Foto axie cliq: http://ph.groups.yahoo.com/group/sastra-pembebasan/photos/browse/46e3 Date: Wed, 22 Mar 2006 09:19:05 +0700 (WIT) Subject: mohon dukungan From: <[EMAIL PROTECTED]>
Yth. Kawan-kawan seperjuangan Salam perjuangan ! Kami, Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU), memohon dukungan kepada kawan-kawan untuk penghentian tayangan iklan dengan tema Bakrie Untuk Negeri, yang memuat tentang bantuan Bakrie Group pada seorang pemuda asal Papua akan keberhasilan menjuarai beberapa program keilmuan seperti Fisika dan Matematika. Bagi SPSU, Bakrie melalui anak perusahaannya, PT Bakrie Sumatera Plantations, adalah perusahaan perampas tanah rakyat dan penindas rakyat dan petani, khususnya penganiayaan 24 orang ibu-ibu petani di Desa Sei Kopas, Bandar Pasir Mandoge, Asahan, Sumatera Utara (kronologis kasus dan foto-foto penganiayaan terlampir dalam attachment), tanggal 9 Februari 2006, yang lalu. Mohon sampaikan dukungan untuk penghentian iklan ini ke: 1. ANteve (ANtv / PT Cakrawala Andalas Televisi) Mulia Center Building 19th Floor Jl. HR Rasuna Said Kav. X-6 No. 8 Jakarta 12940. Tel: +62 21 5222084-86 Fax: +62 215222087. [EMAIL PROTECTED] 2. Global TV (TVG, PT Global Informasi Bermutu) Jl Jend. Ahmad Yani 31 Jakarta 13230. Tel: +62 21 489 1223 / 4786 7408 Fax: +62 21 475 3559. www.globaltv.co.id/index.php?menu=contact&globaltv=79b198fe78e4046950c98bca92367a483. 3. Indosiar (PT Indosiar Visual Mandiri) Jl. Damai No. 11 Daan Mogot Jakarta 11510. Tel: +62 21 5672222 Fax: +62 21 5652221. [EMAIL PROTECTED] 4. Lativi (PT Lativi Media Karya) Kawasan Industri Pulo Gadung Jl. Rawa Teratai II No. 2 Jakarta Timur 13260 Tel: +62 21 4613545/461 5044 Fax: +62 21 461 6255 . [EMAIL PROTECTED] 5. Metro TV (PT Media Televisi Indonesia) Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D Kedoya, Kebon Jeruk Jakarta 11520 Tel +62 21 5830 0077 Fax +62 21 581 6365, 581 0044. www.metrotvnews.com 6. RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia) Jl. Raya Perjuangan No. 3 Kebun Jeruk Jakarta 11000 Tel: +62 21 5303540 Fax: +62 21 5493852. www.rcti.tv 7. SCTV Graha SCTV 2nd Floor Jl. Gatot Subroto Kav 21 Jakarta 12930 Tel: +62 21 5225555 Fax: +62 21 5224777. www.sctv.co.id/surat_pemirsa.php 8. TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia) Jalan Pintu II Taman Mini Indonesia Indah Pondok Gede Jakarta Timur 13810 Tel: +62 21 8412473-83 Fax: +62 21 8412470-1. www.tpi.tv 9. Trans TV (PT Televisi Transformasi Indonesia) Jl. Kapten Tendean Kav. 12-14A Jakarta 12790 Tel: +62 21 794 4240 - 799 0572 Fax: +62 21 799 2600. www.transtv.co.id 10. TV7 (PT Duta Visual Nusantara) Wisma Dharmala Sakti Lt. 3 Jl. Jend. Sudirman Kav. 32 Jakarta 10220 Tel: +62 21 570 9777-7979 Fax: +62 21 570 8008-9. [EMAIL PROTECTED] Atas perhatian dan dukungan kawan-kawan, kami ucapkan banyak terima kasih. Serikat Petani Sumatera Utara Bidang Komunikasi dan Informasi Chaspul Chairu Hasibuan NB: Mohon Di-forward kepada kawan-kawan lain. *** kronologis_penganiayaan_9_Februari_2006. ANJING PEMBURU BERHASIL MENANGKAP BURUANNYA (KRONOLOGIS PERISTIWA PENGANIAYAAN DAN PENGHINAAN PARA PETANI OTL MAJU BERSATU, SERIKAT PETANI SUMATERA UTARA OLEH APARAT POLISI, TNI DAN SATPAM TANGGAL 9 FEBRUARI 2006) Pengantar: Apalah artinya aparat yang ternyata dihadirkan untuk menganiaya rakyat. Apalah artinya selembar surat anggota Dewan yang ternyata mereka abaikan. Apalah artinya penguasa yang ternyata hanya