Pakain yang menunjukkan identitas muslimnya di jakarta sudah menjadi trend, 
terutama bagi laki laki anggota majelis taklim, mereka cukup mengenakan sorban 
dan identitas kemusliman mereka lewat pakaian bisa seenaknya berkeliaran 
dijalan tanpa mengindahkan peraturan lalu lintas, dan tidak memperdulikan 
pemakai jalan yang lain.

polisipun hanya bisa bengong kayak kambing congek, mereka (polisi) sebenarnya 
sudah menggenggam kekuatan dalam bentuk UU namun mereka dibuat ompong oleh 
kelakuan islam jakarta yang norak dan katro dengan tidak menghormati UU lalin 
dan kekuasaan kepolisian RI.

Pak polisi lebih baik menilang pengendara yang tidak bawa STNK atau sim 
dibanding dengan pengendara atau pengguna jalan yang urakan seperti umat islam 
jakarta, padahal jelas jelas kalau yang namanya sim dan STNK itu tidak 
membahayakan keselamatan pengguna jalan lain, tapi kalau naik motor tanpa helm 
(hanya bersorban) dan naik hingga ke atap mobil sambil mengibarkan bendera 
dengan tulisan arab, tentu secara keselamatan akan lebih berbahaya, bagi diri 
sendiri dan bagi pengendara lain.





________________________________
Dari: gkrantau <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: zamanku@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 1 November, 2008 19:43:59
Topik: Bls: [zamanku] Re: Pakaian Muslim, Perlukah??


YG SERING terjadi ialah orang2 yg sebenarnya tidak tau banyak ttg ajaran Islam 
ingin PAMER ke-ISLAM-an mereka (yg sebenarnya cethek sekali) dg menekankan 
penampilan - outward appearance mereka.

Penampilan menjadi substitute dari kesolehan, ini jelas sekali yg teriak2, yg 
ngacung2 pedang dan golok, yg membuat onar dan kerusakan, yg ngebom, yg 
memusuhi umat beragama laen (bahkan yg sekedar tidak sealrin dg dirinya) 
sebagian besar adalah orang2 yg islamnya sekedar dlm bentuk penampilan!

