Foto axie cliq:
  http://ph.groups.yahoo.com/group/sastra-pembebasan/photos/browse/46e3
   
  
Date: Wed, 22 Mar 2006 09:19:05 +0700 (WIT)
Subject: mohon dukungan
From: <[EMAIL PROTECTED]>

   
  Yth. Kawan-kawan seperjuangan

Salam perjuangan !

Kami, Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU), memohon dukungan kepada kawan-kawan 
untuk penghentian tayangan iklan dengan tema “Bakrie Untuk Negeri”, yang memuat 
tentang bantuan Bakrie Group pada seorang pemuda asal Papua akan keberhasilan 
menjuarai beberapa program keilmuan seperti Fisika dan Matematika.

  Bagi SPSU, Bakrie melalui anak perusahaannya, PT Bakrie Sumatera Plantations, 
adalah perusahaan perampas tanah rakyat dan penindas rakyat dan petani, 
khususnya penganiayaan 24 orang ibu-ibu petani di Desa Sei Kopas, Bandar Pasir 
Mandoge, Asahan, Sumatera Utara (kronologis kasus dan foto-foto penganiayaan
terlampir dalam attachment), tanggal 9 Februari 2006, yang lalu.

  Mohon sampaikan dukungan untuk penghentian iklan ini ke:
1. ANteve (ANtv / PT Cakrawala Andalas Televisi) Mulia Center Building 19th 
Floor
  Jl. HR Rasuna Said Kav. X-6 No. 8 Jakarta 12940.
  Tel: +62 21 5222084-86 Fax: +62 215222087. [EMAIL PROTECTED]
   
  2. Global TV (TVG, PT Global Informasi Bermutu) 
  Jl Jend. Ahmad Yani 31 Jakarta 13230.
  Tel: +62 21 489 1223 / 4786 7408 Fax: +62 21 475 3559. 
www.globaltv.co.id/index.php?menu=contact&globaltv=79b198fe78e4046950c98bca92367a483.
 

  3. Indosiar (PT Indosiar Visual Mandiri) 
  Jl. Damai No. 11 Daan Mogot Jakarta 11510. 
  Tel: +62 21 5672222 Fax: +62 21 5652221.
[EMAIL PROTECTED]
   
  4. Lativi (PT Lativi Media Karya) Kawasan Industri Pulo Gadung
Jl. Rawa Teratai II No. 2 Jakarta Timur 13260 
  Tel: +62 21 4613545/461 5044 Fax: +62 21 461 6255 . [EMAIL PROTECTED]
   
  5. Metro TV (PT Media Televisi Indonesia) 
  Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D Kedoya, Kebon Jeruk Jakarta 11520 
  Tel +62 21 5830 0077 Fax +62 21 581 6365, 581 0044. www.metrotvnews.com
   
  6. RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia) 
  Jl. Raya Perjuangan No. 3 Kebun Jeruk Jakarta 11000 
  Tel: +62 21 5303540 Fax: +62 21 5493852. www.rcti.tv
   
  7. SCTV Graha SCTV 2nd Floor Jl. Gatot Subroto Kav 21 Jakarta 12930 
  Tel: +62 21 5225555 Fax: +62 21 5224777. www.sctv.co.id/surat_pemirsa.php
   
  8. TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia) 
  Jalan Pintu II Taman Mini Indonesia Indah Pondok Gede Jakarta Timur 13810 
  Tel: +62 21 8412473-83 Fax: +62 21 8412470-1. www.tpi.tv
   
  9. Trans TV (PT Televisi Transformasi Indonesia) 
  Jl. Kapten Tendean Kav. 12-14A Jakarta 12790 
  Tel: +62 21 794 4240 - 799 0572 Fax: +62 21 799 2600. www.transtv.co.id
   
  10. TV7 (PT Duta Visual Nusantara) Wisma Dharmala Sakti Lt. 3
Jl. Jend. Sudirman Kav. 32 Jakarta 10220 Tel: +62 21 570
9777-7979 Fax: +62 21 570 8008-9. [EMAIL PROTECTED]

  Atas perhatian dan dukungan kawan-kawan, kami ucapkan banyak

  terima kasih.

  Serikat Petani Sumatera Utara Bidang Komunikasi dan Informasi

Chaspul Chairu Hasibuan

NB: Mohon Di-forward kepada kawan-kawan lain.