berpihak pada pengusaha. Dan inilah perjuangan, yang pilihannya tinggal melawan penindasan. Berikut ini adalah petikan kronologis penganiayaan sekelompok oknum Satpam (Sekuriti) PT Bakrie Sumatera Plantations (PT BSP) ditambah anggota Brimob polisi serta aparat TNI yang melakukan penghinaan dan penganiayaan terhadap para petani yang memperjuangkan tanahnya di Sei Kopas, Bandar Pasir Mandoge, Asahan. Pukul 08.30 WIB Berdasarkan surat dari Fraksi Keadilan Sejahtera DPRD Asahan No. 87/F-PKS/DPRD-AS/2006 tentang himbauan agar PT BSP tidak melakukan pengerjaan lahan dilahan yang diklaim oleh masyarakat Sei Kopas sampai ada pembicaraan lebih lanjut di DPRD Asahan, maka sekelompok ibu-ibu dari Sei Kopas, yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon, Herlina Marbun, Nannaria Manurung, Lina Manurung, Nursinah Manurung, Duna Samosir dan Br. Manalu, melakukan diskusi ringan sekaligus memantau kondisi lahan di posko yang mereka bangun di lahan konflik tersebut. Pukul 14.00 WIB Masuk 2 (dua) bulldozer ke lokasi lahan dikawal ± 50 orang berpakaian petugas keamanan (seragam lengkap berwarna biru-biru). Ada indikasi sebagian orang-orang ini bukan petugas keamanan yang biasa menjaga, akan tetapi preman yang dibayar. Ibu-ibu dari Sei Kopas ini melakukan pengusiran, yang berakibat tindak kekerasan dan caci maki terhadap diri mereka. Pukul 14.30 WIB Tujuh orang ibu-ibu menerobos ke depan untuk menghadang bulldozer, tapi mereka dipukul, ditendang, dan diseret oleh petugas keamanan tersebut. Melihat strategi yang mereka lakukan tidak berhasil, mereka memakai strategi aksi buka baju yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon,Duma Samosir, Rukiah, Lina Manurung dan Herliana Marbun. Aksi ini tetap tidak berhasil dan orang-orang dari PT BSP tersebut malah menikmati pemandangan yang menggiurkan mereka. Orang-orang tersebut adalah: Satpam (± 50 orang), Brimob Polisi (5 orang) dan TNI (1 orang). Pukul 15.45 WIB Dua belas orang ibu-ibu masuk dari Sei Kopas karena mendengar kawan-kawan mereka dianiaya. Mereka datang secara bertahap sampai pukul 16.00 WIB. Kedua belas ibu-ibu tersebut adalah: Priska Sihombing, Romenna Manurung, Kamariah Manurung, Eilin Saragih, Minta Uli Sinaga, Rasmi Sirait, Rospita Hutauruk, Mariana Marbun, Risma Uli, Neli Silalahi, Rusti dan Rukiah. Perlawanan tetap tidak seimbang, karena pihak PT BSP semakin buas agar lebih puas, seperti anjing pemburu yang berusaha menangkap buruannya. Ini terbukti mereka mengejar ke segala arah sampai ke atas pohon pun mereka kejar. Selama lebih setengah jam diburu, kelompok ibu-ibu ini memutuskan meninggalkan lahan karena kondisi benar-benar tidak seimbang dan di tubuh penuh luka dan memar. Sampai mereka meninggalkan lahan bulldozer terus beraksi mengerjakan lahan. Kondisi sebagian ibu-ibu yang cedera dan dapat dilaporkan : Juniar Tampubolon : Tangan dan kaki luka terkena pukulan senapan. Badan memar karena diangkat oleh 4 orang lalu dicampakkan begitu saja. Dada sesak yang entah karena pukulan atau tendangan Tetti Tampubolon : Kaki dan badan memar karena pukulan dan diseret. Leher memar karena tali BH ditarik untuk menyeretnya. Cendi Maria Purba : Pingsan karena diseret selama 15 menit. Badan memar. Nelli Silalahi : Tangan terkilir karena diseret. Badan memar. Dan masih banyak lagi ibu-ibu yang cedera. Kata makian yang dilontarkan: (maaf) anjing, babi dan dituduh PKI. Oknum sekuriti dan PT BSP yang dapat dikenali: