimpulannya pikiran inilah yang mengendalikan otak (mind
 over matter) atau secara tidak langsung terbuktikan, bahwa Tuhan itu
 sebenarnya adalah hasil ciptaan dari pikiran kita.

 Bahkan menurut Dean Hamer (Kepala Struktur Gen di U.S. National Cancer
 Institute) dalam bukunya “The God Gene” menyatakan, bahwa ia telah berhasil
 menemukan Tuhan di dalam gen manusia atau ranah Tuhan atau saklar Tuhan yang
 ada di dalam otak manusia. Jadi ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh
 Maththew Alper dalam bukunya “The God Part of the Brain” jadi kita tidak
 perlu mencari Tuhan di surga, karena Tuhan itu sebenarnya hanya bersemayan
 dan berada di dalam otak kita saja.

 Pendapat Hamer ini juga didukung oleh Robert Thurman profesor studi agama
 Buddha yang berpendapat bahwa penemuan itu memperkuat salah satu konsep
 Buddha yang populer, bahwa manusia itu mewarisi gen spiritualitas dari
 inkarnasi kita yang terdahulu.

 Menurut Alper dalam bukunya 

[zamanku] Tuhan itu hasil ciptaan Otak?

2010-04-03 Terurut Topik MANG UCUP
Pertanyaan: “Apakah Tuhan yang menciptakan Otak ataukah Otak yang
menciptakan Tuhan?”

Filsuf Perancis Rene Descrates (1596 -1650) yang mendapatkan julukan sebagai
Penemu Fisalfat Modern berpendapat: “Aku berpikir, maka aku ada”, dalam
bahasa Latin “Cogito ergo sum” atau dalam bahasa Perncis “Je pense donc je
suis”. Berdasarkan kesimpulan tersebut saya juga bisa menyatakan: “Tuhan itu
ada, karena aku berpikir, bahwa Tuhan itu ada”.

Memang pikiran itu hanyalah salah satu aktivitas dari fisik otak, tetapi
cobalah renungkan arti dari kalimat ini: “Aku menetapkan PIKIRANKU untuk
membeli sepeda” (I made up my MIND to buy a bike). Orang tidak akan berkata:
“Aku menetapkan OTAKKU untuk membeli sebuah sepeda” (I made up my BRAIN to
buy a bike). Jadi kesimpulannya pikiran inilah yang mengendalikan otak (mind
over matter) atau secara tidak langsung terbuktikan, bahwa Tuhan itu
sebenarnya adalah hasil ciptaan dari pikiran kita.

Bahkan menurut Dean Hamer (Kepala Struktur Gen di U.S. National Cancer
Institute) dalam bukunya “The God Gene” menyatakan, bahwa ia telah berhasil
menemukan Tuhan di dalam gen manusia atau ranah Tuhan atau saklar Tuhan yang
ada di dalam otak manusia. Jadi ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh
Maththew Alper dalam bukunya “The God Part of the Brain” jadi kita tidak
perlu mencari Tuhan di surga, karena Tuhan itu sebenarnya hanya bersemayan
dan berada di dalam otak kita saja.

Pendapat Hamer ini juga didukung oleh Robert Thurman profesor studi agama
Buddha yang berpendapat bahwa penemuan itu memperkuat salah satu konsep
Buddha yang populer, bahwa manusia itu mewarisi gen spiritualitas dari
inkarnasi kita yang terdahulu.

Menurut Alper dalam bukunya “The God Part of the Brain”, bahwa manusia itu
secara halus telah disetel atau digiring sedemikian rupa untuk berpaling
pada suatu realitas spiritual dan untuk mempercayai kuasa-kuasa yang
melampaui keterbatasan dari realita fisik kita. Hal ini bisa terjadi karena
instink yang diwariskan secara genetika.

Misalnya karena adanya perasaan takut mati sehingga secara alami menimbulkan
sebuah insting bagi keyakinan religius dalam diri manusia perdana. Untuk
mengatasi rasa gelisah dan takut mati inilah otak besar kita mencari jalan
keluar bagaimana caranya agar mampu mempertahankan kehidupan setelah
kematian. Dari situlah awal timbulnya pikiran manusia untuk menciptakan Sang
Tuhan.

Disamping itu, karena adanya rasa takut inilah juga yang telah menimbulkan
kepercayaan dalam seperangkat mekanisme di dalam otak manusia, sehingga kita
yakin dan tanggap akan adanya doa kesembuhan, sehingga akhirnya menimbulkan
plasebo efek bagi sang pasien.

Mungkin sudah tiba saatnya dimana para ahli memperdalam dan mempelajari
mengenai disiplin ilmu anyar – suatu teologi genetika (Genotheology) yang
baru untuk mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut diatas.

Majalah Time dalam edisi Jumat Agung (8 April 1966) memuat artikel dengan
judul “Is God Dead?” dimana mereka memprediksikan, bahwa agama akhirnya akan
mati dibunuh oleh Sains.

Bagaimana pendapat Anda?

Mang Ucup
Email: mang.ucupatgmail.com
Homepage: www.mangucup.org


[zamanku] Tuhan itu hasil ciptaan Otak? - Bag. 2

2010-04-03 Terurut Topik MANG UCUP
Filsuf dan Matematikawan Perancis, Rene Descartes berkesimpulan untuk
mencari kebenaran sejati harus selalu dimulai dengan cara meragukan apa
saja; meragukan yang dikatakan gurunya, meragukan kepercayaan, bahkan
meragukan eksistensinya dirinya sendiri. Pokoknya, meragukan segala-galanya.
Maka dari itulah muncul Proposisi: “Ketika aku berpikir, maka aku ada”
–Cogito Ergo Sum.

Mang Ucup pribadi tidak sepaham dengan pandangan Descartes, cobalah
renungkan oleh Anda, bisakan Anda memulai suatu usaha dengan penuh keraguan.
Siapapun juga tidak akan mau melakukan investasi entah dalam bentuk apapun
juga apabila ia meragukan akan hasilnya.

Manusia bisa menciptakan kapal terbang, bahkan sampai bisa meraih bulan,
bukannya diawali dengan keraguan melainkan berdasarkan kepercayaan akan
keberhasilannya. Begitu juga Martin Luther King Jr, ia memulai gerakannya
dimana ia percaya dan yakin bisa mewujukan impiannya: “I Have A Dream!”
Tanpa adanya kepercayaan ini; tidak mungkin ia akan bisa berhasil.

Pandangan tersebut diatas sesuai dengan kredo dari Anselmus, Uskup Agung
Canterbury (1033 – 1109) dimana ia menyatakan: “Saya percaya agar dapat
mengerti - Credo ut intelligum” (Believe than understand). Melalui
pernyataan ia ingin menganjurkan bagi mereka yang ingin mencari kebenaran
(baca Allah) harus diawali dengan beriman dahulu, jadi bukanlah sebaliknya
seperti Decrates. Percaya itu menjadi kunci utama, maka seluruh kepercayaan
itu akan membangun seluruh pengertian yang sejati.

Tapi rasanya sukar untuk bisa percaya akan keberadaanNya Allah yang tidak
pernah menampakan diri-Nya. Bahkan di tahap awal Masa Aufklärung (Masa
Pencerahan) Immanuel Kant sendiri pernah menyatakan, bahwa Allah tidak
memiliki tempat dalam lingkungan rasio. Walaupun demikian ia mengakui adalah
suatu hal yang tidak mungkin bagi Allah sehingga bisa masuk dalam kategori
rasio kita. Sebab pada saat dimana Dia membatasi diri masuk kategori
terbatas, atribut ke-TAK-TERBATAS-an-Nya otomatis terlucuti alias
ke-illahi-an-Nya terlukai. Jadi jelas ini tidak mungkin, bagaimana rasio
manusia yang terbatas bisa mengenal Allah yang tak terbatas.

Seorang ahli bedah bisa mengetahui semua bagian otak manusia, tetapi hingga
kapanpun juga ia tidak akan pernah bisa mengetahui impian pasiennya.

Bisakah Anda percaya, bahwa walaupun otak sudah mati, kenyataannya pikiran
orang itu masih tetap bisa berjalan terus? Bahkan hal ini telah dibuktikan
secara sains oleh Dr Levi-Montalcini pemenang hadiah Nobel yang bekerja di
EBRI (European Brain Research Institute) – Roma. Ia pernah melakukan sebuah
studi prospektif dimana ia mewawancarai lebih dari seratus orang yang pernah
mengalami mati suri (Pengalaman Dekat-Ajal – Near Death Experience).

Jelas seorang yang sudah benar-benar dinyatakan mati klinis, seharusnya
tidak bisa melihat, mendengar ataupun berpikir apapun juga, karena otaknya
sudah mati secara klinis. Orang baru dinyatakan mati klinis; apabila
jantungnya berhenti, gelombang otak EEG-nya menjadi datar total. Batang otak
dan belahan kiri-kanan korteks serebral menjadi tidak responsif, lalu suhu
tubuh turun menjadi dingin 16 C yang biasanya sekitar 36,6 C.

Namum 18% dari sang pasien yang diwawancarai melaporkan, bahwa kenyatannya
mereka masih bisa mengingat dengan baik mengenai hal-hal apa saja yang
mereka lihat dan dengar selama mereka mati klinis. Dan pernyataan mereka itu
benar semua. Dari sinilah terbuktikan, bahwa manusia itu memiliki jiwa yang
tidak pernah bisa dijelaskan secara rasio maupun sains.

Mang Ucup
Email: mang.u...@gmail.com
Homepage: www.mangucup.org