***
  kronologis_penganiayaan_9_Februari_2006. 
   
  “ANJING PEMBURU BERHASIL MENANGKAP BURUANNYA” 
   
  (KRONOLOGIS PERISTIWA PENGANIAYAAN DAN PENGHINAAN PARA PETANI 
  OTL MAJU BERSATU, SERIKAT PETANI SUMATERA UTARA 
  OLEH APARAT POLISI, TNI DAN SATPAM TANGGAL 9 FEBRUARI 2006) 
   
  Pengantar: 
  Apalah artinya aparat yang ternyata dihadirkan untuk menganiaya rakyat. 
Apalah artinya selembar surat anggota Dewan yang ternyata mereka abaikan. 
Apalah artinya penguasa yang ternyata hanya berpihak pada pengusaha. Dan inilah 
perjuangan, yang pilihannya tinggal melawan penindasan. Berikut ini adalah 
petikan kronologis penganiayaan sekelompok ‘oknum’ Satpam (Sekuriti) PT Bakrie 
Sumatera Plantations (PT BSP) ditambah anggota Brimob polisi serta aparat TNI 
yang melakukan penghinaan dan penganiayaan terhadap para petani yang 
memperjuangkan tanahnya di Sei Kopas, Bandar Pasir Mandoge, Asahan. 
  Pukul 08.30 WIB 
   
  Berdasarkan surat dari Fraksi Keadilan Sejahtera DPRD Asahan No. 
87/F-PKS/DPRD-AS/2006 tentang himbauan agar PT BSP tidak melakukan pengerjaan 
lahan dilahan yang diklaim oleh masyarakat Sei Kopas sampai ada pembicaraan 
lebih lanjut di DPRD Asahan, maka sekelompok ibu-ibu dari Sei Kopas, yaitu: 
Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon, Herlina Marbun, Nannaria Manurung, Lina 
Manurung, Nursinah Manurung, Duna Samosir dan Br. Manalu, melakukan diskusi 
ringan sekaligus memantau kondisi lahan di posko yang mereka bangun di lahan 
konflik tersebut. 
  Pukul 14.00 WIB 
  Masuk 2 (dua) bulldozer ke lokasi lahan dikawal ± 50 orang berpakaian petugas 
keamanan (seragam lengkap berwarna biru-biru). Ada indikasi sebagian 
orang-orang ini bukan petugas keamanan yang biasa menjaga, akan tetapi preman 
yang dibayar. Ibu-ibu dari Sei Kopas ini melakukan pengusiran, yang berakibat 
tindak kekerasan dan caci maki terhadap diri mereka.
  Pukul 14.30 WIB 
  Tujuh orang ibu-ibu menerobos ke depan untuk menghadang bulldozer, tapi 
mereka dipukul, ditendang, dan diseret oleh petugas keamanan tersebut. Melihat 
strategi yang mereka lakukan tidak berhasil, mereka memakai strategi aksi buka 
baju yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon,Duma Samosir, Rukiah, Lina 
Manurung dan Herliana Marbun. Aksi ini tetap tidak berhasil dan orang-orang 
dari PT BSP tersebut malah menikmati ‘pemandangan’ yang menggiurkan mereka. 
Orang-orang tersebut adalah: Satpam (± 50 orang), Brimob Polisi (5 orang) dan 
TNI (1 orang).
  Pukul 15.45 WIB 
  Dua belas orang ibu-ibu masuk dari Sei Kopas karena mendengar kawan-kawan 
mereka dianiaya. Mereka datang secara bertahap sampai pukul 16.00 WIB. Kedua 
belas ibu-ibu tersebut adalah: Priska Sihombing, Romenna Manurung, Kamariah 
Manurung, Eilin Saragih, Minta Uli Sinaga, Rasmi Sirait, Rospita Hutauruk, 
Mariana Marbun, Risma Uli, Neli Silalahi, Rusti dan Rukiah. Perlawanan tetap 
tidak seimbang, karena pihak PT BSP semakin buas agar lebih puas, seperti 
anjing pemburu yang berusaha menangkap buruannya. Ini terbukti mereka mengejar 
ke segala arah sampai ke atas pohon pun mereka kejar. Selama lebih setengah jam 
’diburu’, kelompok ibu-ibu ini memutuskan meninggalkan lahan karena kondisi 
benar-benar tidak seimbang dan di tubuh penuh luka dan memar. Sampai mereka 
meninggalkan lahan bulldozer terus beraksi mengerjakan lahan.
   
