Yth. Peserta Diskusi ZOA-BIOTEK-2001. Berikut ini kami sampaikan bagian 1 dari 2 posting makalah Bapak Dr. Antonius Suwanto. moderator ZOA-Biotek Dedy H.B. Wicaksono --------------------------------------------------- Tanaman Transgenik: Bagaimana Kita Menyikapinya ? Antonius Suwanto Jurusan Biologi FMIPA, PAU -Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB) dan South East Asia Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO-BIOTROP) Ringkasan Introduksi tanaman transgenik atau produk pangan yang dihasilkannya perlu dievaluasi dengan hati-hati sebagaimana yang dilakukan pada proses pelepasan sejumlah varitas tanaman atau pemasaran produk pangan baru. Peraturan yang dibuat untuk evaluasi seharusnya diambil berdasarkan data ilmiah yang memadai, atau berdasarkan pertimbangan rasional yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, sehingga peraturan tersebut tidak hanya melindungi konsumen dari bahaya nyata, tetapi juga memungkinkan konsumen untuk memanfaatkan produk transgenik dan teknologi yang mendasarinya secara maksimal. Meskipun demikian, peraturan yang dibuat hendaknya tidak menimbulkan kerumitan baru yang tidak perlu. Peraturan dan kekawatiran yang berlebihan tidak hanya akan menyurutkan perkembangan bioteknologi, suatu disiplin ilmu yang seharusnya dikuasai dengan baik untuk dapat memanfaatkan megabiodiversitas nasional secara optimal, tetapi juga dapat mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah-masalah yang lebih penting dan mendesak. Oleh karena itu, pendidikan masyarakat mengenai bioteknologi (biotechnology literacy), khususnya rekayasa genetika, seharusnya menjadi agenda utama bagi penentu kebijakan yang berhubungan dengan masalah keamanan produk transgenik. Pengantar Di kaki gunung yang biru terhampar sawah menghijau dengan tanaman padi yang berbaris rapi. Di sebelah kanan ada pondok atau rumah petani , dan di kirinya ada aliran sungai yang airnya mengalir dengan riak- riak kecil yang menyejukkan. Begitulah kira-kira gambar pemandangan alam yang sering kita temukan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Kita terbiasa melihat bahwa tanaman padi yang berbaris rapi itu sebagai sesuatu yang dikategorikan alamiah meskipun di alam bebas akan sulit sekali kita temukan tanaman padi tersebut yang bisa sintas (survive), apalagi berbaris rapi dalam petak-petak yang teratur. Tanaman padi yang kita lihat sehari-hari itu adalah hasil kerja keras manusia selama berabad-abad untuk membudidayakannya dengan menyilangkan, dan menyeleksinya dari tanaman liarnya yang lebih mirip rumput ketimbang padi. Dalam pekerjaan membudidayakan padi itu, sebetulnya manusia telah melakukan transaksi gen (pertukaran bahan genetik) dari berbagai macam kerabat liar tanaman padi sehingga diperoleh tanaman dengan sifat-sifat yang kita inginkan. Akibatnya, tanaman padi yang kita kenal sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan tetua atau kerabat liarnya yang alami di alam bebas, bahkan ada kemungkinan beberapa tanaman tetua ini sudah punah dan tidak pernah teramati lagi. Hal yang sama terjadi pada berbagai produk pertanian, peternakan, dan perikanan yang merupakan hasil transaksi gen selama berabad- abad yang diseleksi karena keinginan manusia. Di Thailand, buah durian (Monthong) yang bijinya kecil, daging buahnya tebal, dan baunya tidak terlalu menyengat lebih disukai daripada kerabat liarnya yang lebih alamiEyang berbiji lebih besar, daging buah tipis, dan aromanya sangat menyengat. Padi, dan durian Monthong merupakan contoh hasil kerja manusia dalam memperbaiki atau menyeleksi tanaman yang memiliki bahan genetik (pembawa sifat) yang sesuai dengan selera manusia. Selama ini pula kita tidak pernah mempertanyakan apakah durian Monthong itu bisa menimbulkan alergi, menyebabkan kanker, atau merusak keanekaan hayati; walaupun tanaman ini sangat berbeda dari kerabatannya yang liar. Transaksi gen itu sendiri mungkin sudah berlangsung sejak adanya sel (unit kehidupan) awal dan merupakan bagian dari evolusi biosfer planet bumi ini. Sebagai contoh, bumi kita yang kaya oksigen dan berlapis ozon ini adalah akibat revolusi biologi besar yang terjadi saat sianobakter (ganggang hijau biru) menemukan cara untuk menyigar molekul air menjadi hidrogen dan oksigen sekitar 3 biliun tahun yang lalu. Mekanisme yang menjadi dasar utama pemanenan energi cahaya, yang dikenal sebagai Fotosintesis oksigenik ini, merupakan hallmark kemampuan genetik sianobakter untuk melakukan mekanisme monumental yang secara drastis mengubah kondisi bumi yang tadinya tidak beroksigen (anaerobik) menjadi