Gabriela Rantau

--- In [EMAIL PROTECTED] .com, Lanang Anom <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> perlu kalau umat islam ke masjid, tapi kalau umat islam ke pantai pake 
> jilbab, ya namanya katrooooooo
> 
> lagian baru di sini saya mendengar ada pakaian yang punya agama MUSLIM.
> terus saya juga mau tanya apa ada baju nasrani, baju hindu, baju budha 
> ya........
> norak norak....... ...negeriku norak segeralah terpuruk
> 
> 
> 
> 
> ____________ _________ _________ __
> Dari: mediacare [EMAIL PROTECTED] .
> Kepada: zamanku [EMAIL PROTECTED] .com; [EMAIL PROTECTED] s..com
> Terkirim: Sabtu, 1 November, 2008 13:09:51
> Topik: [zamanku] Re: Pakaian Muslim, Perlukah??
> 
> 
> 
> ----- Original Message ----- 
> From: Anwari Doel  Arnowo 
> To: RumahKitaBersama@ yahoogroups. com 
> Sent: Saturday, November 01, 2008 12:08  AM
> Subject: [RumahKita] Pakaian Muslim,  Perlukah??
> 
> Pepatah petitih: ... JANGANLAH HANYA MELIHAT KULIT LUARNYA SAJA ..
> BRAVO  BUAT PAK KOMARUDDIN HIDAYAT,
> Anwari Doel Arnowo 1 Nopember 2008 - 12:07  AM
> 
> Kiai Hasyim Asy'ari dan Bung Hatta 
> Friday, 31 October 2008 
> 
> SAMBIL menunggu jam penerbangan Yogyakartaâ€" Jakarta, tanpa disengaja 
> saya berjumpa teman dan guru saya, KH Dr Agil Siraj, yang pernah 
> tinggal dan menuntut ilmu di Arab Saudi selama 13 tahun. 
> 
> Saat  berbincangbincang mengamati perkembangan dakwah Islam di 
> Indonesia  belakangan, secara ringan dia mengungkapkan komentarnya 
> yang membuat saya  terhenyak. "Mestinya kita belajar dari Bung Hatta 
> dan Kiai Hasyim  Asy'ari,"katanya. "Apa maksud Ustaz?" tanya saya. 
> Coba lihat, Bunga Hatta  lama tinggal di Eropa, tetapi tetap menjadi 
> orang Indonesia. 
> 
> Menjaga dan memperjuangkan kepribadian Indonesia. Begitu pun Kiai 
> Hasyim Asy'ari, kakeknya Gus Dur. Bertahun-tahun belajar dan tinggal 
> di Arab Saudi,tetapi tetap menjadi orang Indonesia. Berpakaian dan 
> berperilaku sebagai muslim Indonesia.Keduanya sangat mencintai 
> Indonesia. Berjuang dan berkorban demi kejayaan Indonesia. Sampai di 
> situ saya semakin dibuat merenung, ingin mendengarkan komentar lebih 
> lanjut dari teman asal Cirebon dan meraih doktor dari Universitas 
> Ummul Qura ini. 
> 
> Meski Bung Hatta lama di Barat, mendalami ilmu  dari Barat, tapi 
> beliau berani berkonfrontasi dengan Barat ketika kekuatan  Barat 
> merugikan bangsanya sendiri. Begitu pun Kiai Hasyim. Dalam banyak 
> hal yang sangat mendasar bahkan beliau mengkritik tradisi dan 
> pemikiran Islam yang tumbuh di Arab Saudi, yang dikenal literalistik 
> dan kurang menghargai tradisi. 
> 
> Meski tampak sepele, ternyata Ustaz  Agil juga mengamati masuknya 
> pengaruh pakaian Arab ke Indonesia. Kiai  Hasyim dan kiai-kiai lain 
> yang lama belajar di Arab Saudi dan Timur Tengah  tidak mempromosikan 
> pakaian gamis model Arab. Beliau hanya mengenakan  pakaian gamis 
> sewaktu salat saja. Tetapi ketika ke luar rumah, semuanya  berpakaian 
> Indonesia. 
> 
> "Saya sendiri yang lama tinggal di Arab  Saudi kadang jadi heran, 
> mengapa pakaian gamis model Arab semakin populer  di Indonesia, 
> dipakai di mana-mana, bahkan untuk berdemonstrasi di jalanan  dan di 
> lapangan Monas," kata Ustaz Siraj dedengkot NU ini. Dalam hati saya 
> bertanya, apakah pendapat semacam ini hanya dimiliki Ustaz Agil 
> Siraj  ataukah juga ulamaulama NU yang lain? 
> 
> Apakah semakin meluasnya pakaian  model Arab menunjukkan naiknya 
> semangat Islam Indonesia yang datang dari  Arab? "Ada orang Indonesia 
> yang kebarat-baratan, ada pula yang  kearab-araban. Mengapa kita 
> tidak bercermin dan belajar dari Bung Hatta  dan Kiai Hasyim," 
> gugatnya lagi. Para kiai saya dulu,lanjutnya, kalau  mengajar membaca 
> Alquran pada santrinya sangat tegas dan keras.Kalau salah  tajwidnya, 
> yaitu cara benar membaca Alquran, beliau marah. 
> 
> Bahkan  ada yang sampai memukul dengan lidi, sehingga para santri 
> harus serius  belajar karena takut kena marah dan kena pukul. Tapi 
> yang sangat  mengagumkan, begitu bergaul dengan masyarakat dan 
> menyampaikan dakwah,  para kiai dulu sangat lembut dan santun.. Dengan 