  Kondisi sebagian ibu-ibu yang cedera dan dapat dilaporkan :
  Juniar Tampubolon : Tangan dan kaki luka terkena pukulan senapan. Badan memar 
karena diangkat oleh 4 orang lalu dicampakkan begitu saja. Dada sesak yang 
entah karena pukulan atau tendangan
  Tetti Tampubolon :  Kaki dan badan memar karena pukulan dan diseret. Leher 
memar karena tali BH ditarik untuk menyeretnya.
  Cendi Maria Purba :  Pingsan karena diseret selama 15 menit. Badan memar.
  Nelli Silalahi :  Tangan terkilir karena diseret. Badan memar.
  Dan masih banyak lagi ibu-ibu yang cedera.
  Kata makian yang dilontarkan: (maaf) anjing, babi dan dituduh PKI.
  Oknum sekuriti dan PT BSP yang dapat dikenali: Rusli (manajer PT BSP), 
Manimbo Simangunsong (Komandan Sekuriti), Zebua, Prieto, Trisno, Parlin dan 
Priyoto.
  Oknum Brimob yang terlibat: Munthe, Marbun, Siregar dan 2 orang bernama 
seperti nama orang dari suku Jawa.
  Pukul 17.00 WIB 
  Lima belas orang ibu-ibu melakukan pengaduan ke Polsek Bandar Pasir Mandoge 
dengan nomor surat : STPL/05/II/2006/SPK atas nama Herliana Marbun. Pasal yang 
mereka adukan adalah 352 KUHP. Sebagian lagi tidak ikut karena mereka masih 
trauma dengan aparat. Kelima belas orang tersebut yaitu: Juniar Tampubolon, 
Tetti Tampubolon, Herliana Marbun, Manaria Manurung, Cendi Maria, Rukiah, 
Rumenna, Rasmi ,Rospita, Bimberi, Tiruma, Nurhini, Rusti, Teruma, Duma. Tiga 
orang juga divisum et repertum yaitu Juniar Tampubolon, Herliana Marbun dan 
Tetti Tampubolon. Sayangnya sampai sekarang belum ada respon yang memuaskan 
oleh pihak kepolisian.
  ...Sabar-sabar dan tunggu 
  Itu jawaban yang kami terima 
  Ternyata kita harus ke jalan 
  Robohkan setan yang berdiri mengangkang... 
  (Swami-Iwan Fals, Bongkar)
  Asahan, 17 Februari 2006 
  S y a h m a n a D a m a n i k
  Relawan SPSU untuk Kasus Tanah Bandar Pasir Mandoge 
  NB: Hari ini kawan-kawan dari SPSU, OTL Maju Bersatu dan Unit II Bandar Pasir 
Mandoge, melakukan pertemuan dengan anggota DPRD Asahan dan PT BSP untuk 
membicarakan kasus ini di DPRD Asahan. Sebagian kawan-kawan melakukan aksi 
tentang kasus penganiayaan ini.
   
  ***
   
  KRONOLOGIS KASUS TANAH OTL MAJU BERSATU,
UNIT II BANDAR PASIR MANDOGE
   
  I.  SEJARAH 
- Tahun 1953, Pembukaan lahan oleh masyarakat, Tanah yang diperjuangkan 
terletak di desa Sei Kopas, kecamatan Bandar Pasir Mandoge kabupaten Asahan, 
dahulunya bernama desa Silau Jawa, setelah dilakukan pemekaran sekarang menjadi 
Desa Sei Kopas. 
- Tahun 1983, bupati Asahan pada masa itu, Dr. Bahmit Muhammad, mengimbau pada 
masyarakat menginventariskan tanah itu kepada pemerintah setempat dengan maksud 
agar dijadikan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) seluas ± 674 Ha.
- Tanah yang itu tanpa kejelasan sudah menjadi milik PT. BSP (Bakrie Sumatera 
Plantations)
- Tahun 1999, masyarakat Sei Kopas membentuk kelompok tani Maju Bersatu yang 
beranggotakan ± 250 kk yang bertujuan menyatukan persepsi untuk menuntut tanah  
yang pernah dijadikan pola PIR.
- Ketika aspirasi sudah tidak diperhatikan oleh pemerintah, tahun 2003 
masyarakat Sei Kopas mengklaim tanah tersebut. Strategi yang digunakan ialah 
menanami lahan tersebut dengan tanaman keras dan tanaman pangan serta 
mendirikan tiga unit bangunan sederhana di sana. Luas tanah yang dituntut oleh 
masyarakat seluas  220 Ha.
   