Rusli (manajer PT BSP), Manimbo Simangunsong (Komandan Sekuriti), Zebua, Prieto, Trisno, Parlin dan Priyoto. Oknum Brimob yang terlibat: Munthe, Marbun, Siregar dan 2 orang bernama seperti nama orang dari suku Jawa. Pukul 17.00 WIB Lima belas orang ibu-ibu melakukan pengaduan ke Polsek Bandar Pasir Mandoge dengan nomor surat : STPL/05/II/2006/SPK atas nama Herliana Marbun. Pasal yang mereka adukan adalah 352 KUHP. Sebagian lagi tidak ikut karena mereka masih trauma dengan aparat. Kelima belas orang tersebut yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon, Herliana Marbun, Manaria Manurung, Cendi Maria, Rukiah, Rumenna, Rasmi ,Rospita, Bimberi, Tiruma, Nurhini, Rusti, Teruma, Duma. Tiga orang juga divisum et repertum yaitu Juniar Tampubolon, Herliana Marbun dan Tetti Tampubolon. Sayangnya sampai sekarang belum ada respon yang memuaskan oleh pihak kepolisian. ...Sabar-sabar dan tunggu Itu jawaban yang kami terima Ternyata kita harus ke jalan Robohkan setan yang berdiri mengangkang... (Swami-Iwan Fals, Bongkar) Asahan, 17 Februari 2006 S y a h m a n a D a m a n i k Relawan SPSU untuk Kasus Tanah Bandar Pasir Mandoge NB: Hari ini kawan-kawan dari SPSU, OTL Maju Bersatu dan Unit II Bandar Pasir Mandoge, melakukan pertemuan dengan anggota DPRD Asahan dan PT BSP untuk membicarakan kasus ini di DPRD Asahan. Sebagian kawan-kawan melakukan aksi tentang kasus penganiayaan ini. *** KRONOLOGIS KASUS TANAH OTL MAJU BERSATU, UNIT II BANDAR PASIR MANDOGE I. SEJARAH - Tahun 1953, Pembukaan lahan oleh masyarakat, Tanah yang diperjuangkan terletak di desa Sei Kopas, kecamatan Bandar Pasir Mandoge kabupaten Asahan, dahulunya bernama desa Silau Jawa, setelah dilakukan pemekaran sekarang menjadi Desa Sei Kopas. - Tahun 1983, bupati Asahan pada masa itu, Dr. Bahmit Muhammad, mengimbau pada masyarakat menginventariskan tanah itu kepada pemerintah setempat dengan maksud agar dijadikan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) seluas ± 674 Ha. - Tanah yang itu tanpa kejelasan sudah menjadi milik PT. BSP (Bakrie Sumatera Plantations) - Tahun 1999, masyarakat Sei Kopas membentuk kelompok tani Maju Bersatu yang beranggotakan ± 250 kk yang bertujuan menyatukan persepsi untuk menuntut tanah yang pernah dijadikan pola PIR. - Ketika aspirasi sudah tidak diperhatikan oleh pemerintah, tahun 2003 masyarakat Sei Kopas mengklaim tanah tersebut. Strategi yang digunakan ialah menanami lahan tersebut dengan tanaman keras dan tanaman pangan serta mendirikan tiga unit bangunan sederhana di sana. Luas tanah yang dituntut oleh masyarakat seluas 220 Ha. II. PERKEMBANGAN KASUS DAN PENANGKAPAN OLEH ANGGOTA OTL OLEH POLISI - Tanggal 31 Maret 2005 dilakukan audiensi antara OTL yang ada di unit II Bandar Pasir Mandoge dengan DPRD Asahan yang mengeluarkan kesepakatan agar pihak PTPN III kebun Huta Padang, PTPN IV Sei Kopas, PT Jaya Baru Sei Kopas dan PT BSP Kisaran tidak melakukan intimidasi terhadap masyarakat dan tidak melakukan pembersihan atas tanaman di atas areal yang dikelola masyarakat. P - Tanggal 6 April 2005, DPRD Asahan melakukan peninjauan pada lahan yang konflik di unit II Bandar Pasir Mandoge. - Tanggal 7 April 2005 dilakukan pertemuan antara OTL dengan PTPN III kebun Huta Padang, PTPN IV Sei Kopas, PT Jaya Baru Sei Kopas dan PT BSP Kisaran yang difasilitasi oleh DPRD Asahan dan dipimpin Samsul Bahri Batubara (Wakil Ketua DPRD Asahan). Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan agar lahan yang dikuasai masyarakat dikeluarkan dari HGU. Pertemuan ini juga dihadiri Asisten I Pemerintahan Kabupaten Asahan, Badan Pertanahan Nasional Asahan, Kepala Desa Sei Kopas dan Kepala Desa Silau Jawa. Dari Badan Pimpinan Pelaksana SPSU sendiri dihadiri oleh Sekretaris Jenderal, Wiwik M. Kristina. - Tanggal 18 Mei 2005 dilakukan pertemuan dengan pihak Pemerintah Kabupaten Asahan yang mengeluarkan instruksi kepada Camat Bandar Pasir Mandoge untuk menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. - Tanggal 18 Agustus 2005, lima orang warga Sei Kopas dipanggil oleh kepolisian dengan tuduhan perusakan lahan di areal tersebut. Kelima orang tersebut adalah: Bonar Manurung (48 th), Julia br. Manik (55 th), Sulaiman Tobing ( 40 th), Masri br. Tampubolon (45 th), dan Charles Manurung (26 th). Ini merupakan panggilan pertama dan tidak dihadiri oleh kelima orang ini. - Tanggal 19 Agustus 2005 anggota OTL Maju Bersatu menjumpai sekuriti yang barang bukti yaitu Mangunsong dan Sutrisno II. Kedua orang ini mengaku kalau mereka disuruh perusahaan untuk mengambil kayu rambung basah 1 potong dan yang terbakar 1 potong. Kayu tersebut mereka ambil dari desa lain yaitu ladang Hasibuan dan ladang Ma Toni, diluar areal yang diperjuangkan kelompok tani Maju Bersatu. Kedua orang ini sudah melapor ke Polsek Bandar Pasir Mandoge dan Polres Asahan tentang fitnah yang mereka lakukan. Pelaporan ini didampingi oleh Hesti Dolok Saribu dan Sibuea. - Tanggal 20 Agustus 2005, merupakan panggilan kedua bagi 5 orang yang difitnah. Pada tangggal ini kelima orang tersebut datang ke kantor Polres Asahan. Juru periksa yang bertugas yaitu Managam Simanjuntak mengatakan bahwa mereka akan dipanggil lagi melalui telepon dan akan dipertemukan dengan pihak perusahaan - Tanggal 23 Agustus 2005, kelima orang yang difitnah melakukan perusakan dipanggil kembali ke Polres Asahan melalui telepon seluler untuk dipertemukan dengan pihak sekuriti BSP, untuk membuktikan ketidakbersalahan mereka. Saat itu juru periksa yang bertugas bernama Managam Simanjuntak mengatakan agar mereka tidak ada yang berbicara jika tidak ditanya olehnya. Petugas ini bertanya ke sekuriti yang bernama Sutrisno apakah benar kelima orang tersebut bersalah. Sutrisno menyatakan benar dan kelima orang tersebut langsung ditahan di Polres Asahan tanpa diberi kesempatan untuk membela diri dan tidak pernah ditanya oleh Juru periksa selama proses pemeriksaan. Malam harinya kelima orang tersebut dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan Labuhan Ruku, Asahan. - Sampai hari ini anggota OTL Maju Bersatu ditambah OTL-OTL lain yaitu OTL Saroha, OTL Sepakat Tani, OTL Tunas Baru Pardembanan dan OTL Tani Bersatu, yang berada pada wilayah unit II Bandar Pasir Mandoge, Asahan, dan juga berkonflik dengan perusahaan menyangkut masalah tanah, masih bertahan di Polres Asahan untuk menuntut pembebasan kelima orang tersebut. - Tanggal 24 Agustus 2005, Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU) mengirimkan surat pengaduan sekaligus mohon pembebasan ke KAPOLDA SU namun tidak ada tanggapan dan di tanggal yang sama juga SPSU membuat pernyataan sikap yang langsung di kirim ke beberapa media cetak. - Tanggal 26 Agustus 2005, Tripurno Widodo selaku pengacara yang di hunjuk oleh SPSU untuk membantu kasus tersebut,meminta penangguhan penahanan kepada KAPOLRES Asahan namun permohonan tersebut di tolak. - Tanggal 29 Agustus 