> sabar mereka membimbing  umat ke jalan yang benar dan tidak pernah 
> menggunakan kekerasan. 
> 
> Tak ada teriak-teriak sambil mengacung-acungkan pentungan. "Mereka 
> belajar dari cara dakwah Wali Songo yang memang sangat cocok untuk 
> masyarakat Indonesia," lanjut Ustaz Agil. Karena sikapnya yang 
> bijak,  sabar dan lembut itu, maka Islam menjadi agama yang dipeluk 
> mayoritas  bangsa ini dan secara perlahan tradisi yang tidak sejalan 
> dengan ajaran  Islam diluruskan, bukan dengan jalan kekerasan dan 
> permusuhan. Ketika  asyik bincang-bincang, terdengar panggilan untuk 
> naik pesawat. 
> 
> Sepanjang perjalanan saya renungkan kembali apa yang disampaikan 
> Ustaz Agil, termasuk kritiknya yang cukup tajam terhadap fenomena 
> pesantren, kiai, dan politik. Menurutnya, dulu para kiai dan 
> pesantren  sangat independen secara ekonomi dan politik sehingga 
> wibawanya disegani  oleh pemerintah dan masyarakat. Pesantren dulu 
> ibarat sumur, orang  berdatangan untuk menimba air, minta berkah, dan 
> wejangan pada kiai,  termasuk para pejabat negara. 
> 
> Bahkan ketika orangtua melahirkan bayi,  mereka datang untuk meminta 
> nama bagi anaknya.Ketika sebuah keluarga akan  membagi harta waris, 
> mereka minta fatwa pada kiai. Kiai dulu tidak pernah  minta bantuan 
> ke pemerintah atau siapa pun. Sebaliknya, justru bantuan  yang 
> berdatangan tanpa diminta dan diundang. 
> 
> Sekarang suasana  sudah berubah. Sudah muncul kekuatan baru yang 
> namanya negara dengan  jaringan birokrasinya, dari tingkat presiden 
> sampai lurah, bahkan RT/RW.  Sangat disayangkan, pemerintah dan 
> politisi ikut merusak kultur pesantren  yang semula mandiri menjadi 
> kian melemah dan tergantung pada negara. Para  politisi datang 
> menawarkan berbagai bantuan dengan imbalan agar mereka  memberikan 
> dukungan politik setiap pemilu atau pemilihan kepala daerah. 
> 
> Repotnya lagi, kalangan kiai dan pesantren juga sulit menolak karena 
> mereka memerlukan dana, baik untuk pesantren maupun untuk diri dan 
> keluarganya. Bahkan ada kiai yang senang memintaminta bantuan kepada 
> pejabat pemerintah. Mestinya, baik para politisi, pemerintah, maupun 
> dunia pesantren saling menjaga integritas dirinya,bukan saling 
> menjatuhkan dan menggerogoti wibawanya. 
> 
> Kalau sudah saling  menjatuhkan, yang rugi adalah negara, umat, dan 
> bangsa. Negara yang maju  dan kuat adalah negara yang masyarakatnya 
> mandiri, dibentuk melalui  pendidikan yang baik, dan lapangan kerja 
> yang tersedia. Masyarakat yang  bodoh dan miskin pada akhirnya akan 
> menjadi beban negara,bahkan potensial  menjadi musuh negara. 
> 
> Bayangkan, bagaimana kita akan memasuki  kompetisi tingkat global 
> kalau energi negara dan masyarakat habis terkuras  untuk berantem, 
> bukannya saling mendukung untuk membangun bangsa. Itulah  yang pernah 
> terjadi di Aceh dan di beberapa tempat lain. Aset dan energi  bangsa, 
> baik berupa uang, sumber daya alam, budaya, agama maupun militer, 
> mestinya diarahkan untuk hal-hal produktif demi memajukan bangsa. 
> Bangsa ini tengah mengalami situasi mismanagementalias salah urus. 
> 
> Para politisi lebih sibuk mengurus dirinya katimbang rakyatnya.Dua 
> tokoh yang dikemukakan Ustaz Agil, yaitu sosok Kiai Hasyim Asy'ari 
> dan  Bung Hatta, adalah dua figur bapak bangsa yang pantas dan bahkan 
> harus  diteladani. Bertemu dalam keduanya kedalaman dan keluasan 
> ilmu, integritas  yang kokoh, patriotisme tinggi, dan sangat santun 
> dalam  berpolitik.( *) 
> 
> PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT 
> REKTOR UIN SYARIF  HIDAYATULLAH 
> 
> 
> 
> 
>       ____________ _________ _________ _________ _________ _________ 
> _________ _________
> Dapatkan nama yang Anda sukai!
> Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail. com.
> http://mail. promotions. yahoo.com/ newdomains/ id/
>
    


      
___________________________________________________________________________
Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru.
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. 
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Kirim email ke