  II. PERKEMBANGAN KASUS DAN PENANGKAPAN OLEH ANGGOTA OTL OLEH POLISI
- Tanggal 31 Maret 2005 dilakukan audiensi antara OTL yang ada di unit II 
Bandar Pasir Mandoge dengan DPRD Asahan yang mengeluarkan kesepakatan agar 
pihak PTPN III kebun Huta Padang, PTPN IV Sei Kopas, PT Jaya Baru Sei Kopas dan 
PT BSP Kisaran tidak melakukan intimidasi terhadap masyarakat dan tidak 
melakukan pembersihan atas tanaman di atas areal yang dikelola masyarakat. P
- Tanggal 6 April 2005, DPRD Asahan melakukan peninjauan pada lahan yang 
konflik di unit II Bandar Pasir Mandoge.
- Tanggal 7 April 2005 dilakukan pertemuan antara OTL dengan PTPN III kebun 
Huta Padang, PTPN IV Sei Kopas, PT Jaya Baru Sei Kopas dan PT BSP Kisaran yang 
difasilitasi oleh DPRD Asahan dan dipimpin Samsul Bahri Batubara (Wakil Ketua 
DPRD Asahan). Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan agar lahan yang dikuasai 
masyarakat dikeluarkan dari HGU. Pertemuan ini juga dihadiri Asisten I 
Pemerintahan Kabupaten Asahan, Badan Pertanahan Nasional Asahan, Kepala Desa 
Sei Kopas dan Kepala Desa Silau Jawa. Dari Badan Pimpinan Pelaksana SPSU 
sendiri dihadiri oleh Sekretaris Jenderal, Wiwik M. Kristina.
- Tanggal 18 Mei 2005 dilakukan pertemuan dengan pihak Pemerintah Kabupaten 
Asahan yang mengeluarkan instruksi kepada Camat Bandar Pasir Mandoge untuk 
menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan perusahaan.
- Tanggal 18 Agustus 2005, lima orang warga Sei Kopas dipanggil oleh kepolisian 
dengan tuduhan perusakan lahan di areal tersebut. Kelima orang tersebut adalah: 
Bonar Manurung (48 th), Julia br. Manik (55 th), Sulaiman Tobing ( 40 th), 
Masri br. Tampubolon (45 th), dan Charles Manurung (26 th). Ini merupakan 
panggilan pertama dan tidak dihadiri oleh kelima orang ini.
- Tanggal 19 Agustus 2005 anggota OTL Maju Bersatu menjumpai sekuriti yang 
barang bukti yaitu Mangunsong dan Sutrisno II. Kedua orang ini mengaku kalau 
mereka disuruh perusahaan untuk mengambil kayu rambung basah 1 potong dan yang 
terbakar 1 potong. Kayu tersebut mereka ambil dari desa lain yaitu ladang 
Hasibuan dan ladang Ma Toni, diluar areal yang diperjuangkan kelompok tani Maju 
Bersatu. Kedua orang ini sudah melapor ke Polsek Bandar Pasir Mandoge dan 
Polres Asahan tentang fitnah yang mereka lakukan. Pelaporan ini didampingi oleh 
Hesti Dolok Saribu dan Sibuea.
- Tanggal 20 Agustus 2005, merupakan panggilan kedua bagi 5 orang yang 
difitnah. Pada tangggal ini kelima orang tersebut datang ke kantor Polres 
Asahan. Juru periksa yang bertugas yaitu Managam Simanjuntak mengatakan bahwa 
mereka akan dipanggil lagi melalui telepon dan akan dipertemukan dengan pihak 
perusahaan
- Tanggal 23 Agustus 2005, kelima orang yang difitnah melakukan perusakan 
dipanggil kembali ke Polres Asahan melalui  telepon seluler untuk dipertemukan 
dengan pihak sekuriti BSP, untuk membuktikan ketidakbersalahan mereka. Saat itu 
juru periksa yang bertugas bernama Managam Simanjuntak mengatakan agar mereka 
tidak ada yang berbicara jika tidak ditanya olehnya. Petugas ini bertanya ke 
sekuriti yang bernama Sutrisno apakah benar kelima orang tersebut bersalah. 
Sutrisno menyatakan benar dan kelima orang tersebut langsung ditahan di Polres 
Asahan tanpa diberi   kesempatan untuk membela diri dan tidak pernah ditanya 
oleh Juru periksa selama proses pemeriksaan. Malam harinya kelima orang 
tersebut dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan Labuhan Ruku, Asahan.
- Sampai hari ini anggota OTL Maju Bersatu ditambah OTL-OTL lain yaitu OTL 