2005, keluarga korban bernama: Deliana anak dari Julia br Manik dan Evayanti br Nainggolan menantu dari Bonar Manurung audiensi ke kantor DPRD TK I Medan mengajukan permohonan supaya bapak-bapak Dewan memfasilitasi anak-anak korban untuk berjumpa dengan KAPOLDA SU guna menjelaskan soal fitnah yang di alami oleh orang tua mereka. Bapak M.Nuh ketua komisi A langsung menelpon KAPOLDA SU dan juga menelpon KAPOLRES Asahan, menghasilkan kesepakatan bahwa pada tanggal 30 Agustus 2005 akan di adakan pertemuan dengan KAPOLRES Asahan di kantor DPRD TK II Asahan. - Tanggal 30 Agustus 2005, Deliana dan Evayanti datang ke kantor DPRD Asahan untuk memenuhi kesepakatan janji ketemu dengan KAPOLRES Asahan yang di buat oleh KAPOLRES sendiri. Ternyata KAPOLRES membatalkan janji dan di ganti tanggal 1 september 2005 - Tanggal 1 September 2005, pertemuan dengan pihak BSP, KAPOLRES dan keluarga korban yang di dampingi pengacara dan di fasilitasi oleh DPRD Asahan. Pertemuan tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Permohonan penangguhan tahanan yang di minta oleh keluarga korban harus di ganti dengan persaratan yang d ajukan oleh pihak BSP yaitu: OTL Maju Bersatu harus meninggalkan lahan yang menjadi sengketa dengan PT BSP, namun persaratan tersebut di tolak tegas oleh keluarga korban, bahwa OTL Maju Bersatu tak akan bergeser sejengkal pun dari lokasi tersebut. - Tanggal 6 September 2005, ketika masyarakat Sei Kopas sedang bergotong royong menanam padi di ladang mereka, manager PT BSP dengan dikawal satpam mendatangi ladang masyarakat dan melarang mereka menanam padi. - Tanggal 7 September 2005, kasus kelima orang tersebut telah di limpahkan ke kejaksaan negeri Kisaran - Tanggal 10 September 2005, Wiwik M Kristina selaku SEKJEN SPSU mendapat laporan dari Tripurno Widodo melalui telpon seluler mengatakan bahwa Widodo mendapat teguran dari pihak PT BSP kalau anggota SPSU telah melanggar kesepakatan musyawarah pada tanggal 1 September 2005, padahal dalam musyawarah tersebut tidak ada kata kesepakatan apapun. - Tanggal 22 September 2005 kasus tersebut di atas akan di sidang kan. - Saat ini telah jatuh vonis terhadap kelima orang yang difitnah tersebut dan 2 orang dari mereka, yaitu Sulaiman Tobing dan Bonar Manurung, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Surat pengajuan banding sudah dikirimkan oleh pengacara dari PBHI. Sementara itu ada proses praperadilan terhadap Kejaksaan Negeri Kisaran karena telah terjadi perpanjangan proses penahanan tanpa pengajuan surat. Untuk praperadilan ini juga dalam tahap pengajuan dan memasukkan surat. Artinya tinggal menunggu panggilan dari pengadilan. III. PERKEMBANGAN KASUS PASCA PENANGKAPAN - Tanggal 14 Desember 2005, PT BSP menurunkan alat berat berupa bulldozer dengan pengawalan 4 orang anggota Brimob yang menurut pengakuan mereka dikirim dari POLDA Sumatera Utara. Terjadi dialog yang tidak sehat dan cukup panas dengan para petani karena petani menuntut bulldozer tidak beraksi karena ada kesepakatan untuk tidak saling mengganggu sesuai dengan hasil pertemuan sebelumnya dan surat himbauan dari DPRD Asahan No. 019.3/702, tanggal 31 Maret 2005. Anggota Brimob mengancam mereka (para petani) akan ditangkap oleh Polres Asahan karena kehadiran mereka atas suruhan Kapolda Sumatera Utara. Pertengkaran ini terus dilerai oleh Yatin Nasution, Kapolsek Bandar Pasir Mandoge dan Camat Bandar Pasir Mandoge. - Tanggal 14 Desember 2005 SPSU