ya jujur2 aja apa adanya,kebanyakan kalau di Indo kan lebih senengnya cuman 
untuk "Sex"cara pemikirannya beberapa orang an nggak mau ada komitmen even 
hanya Living Together !
  Belum urusan Hansip sampe RT/RW + Kelurahan yang suka demen aja nyari2 
masalah dalam hal beginian

Hafsah Salim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Kumpul Kebo Menguntungkan Wanita di AS, tapi Merugikan Wanita di Indo!

Di Amerika lebih dari 80% pandangan wanita berkecendrungan untuk
kumpul kebo daripada menikah karena perlindungan hukum kepada pasangan
wanita yang kumpul kebo sama seperti perlindungan pasangan yang
bersuami dalam menikah secara resmi. Jadi kalo perlindungan hukum
kepada wanita kumpul kebo itu sama seperti perlindungan terhadap
seorang isteri, wajar kalo wanita menjadi lebih cenderung untuk tidak
menikah, karena dengan tidak menikah maka si wanita memilik kebebasan
lebih daripada diikat dalam pernikahan.

Hal ini sangat terbalik dengan perlindungan terhadap wanita di
Indonesia yang kumpul kebo. Karena itulah wanita takut untuk kumpul
kebo hanya dijanjikan nikah oleh calon suaminya.

Kalo seorang wanita mempunyai anak akibat kumpul kebo, maka anak yang
lahir itu tetap menjadi tanggung jawab berdua secara hukumnya. 
Sebaliknya, di Indonesia anak dari pasangan kumpul kebo dinamakan anak
haram dan nasibnya benar2 tidak dilindungi hukum sama sekali.

Biasanya, kalo ada pasangan kumpul kebo bercerai, maka kedua belah
pihak akan rebutan anak, dan hal di Indonesia sebaliknya si laki2 yang
kumpul kebo tidak pernah mau menanggung anak hasil hubungan gelap ini
dan pengadilan akan menyalahkan pihak wanitanya.

Pasangan kumpul kebo yang punya anak, biasanya apabila bercerai maka
prioritas anak hak pertama ada pada ibunya, namun kalo si Ibu ini
dinilai tidak bisa merawat anak, maka diberikan kepada suaminya.

Semua pasangan kumpul kebo yang punya anak dipastikan memperbutkan hak
atas anak itu terutama tentu suaminya. Karena kalo si Anak berada
dalam pemeliharaan isteri kumpul kebo ini, maka sang saumi kumpul kebo
ini diwajibkan untuk memberikan lebih dari 60% gajinya kepada wanita
kumpul kebo ini untuk merawat anaknya hingga anak tsb berumur diatas
21 tahun. Tentu hal ini bencana bagi laki2 atau suami kumpul
kebo-nya, berapapun biayanya, anak itu berusaha diambil untuk
dirawatnya sendiri.

Namun apabila kumpul kebo itu tidak punya anak dan bercerai, apabila
si wanita tidak bekerja, maka pasangan laki2nya wajib menjamin dan
membiayai hidup wanita ini hingga menikah resmi dengan laki2 yang mau
menanggung dirinya atau sampai wanita itu mendapatkan pekerjaan yang
bisa menjamin hidupnya. Sebalik, apabila pasangan kumpul kebo itu
dimana sang laki2 pengangguran, juga berlaku bahwa si wanita yang
bekerja harus menjamin hidup laki2 bekas teman kumpul kebonya.

Demikianlah, kumpul kebo atau nikah resmi janganlah dijadikan alasan
untuk melepaskan tanggung jawab peradilan atau hukum yang melindungi
pihak yang lemah baik itu wanitanya ataupun pihak laki2nya. Jadi kalo
dibandingkan dengan hukum yang berlaku di Indonesia ini, benar2
sangatlah biadab perlakuan hukum terhadap wanita.

Nikah atau kumpul kebo memiliki tanggung jawab dan ikatan hukum yang
sama kuatnya, karena pada dasarnya antara kumpul kebo dan pernikahan
hanyalah terletak kepada legalisasi suratnya saja yang tidak akan bisa
berlaku apabila merugikan salah satu pihak.

Bagi wanita, kumpul kebo lebih menguntungkan karena kebebasan untuk
menendang sang suami apabila tidak cocok tidak akan membawa
konsekuensi. Tetapi bagi laki2 kecendrungannya lebih mengharapkan
sang pujaan mau menikahinya. Laki2 di Amerika sulit mencari isteri,
sedangkan takut untuk kumpul kebo. Wanita Amerika menolak menikah
sebelum melalui kumpul kebo untuk waktu tertentu untuk memastikan
apakah laki2 ini cukup berharga untuk menjadi suaminya resmi.

Ny. Muslim binti Muskitawati.



                           

       

Kirim email ke