Saroha, OTL Sepakat Tani, OTL Tunas Baru Pardembanan dan OTL Tani Bersatu, yang 
berada pada wilayah unit II Bandar Pasir Mandoge, Asahan, dan juga berkonflik 
dengan perusahaan menyangkut masalah tanah, masih bertahan di Polres Asahan 
untuk menuntut pembebasan kelima orang tersebut.
- Tanggal 24 Agustus 2005, Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU) mengirimkan 
surat pengaduan sekaligus mohon pembebasan ke KAPOLDA SU namun tidak ada 
tanggapan dan di tanggal yang sama juga SPSU membuat pernyataan sikap yang 
langsung di kirim ke beberapa media cetak.
- Tanggal 26 Agustus 2005, Tripurno Widodo selaku pengacara yang di hunjuk oleh 
SPSU untuk  membantu kasus tersebut,meminta penangguhan penahanan kepada 
KAPOLRES Asahan namun permohonan tersebut di tolak.
- Tanggal 29 Agustus 2005, keluarga korban bernama: Deliana anak dari Julia br 
Manik dan Evayanti br Nainggolan menantu dari Bonar Manurung audiensi ke kantor 
DPRD TK I Medan mengajukan permohonan supaya bapak-bapak  Dewan memfasilitasi 
anak-anak korban untuk berjumpa dengan KAPOLDA SU guna menjelaskan soal fitnah 
yang di alami oleh orang tua mereka. Bapak M.Nuh ketua komisi A langsung 
menelpon KAPOLDA SU dan juga menelpon KAPOLRES Asahan, menghasilkan kesepakatan 
bahwa pada tanggal 30 Agustus 2005 akan di adakan pertemuan dengan KAPOLRES 
Asahan di kantor DPRD TK II Asahan.
- Tanggal 30 Agustus 2005, Deliana dan Evayanti datang ke kantor DPRD Asahan 
untuk memenuhi kesepakatan janji ketemu dengan KAPOLRES Asahan yang di buat 
oleh KAPOLRES sendiri. Ternyata KAPOLRES membatalkan janji dan di ganti tanggal 
1 september 2005 
- Tanggal 1 September 2005, pertemuan dengan pihak BSP, KAPOLRES dan keluarga 
korban yang di dampingi pengacara dan di fasilitasi oleh DPRD Asahan. Pertemuan 
tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Permohonan penangguhan tahanan yang di 
minta oleh keluarga korban harus di ganti dengan persaratan yang d ajukan oleh 
pihak BSP yaitu: OTL Maju Bersatu harus meninggalkan lahan yang menjadi 
sengketa dengan PT BSP, namun persaratan tersebut di tolak tegas oleh keluarga 
korban, bahwa OTL Maju Bersatu tak akan bergeser sejengkal pun dari lokasi 
tersebut.
- Tanggal 6 September 2005, ketika masyarakat  Sei Kopas sedang bergotong 
royong menanam padi di ladang mereka, manager PT BSP dengan dikawal satpam 
mendatangi ladang masyarakat dan melarang mereka menanam padi.
- Tanggal 7 September 2005, kasus kelima orang tersebut telah di limpahkan ke 
kejaksaan negeri Kisaran
- Tanggal 10 September 2005, Wiwik M Kristina selaku SEKJEN SPSU mendapat 
laporan dari Tripurno Widodo melalui telpon seluler mengatakan bahwa Widodo 
mendapat teguran dari pihak PT BSP kalau anggota SPSU telah melanggar 
kesepakatan musyawarah pada tanggal 1 September 2005, padahal dalam musyawarah 
tersebut tidak ada kata kesepakatan apapun.
- Tanggal 22 September 2005 kasus tersebut di atas akan di sidang kan.  
- Saat ini telah jatuh vonis terhadap kelima orang yang difitnah tersebut dan 2 
orang dari mereka, yaitu Sulaiman Tobing dan Bonar Manurung, mengajukan banding 
ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Surat pengajuan banding sudah dikirimkan 
oleh pengacara dari PBHI. Sementara itu ada proses praperadilan terhadap 
Kejaksaan Negeri Kisaran karena telah terjadi perpanjangan proses penahanan 
tanpa pengajuan surat. Untuk praperadilan ini juga dalam tahap pengajuan dan 
memasukkan surat. Artinya tinggal menunggu panggilan dari pengadilan.
   