mengeluarkan surat mohon dukungan anggota DPRD Asahan atas kondisi yang terjadi. Surat ini dengan No. 014/KD/SJ-BPP/SPSU/XII /2005 yang tembusannya disampaikan ke Komisi A DPRD SU dan FSPI Jakarta. - 11 Januari 2006 dilakukan kunjungan ke lahan konflik oleh anggota Komisi A DPRD Asahan. Tidak ada hasil apa-apa yang didapat dari sini. - Tanggal 22 Januari 2006 dilakukan lagi dilakukan kesepakatan antara SPSU, khususnya OTL Maju Bersatu dan Unit II Bandar Pasir Mandoge dengan pihak PT BSP yang difasilitasi oleh DPRD Asahan, khususnya Komisi A di Kantor Camat Bandar Pasir Mandoge. Kesepakatan ini mengeluarkan butir untuk tidak mengerjakan lahan dan tidak saling mengganggu antara petani dan pihak PT BSP. Di sini juga disepakati pertemuan lebih lanjut di DPRD Asahan untuk penyelesaian konflik tanah ini pada minggu ke 3 bulan Februari. Pihak DPRD juga meninjau lokasi lahan yang berkonflik, yang ternyata pihak PT BSP tidak bisa menunjukkan batas-batas HGU-nya. Sampai saat ini tanah masih dijaga anggota Brimob. - Tanggal 26 Januari 2006, telah datang bulldozer milik PT BSP yang hendak menggusur tanaman dan tanah perjuangan OTL Maju Bersatu. Padahal sesuai hasil kesepakatan di Kantor Camat Bandar Pasir Mandoge, antara petani dan PT BSP agar tidak saling mengganggu. Kesepakatan ini disaksikan oleh Komisi A DPRD Asahan. Serikat Petani Sumatera Utara melalui Ketua Umum, Wagimin, melaporkan situasi tersebut kepada anggota Komisi A yakni Pak Amin dan Pak Anas dengan mendatangi langsung gedung DPRD Asahan. Tapi sungguh disayangkan respon dari anggota DPRD tidak ada sama sekali. Alasan mereka karena sibuk rapat. Wagimin berbicara langsung kepada pak Anas mohon waktu 5 menit saja agar anggota DPRD tersebut mau menelepon PT BSP untuk menarik bulldozer dari lokasi konflik. Tapi sangat disayangkan, Pak Anas meninggalkan Wagimin begitu saja tanpa kata-kata. - Tanggal 27 Januari 2006 keluar surat dari DPRD Asahan No. 170/321, tanggal 27 Januari 2006 yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Asahan, H. Syamsul Bahri Batubara. Surat ini sangat sepihak karena membolehkan PT BSP mengerjakan lahan, sementara untuk para petani dilarang sama sekali. - Tanggal 6 Februari 2006 dilakukan aksi massa SPSU yang berasal dari Kabupaten Asahan dan Sekretariat Medan dengan jumlah massa ± 200 orang. Aksi ini bertujuan menggugat keberadaan surat tanggal 27 Januari 2006 tersebut. Anggota komisi A yang dijumpai tidak berani mengambil keputusan tanpa seijin ketua, baik ketua DPRD ataupun Komisi A. Massa menunggu kedua ketua tersebut. Yang terjadi adalah ketua DPRD tidak muncul-muncul dan ketua Komisi A melarikan diri. Akhirnya Fraksi PKS berinisiatif membuat surat agar dapat membuat massa tenang dan pulang. Pertemuan ini juga menghasilkan kesepakatan akan ada pertemuan antara petani dan SPSU dengan pihak PT BSP yang difasilitasi DPRD Asahan yang direncanakan pada tanggal 17 Februari 2006. - Tanggal 17 Februari 2006 dilakukan pertemuan antara OTL Maju Bersatu, SPSU dan pihak PT BSP yang difasilitasi oleh DPRD Asahan. Pertemuan ini tidak menghasilkan apa-apa karena terlihat ada kecenderungan Anas Fauzi Lubis, Ketua Komisi A DPRD Asahan yang saat itu memimpin pertemuan mementahkan apa yang diinginkan oleh para petani dan SPSU dan malahan lebih memfasilitasi keinginan pihak PT BSP. Massa menjadi emosional melihat sikap Anas Fauzi Lubis. Suasana pertemuan akhirnya ditinggalkan dengan sedikit kekacauan. Pak