aerobik. Nenek moyang sel yang menjadi calon sel tanaman memanfaatkan kemampuan luar biasa dari proses fotosintesis melalui akuisisi bahan genetik sianobakter (Battacharya and Medlin, 1998). Akibatnya terbentuklah organisme transgenikEyang kita kenal sebagai tanaman, yang merupakan salah satu produsen utama oksigen di bumi. Tanaman modern, dengan kloroplas dan mitokondrianya, merupakan contoh mahkluk transgenik hasil transaksi gen inter-Domain (Woese et al., 1990) yang mungkin telah berlangsung sejak adanya sel eukariot awal di planet bumi ini. Transaksi gen merupakan kegiatan rutin yang berlangsung sinambung sepanjang sejarah evolusi kehidupan dan dapat memberikan dampak perubahan besar bahkan pada kondisi atmosfer bumi. Tanpa kita sadari dan tanpa campur tangan manusia, saat kita membaca tulisan inipun telah terjadi transaksi gen diantara berbiliun-biliun bakteri penghuni usus besar kita! Bahkan bakteri Agrobacterium tumefaciens telah melakukan rekayasa genetika pada tanaman jauh sebelum kita mengenal teknik ini, dan kenyataannya kita belajar melakukan rekayasa genetika tanaman dari aktivitas alamiah yang merupakan kegiatan rutin bakteri tanah ini. Tanaman Transgenik Berbagai jenis padi telah dapat diperoleh melalui transaksi gen yang terjadi selama pemulia tanaman melakukan seleksi untuk sifat-sifat beras yang diinginkan. Ada yang rendemennya tinggi dan masa panennya singkat, ada yang tahan wereng dan berbagai penyakit, ada yang nasinya pulen, ada pula yang pera dan sebagainya. Meskipun demikian, sampai saat ini masih belum ditemukan tanaman padi atau kerabatnya yang dapat disilangkan yang mengandung provitamin A di dalam endosperma biji padi. Oleh karena itu, proses pemuliaan tanaman tradisional akan sulit sekali atau hampir tidak mungkin menghasilkan beras yang endospermanya mengandung provitamin A. Padahal provitamin A merupakan senyawa penting untuk mengatasi masalah rabun senja dan kebutaan total yang berhubungan karena kekurangan senyawa ini. Masalah defisiensi vitamin A merupakan salah satu masalah gizi utama di negara-negara Asia yang sedang berkembang dan diperkirakan bahwa 124 juta anak- anak di seluruh dunia menderita kekurangan vitamin ini. Oleh karena beras merupakan diet utama sebagian besar orang Asia, maka adanya provitamin A dalam beras akan sangat banyak membantu masalah kesehatan masyarakat yang serius ini. Meskipun alam telah mampu melakukan transaksi gen jauh sebelum kita ada, hanya dalam dua dekade terakhir ini manusia mampu mengubah bahan genetik dari satu organisme secara sistematis melalui teknik Rekayasa Genetika. Pada dasarnya Rekayasa Genetika merupakan upaya pemuliaan melalui transaksi gen yang lebih presisi dan dapat lebih diperkirakan hasilnya. Sekelompok peneliti yang diketuai oleh Dr. Ingo Potrykus di Institute for Plant Sciences, Swiss Federal Institute of Technology, baru-baru ini berhasil memasukkan dan mengekspresikan dua gen penting dalam pembentukan provitamin A di dalam endosperma padi (Ye et al. , 2000). Gen penyandi phytoene synthase (psy) berasal dari tanaman Daffodil (Narcissus pseudonarcissus) dan gen penyandi phytoene desaturase (crtI) berasal dari bakteri Erwinia uredovora. Pada ujung 5Ekedua gen tersebut ditempelkan sekuen peptida transit dari Rubisco subunit kecil, yang berasal dari kacang buncis, sehingga produk translasinya dapat ditranspor ke kloroplas sel-sel endosperma. Gen psy berada di bawah kontrol promotor endosperm-specific glutelin, sedangkan crtI diekspresikan oleh promotor konstitutif gen 35S CaMV (Caulifower Mosaic Virus). Selanjutnya hasil konstruksi ini disisipkan pada plasmid vektor dan ditransfer ke sel embrio padi melalui Agrobacterium tumefaciens. Jadi paling sedikit ada tambahan lima gen atau bagian gen asing dari organisme yang berbeda pada tanaman padi transgenik tersebut. Biji padi hasil rekayasa genetik tersebut (tanaman padi transgenik) menghasilkan provitamin A dan menjadi harapan untuk dapat membantu mengatasi masalah defisiensi vitamin A bagi berjuta-juta penduduk dunia. Tanaman padi transgenik pada dasarnya merupakan hasil upaya pemuliaan dari yang asalnya tidak menghasilkan provitamin A menjadi tanaman yang menghasilkan pro vitamin A pada endosperma bijinya. Apakah tanaman transgenik ini berbahaya bagi kesehatan manusia, di samping keunggulannya menghasilkan provitamin A? Apakah akan menjadi tanaman monster yang akan merusak keanekaan hayati dan menghancurkan ekosistem setempat? Apakah riset mengenai produk transgenik semacam ini perlu didukung atau ditolak? Sebagai konsumen, ada segudang pertanyaan dan