  III. PERKEMBANGAN KASUS PASCA PENANGKAPAN
- Tanggal 14 Desember 2005, PT BSP menurunkan alat berat berupa bulldozer 
dengan pengawalan 4 orang anggota Brimob yang menurut pengakuan mereka dikirim 
dari POLDA Sumatera Utara. Terjadi dialog yang tidak sehat dan cukup panas 
dengan para petani karena petani menuntut bulldozer tidak beraksi karena ada 
kesepakatan untuk tidak saling mengganggu sesuai dengan hasil pertemuan 
sebelumnya dan surat himbauan dari DPRD Asahan No. 019.3/702, tanggal 31 Maret 
2005. Anggota Brimob mengancam mereka (para petani) akan ditangkap oleh Polres 
Asahan karena kehadiran mereka atas suruhan Kapolda Sumatera Utara. 
Pertengkaran ini terus dilerai oleh Yatin Nasution, Kapolsek Bandar Pasir 
Mandoge dan Camat Bandar Pasir Mandoge.
- Tanggal 14 Desember 2005 SPSU mengeluarkan surat mohon dukungan anggota DPRD 
Asahan atas kondisi yang terjadi. Surat ini dengan No. 014/KD/SJ-BPP/SPSU/XII 
/2005 yang tembusannya disampaikan ke Komisi A DPRD SU dan FSPI Jakarta.
- 11 Januari 2006 dilakukan kunjungan ke lahan konflik oleh anggota Komisi A 
DPRD Asahan. Tidak ada hasil apa-apa yang didapat dari sini.
- Tanggal 22 Januari 2006 dilakukan lagi dilakukan kesepakatan antara SPSU, 
khususnya OTL Maju Bersatu dan Unit II Bandar Pasir Mandoge dengan pihak PT BSP 
yang difasilitasi oleh DPRD Asahan, khususnya Komisi A di Kantor Camat Bandar 
Pasir Mandoge. Kesepakatan ini mengeluarkan butir untuk tidak mengerjakan lahan 
dan tidak saling mengganggu antara petani dan pihak PT BSP. Di sini juga 
disepakati pertemuan lebih lanjut di DPRD Asahan untuk penyelesaian konflik 
tanah ini pada minggu ke 3 bulan Februari. Pihak DPRD juga meninjau lokasi 
lahan yang berkonflik, yang ternyata pihak PT BSP tidak bisa menunjukkan 
batas-batas HGU-nya. Sampai saat ini tanah masih dijaga anggota Brimob.
- Tanggal 26 Januari 2006, telah datang ”bulldozer” milik PT BSP yang hendak 
menggusur tanaman dan tanah perjuangan OTL Maju Bersatu. Padahal sesuai hasil 
kesepakatan di Kantor Camat Bandar Pasir Mandoge, antara petani dan PT BSP agar 
tidak saling mengganggu.  Kesepakatan ini disaksikan oleh Komisi A DPRD Asahan. 
Serikat Petani Sumatera Utara melalui Ketua Umum, Wagimin, melaporkan situasi 
tersebut kepada anggota Komisi A yakni Pak Amin dan Pak Anas dengan mendatangi 
langsung gedung DPRD Asahan. Tapi sungguh disayangkan respon dari anggota DPRD 
tidak ada sama sekali. Alasan mereka karena sibuk rapat. Wagimin berbicara 
langsung kepada pak Anas mohon waktu 5 menit saja agar anggota DPRD tersebut 
mau menelepon PT BSP untuk menarik ”bulldozer” dari lokasi konflik. Tapi sangat 
disayangkan, Pak Anas meninggalkan Wagimin begitu saja tanpa kata-kata.
- Tanggal 27 Januari 2006 keluar surat dari DPRD Asahan No. 170/321, tanggal 27 
Januari 2006 yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Asahan, H. Syamsul Bahri 