Amin, anggota Komisi dari Fraksi Keadilan Sejahtera, mengusulkan dibentuk Panitia Khusus (Pansus) kasus tanah di Bandar Pasir Mandoge. - Perkembangan terakhir dari kasus ini adalah ketika tanggal 23 Februari 2006, anggota DPRD SU dari Komisi A bersedia mendiskusikan kasus ini dengan Pemprov. Sumatera Utara dan meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara melakukan pengukuran pada lahan tersebut. SPSU juga sedang melakukan audiensi ke fraksi-fraksi yang ada di DPRD SU, karena adanya krisis kepercayaan terhadap Pemerintah dan DPRD Kabupaten Asahan. Direncanakan juga SPSU akan menggoyang pusat (Jakarta) untuk menyelesaikan kasus ini. - Tanggal 24 Februari 2006, SPSU melakukan audiensi yang kesekian kalinya dengan Fraksi Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Sumatera Utara. Para anggota Dewan ini berjanji dan akan mempelajari serta memprioritaskan kasus-kasus tanah yang menimpa anggota SPSU di seluruh Sumatera Utara. - Tanggal 27 Februari 2006, audiensi dilakukan juga dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD Sumatera Utara. FPDIP menyatakan mendukung setiap perjuangan petani khususnya dalam kasus tanah dan mengecam tindakan aparat yang menganiaya rakyat. FPDIP juga mengecam tindakan Ketua Komisi A DPRD Asahan, Anas Fauzi Lubis, yang jelas-jelas sangat tidak berpihak pada para petani yang teraniaya. IV. PENGANIAYAAN DAN PENGHINAAN PARA PETANI OLEH APARAT TANGGAL 9 FEBRUARI 2006 - Pukul 08.30 WIB bererdasarkan surat dari Fraksi Keadilan Sejahtera DPRD Asahan No. 87/F-PKS/DPRD-AS/2006 tentang himbauan agar PT BSP tidak melakukan pengerjaan lahan dilahan yang diklaim oleh masyarakat Sei Kopas sampai ada pembicaraan lebih lanjut di DPRD Asahan, maka sekelompok ibu-ibu dari Sei Kopas, yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon, Herlina Marbun, Nannaria Manurung, Lina Manurung, Nursinah Manurung, Duna Samosir dan Br. Manalu, melakukan diskusi ringan sekaligus memantau kondisi lahan di posko yang mereka bangun di lahan konflik tersebut. - Pukul 14.00 WIB masuk 2 (dua) bulldozer ke lokasi lahan dikawal ± 50 orang berpakaian petugas keamanan (seragam lengkap berwarna biru-biru). Ada indikasi sebagian orang-orang ini bukan petugas keamanan yang biasa menjaga, akan tetapi preman yang dibayar. Ibu-ibu dari Sei Kopas ini melakukan pengusiran, yang berakibat tindak kekerasan dan caci maki terhadap diri mereka. - Pukul 14.30 WIB tujuh orang ibu-ibu menerobos ke depan untuk menghadang bulldozer, tapi mereka dipukul, ditendang, dan diseret oleh petugas keamanan tersebut. Melihat strategi yang mereka lakukan tidak berhasil, mereka memakai strategi aksi buka baju yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon,Duma Samosir, Rukiah, Lina Manurung dan Herliana Marbun. Aksi ini tetap tidak berhasil dan orang-orang dari PT BSP tersebut malah menikmati pemandangan yang menggiurkan mereka. Orang-orang tersebut adalah: Satpam (± 50 orang), Brimob Polisi (5 orang) dan TNI (1 orang). - Pukul 15.45 WIB dua belas orang ibu-ibu masuk dari Sei Kopas karena mendengar kawan-kawan mereka dianiaya. Mereka datang secara bertahap sampai pukul 16.00 WIB. Kedua belas ibu-ibu tersebut adalah: Priska Sihombing, Romenna Manurung, Kamariah Manurung, Eilin Saragih, Minta Uli Sinaga, Rasmi Sirait, Rospita Hutauruk, Mariana Marbun, Risma Uli, Neli Silalahi, Rusti dan Rukiah. Perlawanan tetap tidak seimbang, karena pihak PT BSP semakin buas agar