keinginan untuk mendapatkan penjelasan yang dapat dipercaya mengenai berbagai macam tanaman transgenik yang mulai atau sudah ada di pasar, kebun, atau sawah. Namun penjelasan itu hendaknya memungkinkan konsumen untuk menentukan pilihannya secara bebas. Bukan untuk menggiringnya pada suatu pendapat tertentu. Sedangkan bagi para pengambil kebijakan diharapkan dapat memberikan jaminan bahwa produk tersebut tidak saja aman baik dari segi kesehatan maupun dampaknya terhadap lingkungan, tetapi dapat lebih menguntungkan petani baik secara teknis maupun ekonomis. Menilai Produk Tanaman Transgenik Informasi yang kritis mengenai tanaman transgenik sangat diperlukan, dan hal ini membutuhkan pengetahuan mengenai prinsip konstruksi dan evaluasi produk tersebut. Pemapar informasi yang tidak dibekali dengan dasar pengetahuan minimal mengenai rekayasa genetika cenderung mengutip mentah-mentah ulasan yang disajikan oleh pers asing sehingga sulit menilai obyektivitas suatu permasalahan dan validitas data yang dihasilkan. Apa yang dikutip dan menjadi pendapat pers negara maju perlu dikaji ulang karena tidak selalu relevan dengan kondisi negara kita. Sebagai contoh dalam kasus padi transgenik provitamin A tersebut dapat saja misalnya, negara-negara Eropa Barat menolak produk tersebut karena mereka dapat memperoleh sumber vitamin A dari bahan makanan lain, atau suplemen vitamin A bukanlah sesuatu yang mahal bagi negara-negara tersebut. Atau secara sederhana mereka tidak menyukai penampilan beras yang berwarna kuning karena adanya provitamin A. Sebaliknya, untuk negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia, adanya beras yang mengandung provitamin A akan sangat berguna bagi sebagian besar penduduknya. Oleh karena itu demonstrasi besar-besaran menentang produk transgenik yang terjadi di suatu negara tidak selalu berarti bahwa produk transgenik itu juga harus ditentang di negara lain. Bagaimana dengan aspek keamanan tanaman transgenik terhadap kesehatan dan lingkungan? Bagian ini justru membutuhkan pemapar informasi yang paling tidak memiliki dasar-dasar yang baik dalam biologi molekuler atau rekayasa genetika, disamping ilmu lingkungan, sehingga dia dapat menempatkan masalah ini dengan landasan sains yang kuat dan dapat dipercaya. Apakah yang perlu diwaspadai dari segi keamanan produk padi transgenik tersebut? Bila kita berusaha mengenal paling tidak prinsip konstruksinya, maka kita bisa memberikan paparan informasi yang lebih lengkap dan tidak tendensius. Darimana asal gen yang dipakai? Bagaimana sifat dan akibat yang ditimbulkan dari ekspresinya pada tanaman transgenik? Di mana lokasinya pada genom tanaman transgenik? Jawaban dari tiga pertanyaan ini dapat memberikan gambaran awal tentang aspek keamanan produk tersebut dan langkah lebih lanjut dalam rekomendasi pelepasannya. Sebagai contoh, dari sisi fisiologi tanaman adanya enzim-enzim untuk biosintesis ?-karoten (provitamin A) pada endosperma padi akan mengambil sejumlah isopentenil difosfat (IPP), yaitu senyawa intermediat untuk biosintesis ?-karoten dan sejumlah senyawa isoprenoid penting lain di dalam sel seperti sterol, gibberellin, dan berbagai macam senyawa turunan karotenoid lainnya (Sandmann, 1994). Bila kita mau mempertanyakan secara ilmiah maka di sinilah salah satu hal penting yang perlu didiskusikan. Apakah adanya phytoene synthase akan mengurangi jumlah IPP di dalam endosperma? Bila demikian apakah pengaruhnya pada kebugaran tanaman? Meskipun mungkin jawab dari pertanyaan ini masih belum sepenuhnya dapat dipenuhi, tetapi kita dapat mencoba melihat kemungkinan apa yang paling beralasan dari data-data biokimia biosintesis isoprenoid pada tanaman. Sedangkan anggapan bahwa tanaman padi provitamin A itu akan menjadi tanaman raksasa atau monster merupakan kekawatiran emosional yang berlebihan, karena, meskipun kita tidak dapat menutup kemungkinan suatu fantasi menjadi realitas, dari segi ilmiah kejadian tersebut sangat tidak mungkin terjadi (Russo and Cove, 1995) . Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, masalah transaksi gen inter- spesies, bahkan inter-domain merupakan bagian dari dinamika biosfer yang akan tetap terjadi baik oleh atau tanpa campur tangan manusia, dengan tekanan lingkungan sebagai faktor seleksi makhluk transgenik yang bakal sintas. Rekayasa genetika dapat mempercepat proses tersebut, dan ketergantungan pemuliaan tanaman pada teknik ini secara langsung atau tidak langsung sebagai akibat dari upaya mengatasi tekanan penduduk bumi yang meningkat secara dramatis pada dua dekade terakhir. Bersambung ke bagian 2 ...