Batubara. Surat ini sangat sepihak karena membolehkan PT BSP mengerjakan lahan, 
sementara untuk para petani dilarang sama sekali.
- Tanggal 6 Februari  2006 dilakukan aksi massa SPSU yang berasal dari 
Kabupaten Asahan dan Sekretariat Medan dengan jumlah massa ± 200 orang. Aksi 
ini bertujuan menggugat keberadaan surat tanggal 27 Januari 2006 tersebut. 
Anggota komisi A yang dijumpai tidak berani mengambil keputusan tanpa seijin 
ketua, baik ketua DPRD ataupun Komisi A. Massa menunggu kedua ’ketua’ tersebut. 
Yang terjadi adalah ketua DPRD tidak muncul-muncul dan ketua Komisi A melarikan 
diri. Akhirnya Fraksi PKS berinisiatif membuat surat agar dapat membuat massa 
tenang dan pulang. Pertemuan ini juga menghasilkan kesepakatan akan ada 
pertemuan antara petani dan SPSU dengan pihak PT BSP yang difasilitasi DPRD 
Asahan yang direncanakan pada tanggal 17 Februari 2006.
- Tanggal 17 Februari 2006 dilakukan pertemuan antara OTL Maju Bersatu, SPSU 
dan pihak PT BSP yang difasilitasi oleh DPRD Asahan. Pertemuan ini tidak 
menghasilkan apa-apa karena terlihat ada kecenderungan Anas Fauzi Lubis, Ketua 
Komisi A DPRD Asahan yang saat itu memimpin pertemuan mementahkan apa yang 
diinginkan oleh para petani dan SPSU dan malahan lebih memfasilitasi keinginan 
pihak PT BSP. Massa menjadi emosional melihat sikap Anas Fauzi Lubis. Suasana 
pertemuan akhirnya ditinggalkan dengan sedikit kekacauan. Pak Amin, anggota 
Komisi dari Fraksi Keadilan Sejahtera, mengusulkan dibentuk Panitia Khusus 
(Pansus) kasus tanah di Bandar Pasir Mandoge.
- Perkembangan terakhir dari kasus ini adalah ketika tanggal 23 Februari 2006, 
anggota DPRD SU dari Komisi A bersedia mendiskusikan kasus ini dengan Pemprov. 
Sumatera Utara dan meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara 
melakukan pengukuran pada lahan tersebut.  SPSU juga sedang melakukan audiensi 
ke fraksi-fraksi yang ada di DPRD SU, karena adanya krisis kepercayaan terhadap 
Pemerintah dan DPRD Kabupaten Asahan. Direncanakan juga SPSU akan ’menggoyang’ 
pusat (Jakarta) untuk menyelesaikan kasus ini.
- Tanggal 24 Februari 2006, SPSU melakukan audiensi yang kesekian kalinya 
dengan Fraksi Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD 
Sumatera Utara. Para anggota Dewan ini berjanji dan akan mempelajari serta 
memprioritaskan kasus-kasus tanah yang menimpa anggota SPSU di seluruh Sumatera 
Utara.
- Tanggal 27 Februari 2006, audiensi dilakukan juga dengan Fraksi Partai 
Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD Sumatera Utara. FPDIP menyatakan mendukung 
setiap perjuangan petani khususnya dalam kasus tanah dan mengecam tindakan 
aparat yang menganiaya rakyat. FPDIP juga mengecam tindakan Ketua Komisi A DPRD 
Asahan, Anas Fauzi Lubis, yang jelas-jelas sangat tidak berpihak pada para 
petani yang teraniaya.
   