lebih puas, seperti anjing pemburu yang berusaha menangkap buruannya. Ini terbukti mereka mengejar ke segala arah sampai ke atas pohon pun mereka kejar. Selama lebih setengah jam diburu, kelompok ibu-ibu ini memutuskan meninggalkan lahan karena kondisi benar-benar tidak seimbang dan di tubuh penuh luka dan memar. Sampai mereka meninggalkan lahan bulldozer terus beraksi mengerjakan lahan. Kondisi sebagian ibu-ibu yang cedera dan dapat dilaporkan : Juniar Tampubolon : Tangan dan kaki luka terkena pukulan senapan. Badan memar karena diangkat oleh 4 orang lalu dicampakkan begitu saja. Dada sesak yang entah karena pukulan atau tendangan Tetti Tampubolon : Kaki dan badan memar karena pukulan dan diseret. Leher memar karena tali BH ditarik untuk menyeretnya. Cendi Maria Purba : Pingsan selama 15 menit karena diseret. Badan memar. Nelli Silalahi : Tangan terkilir karena diseret. Badan memar. Dan masih banyak lagi ibu-ibu yang cedera. Kata makian yang dilontarkan: (maaf) anjing, babi dan dituduh PKI. Oknum sekuriti dan PT BSP yang dapat dikenali: Rusli (manajer PT BSP), Manimbo Simangunsong (Komandan Sekuriti), Zebua, Prieto, Trisno, Parlin dan Priyoto. Oknum Brimob yang terlibat: Munthe, Marbun, Siregar dan 2 orang lagi yang tidak diketahui namanya. - Pukul 17.00 WIBl lima belas orang ibu-ibu melakukan pengaduan ke Polsek Bandar Pasir Mandoge dengan nomor surat : STPL/05/II/2006/SPK atas nama Herliana Marbun. Pasal yang mereka adukan adalah 352 KUHP (tipiring). Sebagian lagi tidak ikut karena mereka masih trauma dengan aparat. Kelima belas orang tersebut yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon, Herliana Marbun, Manaria Manurung, Cendi Maria, Rukiah, Rumenna, Rasmi ,Rospita, Bimberi, Tiruma, Nurhini, Rusti, Teruma, Duma. Tiga orang juga di-visum et repertum yaitu Juniar Tampubolon, Herliana Marbun dan Tetti Tampubolon. Jumlah orang yang divisum dan diperiksa polisi ini hanya 3 orang karena polisi beralasan supaya cepat memprosesnya dan tidak terlalu lama memeriksanya yang semuanya ini bukan kemauan para petani. Kinerja polisi yang ingin cepat dalam pelaporan ternyata sayangnya tidak imbangi dalam penanganan, yang sampai sekarang belum ada respon yang memuaskan oleh pihak kepolisian. - Tanggal 17 Februari 2006 dilakukan pertemuan antara OTL Maju Bersatu, SPSU dan pihak PT BSP yang difasilitasi oleh DPRD Asahan. Pertemuan ini tidak menghasilkan apa-apa karena terlihat ada kecenderungan Anas Fauzi Lubis, Ketua Komisi A DPRD Asahan yang saat itu memimpin pertemuan mementahkan apa yang diinginkan oleh para petani dan SPSU dan malahan lebih memfasilitasi keinginan pihak PT BSP. Massa menjadi emosional melihat sikap Anas Fauzi Lubis. Suasana pertemuan akhirnya ditinggalkan dengan sedikit kekacauan. Pak Amin, anggota Komisi dari Fraksi Keadilan Sejahtera, mengusulkan dibentuk Panitia Khusus (Pansus) kasus tanah di Bandar Pasir Mandoge. Usulan tentang membentuk Pansus juga dilontarkan oleh Sekretaris Komisi A DPRD SU, Akhmad Ikhyar Hasibuan dan FPDIP DPRD SU melalui ketuanya Eddy Rangkuti dan anggotanya Syamsul Hilal. Medan, 13 Maret 2006 BPP Serikat Petani Sumatera Utara ( SPSU ) Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ --------------------------------- Yahoo! Mail Use Photomail to share photos without annoying attachments. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Serikat-Kaum-Terkutuk/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/