Refleksi: Aliran Fly River tidak bermuara di sekitar Merauke. Muaranya ratusan km dari Merauke. Kalau benar akibat lembah OKtedy, berarti penduduk kampung-kampung di tepi sungai Fly juga menderita penyakit yang sama. Di muara sungai Fly ada dua kampung besar bernama Wasua dan Adulu, kalau benar masalah lembh OKtedy berarti pendudk di kedua kampung tsb juga menderita penyakit yang sama.
Apakah tidak ada faktor lain, misalnya penduduk harus dipindahkan dan oleh sebab itu dipakai alasan limbah sungai Fly, karena seperti diberitakan media bahwa pemerintah NKRI telah menyetujui daerah disekitar Merauke untuk pertanian bahan makanan untuk Arab Saudia? http://gatra.com:80/artikel.php?id=117435 Bin Ladin Group Investasi Agribisnis di Merauke Jakarta, 12 Agustus 2008 13:50 Kelompok usaha Arab Saudi, Bin Ladin Group, siap melakukan investasi sebesar 4 miliar dolar AS, untuk mengembangkan agribisnis padi di Merauke, Papua. Hal itu mengemuka dalam pertemuan antara delegasi Bin Ladin Group dengan Menteri Pertanian Anton Apriyantono serta Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah, Alwi Shihab di gedung Deptan, Selasa (12/8). Dalam pertemuan itu Bin Ladin Group dipimpin Wakil Chairman Bin Ladin, Sheikh Hassan M Bin Ladin dan Managing Director Saudi Bin Ladin, Abu Bakr Al Hamid Usai pertemuan tertutup itu Alwi Shihab menjelaskan, Bin Ladin Group akan mengembangkan areal persawahan padi seluas 500.000 hektar (ha) yang mana setiap 5.000 ha diperkirakan perlu investasi 43 juta dolar AS. "Bin Ladin mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Arab Saudi untuk kerjasama dengan Indonesia," kata Mantan Menteri Luar Negeri itu. Menurut Alwi, kelompok usaha tersebut akan mengirimkan tim bersama dengan tim Deptan guna menentukan daerah yang cocok untuk pengembangan persawahan padi di Merauke. Sementara itu Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan, pembahasan secara rinci mengenai rencana investasi Bin Ladin Group baru akan dilakukan setelah kedatangan tim mereka. Ketika menyinggung infrastruktur di Merauke yang minim, ia mengungkapkan, pemerintah RI akan bekerjasama dengan investor untuk mengembangkannya. "Infrastruktur utama seperti jalan raya akan dibangun oleh pemerintah," katanya. Sementara itu Alwi menambahkan, mereka mengusulkan untuk mengembangkan beras varietas Basmati yang rencananya untuk memenuhi pasar Arab Saudi. Selain Arab Saudi, sejumlah negara lain asal Timur Tengah seperti Qatar, Oman dan Dubai juga telah menyatakan minat menanamkan modal untuk mengembangkan agribisnis di Indonesia. [TMA http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/21/kesra01.html Diduga Tercemar Limbah PNG Warga Merauke Menderita Pembengkakan Perut Oleh Web Warouw Jayapura - Warga Kabupaten Merauke yang bermukim di Distrik Muting dan Okbibab sejak tahun lalu menderita penyakit gatal-gatal dan pembengkakan pada perut. Kedua jenis penyakit tersebut diderita warga di dua distrik (kecamatan) itu setelah mandi dan mengonsumsi air sungai yang ada di daerah ini, yang diduga tercemar limbah industri tambang emas dari Papua Nugini (PNG). Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Kabupaten Merauke, Patrisia Gebse, Jumat (20/2), mengatakan, berdasarkan laporan yang diterima dari warga di Distrik Muting dan Okbibab, kedua jenis penyakit tersebut sudah menyerang sebagian penduduk sehingga perlu segera mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi Papua. Ia menjelaskan, penduduk Kabupaten Merauke yang bermukim di Distrik Muting dan Okbibab berada dekat wilayah perbatasan RI-PNG sehingga diduga sungai yang ada di kawasan tersebut tercemar limbah industri tambang emas. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi Papua Wiro Watken saat dihubungi secara terpisah di Jayapura mengatakan, informasi dugaan pencemaran limbah tambang emas dari PNG itu sudah diterima. Dia mengatakan, pihaknya tahun lalu sudah menganggarkan dana untuk membiayai tim guna melakukan penelitian terhadap laporan warga di Distrik Muting dan Waropko. Tetapi droping dananya terlambat sehingga rencana tersebut tidak terlaksana. Ia berjanji dalam waktu dekat ini pihaknya akan menurunkan tim ke Kabupaten Merauke guna meneliti dugaan pencemaran limbah industri tambang emas dari PNG itu. Selain warga yang menderita gatal-gatal, sebagian besar pohon di wilayah Indonesia dekat perbatasan kedua negara itu juga semakin kering. Sementara itu, Dinas Kesehatan Papua melakukan pemeriksaan ulang terhadap kasus tersebut. "Kasus ini muncul-tenggelam sejak tahun lalu. Yang penting kita atasi dulu penyakit di masyarakat sambil kita ajarkan pola hidup bersih dan sehat," jelas Kepala Dinas Kesehatan Papua, dr Bagus Sukaswara, saat dihubungi SH, Sabtu (21/2). Ia menjelaskan bahwa tahun lalu pihak Dinas Kesehatan dan Bapedalda Papua sudah memeriksa aliran sungai yang kemungkinan dialiri oleh air yang tercemar oleh penambangan tembaga di Oktedy, PNG. "Menurut hasil pemeriksaan tahun lalu sih tidak ditemukan zat-zat berbahaya dari air sungai yang dikonsumsi oleh rakyat. Namun kali ini kita akan periksa lagi untuk memastikan penyebab penyakit tersebut," tegasnya. Tetapi menurut Sukaswara, wilayah Oktedy dialiri oleh Sungai Flay di PNG, posisinya lebih rendah dari Okbibab, sedangkan Muting sangat jauh dari aliran sungai yang dialiri Sungai Flay. "Namun semua kemungkinan bisa saja terjadi. Ini adalah kasus keempat dengan isu yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya," tuturnya. Ia juga menjelaskan, beberapa tahun lalu di wilayah ini muncul isu penggusuran dan ganti rugi tanah adat yang kemungkinan akan dipakai untuk pertambangan. "Mungkin ini soal ganti rugi dan penggusuran. Ini biasa terjadi antara masyarakat dengan pemilik tambang di Papua. Hal ini sudah pernah dibicarakan tahun lalu," tegasnya Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Papua, Octavianus Takimay, menegaskan kasus ini mirip dengan di Nabire, Paniai dan Dogiyai. "Karena ada emas di bawah tanah, maka rakyat disuruh relokasi, tapi menolak. Beberapa saat kemudian muncul kasus kematian akibat diare," ungkapnya. Saat ini penambang asing memang ofensif masuk ke tanah-tanah adat rakyat.