  IV. PENGANIAYAAN DAN PENGHINAAN PARA PETANI OLEH APARAT TANGGAL 9 FEBRUARI 
2006
- Pukul 08.30 WIB bererdasarkan surat dari Fraksi Keadilan Sejahtera DPRD 
Asahan No. 87/F-PKS/DPRD-AS/2006 tentang himbauan agar PT BSP tidak melakukan 
pengerjaan lahan dilahan yang diklaim oleh masyarakat Sei Kopas sampai ada 
pembicaraan lebih lanjut di DPRD Asahan, maka sekelompok ibu-ibu dari Sei 
Kopas, yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon, Herlina Marbun, Nannaria 
Manurung, Lina Manurung, Nursinah Manurung, Duna Samosir dan Br. Manalu, 
melakukan diskusi ringan sekaligus memantau kondisi lahan di posko yang mereka 
bangun di lahan konflik tersebut. 
- Pukul 14.00 WIB masuk 2 (dua) bulldozer ke lokasi lahan dikawal ± 50 orang 
berpakaian petugas keamanan (seragam lengkap berwarna biru-biru). Ada indikasi 
sebagian orang-orang ini bukan petugas keamanan yang biasa menjaga, akan tetapi 
preman yang dibayar. Ibu-ibu dari Sei Kopas ini melakukan pengusiran, yang 
berakibat tindak kekerasan dan caci maki terhadap diri mereka.
- Pukul 14.30 WIB tujuh orang ibu-ibu menerobos ke depan untuk menghadang 
bulldozer, tapi mereka dipukul, ditendang, dan diseret oleh petugas keamanan 
tersebut. Melihat strategi yang mereka lakukan tidak berhasil, mereka memakai 
strategi aksi buka baju yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon,Duma 
Samosir, Rukiah, Lina Manurung dan Herliana Marbun. Aksi ini tetap tidak 
berhasil dan orang-orang dari PT BSP tersebut malah menikmati ‘pemandangan’ 
yang menggiurkan mereka. Orang-orang tersebut adalah: Satpam (± 50 orang), 
Brimob Polisi (5 orang) dan TNI (1 orang).
- Pukul 15.45 WIB dua belas orang ibu-ibu masuk dari Sei Kopas karena mendengar 
kawan-kawan mereka dianiaya. Mereka datang secara bertahap sampai pukul 16.00 
WIB. Kedua belas ibu-ibu tersebut adalah: Priska Sihombing, Romenna Manurung, 
Kamariah Manurung, Eilin Saragih, Minta Uli Sinaga, Rasmi Sirait, Rospita 
Hutauruk, Mariana Marbun, Risma Uli, Neli Silalahi, Rusti dan Rukiah. 
Perlawanan tetap tidak seimbang, karena pihak PT BSP semakin buas agar lebih 
puas, seperti anjing pemburu yang berusaha menangkap buruannya. Ini terbukti 
mereka mengejar ke segala arah sampai ke atas pohon pun mereka kejar. Selama 
lebih setengah jam ’diburu’, kelompok ibu-ibu ini memutuskan meninggalkan lahan 
karena kondisi benar-benar tidak seimbang dan di tubuh penuh luka dan memar. 
Sampai mereka meninggalkan lahan bulldozer terus beraksi mengerjakan lahan.
Kondisi sebagian ibu-ibu yang cedera dan dapat dilaporkan :
Juniar Tampubolon     : Tangan dan kaki luka terkena pukulan senapan. Badan 
memar karena diangkat oleh 4 orang lalu dicampakkan begitu saja. Dada sesak 
yang entah karena pukulan atau tendangan
Tetti Tampubolon    : Kaki dan badan memar karena pukulan dan diseret. Leher 
memar karena tali BH ditarik untuk menyeretnya.
Cendi Maria Purba     : Pingsan selama 15 menit karena diseret. Badan memar.
Nelli Silalahi              : Tangan terkilir karena diseret. Badan memar.
Dan masih banyak lagi ibu-ibu yang cedera.
Kata makian yang dilontarkan: (maaf) anjing, babi dan dituduh PKI.
Oknum sekuriti dan PT BSP yang dapat dikenali: Rusli (manajer PT BSP), Manimbo 
Simangunsong (Komandan Sekuriti), Zebua, Prieto, Trisno, Parlin dan Priyoto.
Oknum Brimob yang terlibat: Munthe, Marbun, Siregar dan 2 orang lagi yang tidak 
diketahui namanya.
- Pukul 17.00 WIBl lima belas orang ibu-ibu melakukan pengaduan ke Polsek 
Bandar Pasir Mandoge dengan nomor surat : STPL/05/II/2006/SPK atas nama 
Herliana Marbun. Pasal yang mereka adukan adalah 352 KUHP (tipiring). Sebagian 
lagi tidak ikut karena mereka masih trauma dengan aparat. Kelima belas orang 
tersebut yaitu: Juniar Tampubolon, Tetti Tampubolon, Herliana Marbun, Manaria 
Manurung, Cendi Maria, Rukiah, Rumenna, Rasmi ,Rospita, Bimberi, Tiruma, 
Nurhini, Rusti, Teruma, Duma. Tiga orang juga di-visum et repertum yaitu Juniar 
Tampubolon, Herliana Marbun dan Tetti Tampubolon. Jumlah orang yang divisum dan 
diperiksa polisi ini hanya  3 orang karena polisi beralasan supaya cepat 
memprosesnya dan tidak terlalu lama memeriksanya yang semuanya ini bukan 
kemauan para petani. Kinerja polisi yang ingin cepat dalam pelaporan ternyata 
sayangnya tidak imbangi dalam penanganan, yang sampai sekarang belum ada respon 
yang memuaskan oleh pihak kepolisian.
- Tanggal 17 Februari 2006 dilakukan pertemuan antara OTL Maju Bersatu, SPSU 
dan pihak PT BSP yang difasilitasi oleh DPRD Asahan. Pertemuan ini tidak 
menghasilkan apa-apa karena terlihat ada kecenderungan Anas Fauzi Lubis, Ketua 
Komisi A DPRD Asahan yang saat itu memimpin pertemuan mementahkan apa yang 
diinginkan oleh para petani dan SPSU dan malahan lebih memfasilitasi keinginan 
pihak PT BSP. 
   
  Massa menjadi emosional melihat sikap Anas Fauzi Lubis. Suasana pertemuan 
akhirnya ditinggalkan dengan sedikit kekacauan. Pak Amin, anggota Komisi dari 
Fraksi Keadilan Sejahtera, mengusulkan dibentuk Panitia Khusus (Pansus) kasus 
tanah di Bandar Pasir Mandoge. Usulan tentang membentuk Pansus juga dilontarkan 
oleh Sekretaris Komisi A DPRD SU, Akhmad Ikhyar Hasibuan dan FPDIP DPRD SU 
melalui ketuanya Eddy Rangkuti dan anggotanya Syamsul Hilal.
   
  
Medan, 13 Maret 2006
  BPP Serikat Petani Sumatera Utara ( SPSU ) 
  
 


Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 






                
---------------------------------
 Yahoo! Mail
 Use Photomail to share photos without annoying attachments.

[Non-text portions of this message have been removed]



 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Serikat-Kaum-Terkutuk/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke