PENOLAKAN ATAS MAJALAH PLAYBOY VERSI INDONESIA
Oleh KAWAR BABLEPAS
Email: [EMAIL PROTECTED]

Pendahuluan
Majalah Playboy Versi Indonesia akhirnya beredar juga. Sejumlah 
kalangan kemudian panik. Seperti dilaporkan oleh Media cetak dan 
elektronika,  FPI mulai mensweeping Majalah Playboy, mereka  
mendatangi redaksi majalah tersebut di wilayah Jakarta Selatan. 
Demikian juga massa FPI di Bandung, Puluhan massa dari Front Pembela 
Islam (FPI) Kota Bandung, 7/4/2006, Jum`at mendatangi beberapa 
tempat di Kota Bandung di antaranya Toko Buku Gramedia di Jalan 
Merdeka dan penjual buku emperan di Cikapundung, Bandung yang mereka 
curigai menjual majalah Playboy versi Indonesia ini. Mereka 
menggeratak pihak manajemen Toko Buku Gramedia di Jalan Merdeka 
Bandung, agar tidak menjual  majalah Playboy. Mereka juga memaksa 
masuk ke Toko buku  Gramedia tersebut untuk memastikan bahwa PT 
Gramedia Bandung tidak ada menjual majalah Playboy. Aksi yang sama 
juga mereka lakukan terhadap penjual buku emperan di Cikapundung. 
Pihak lain yang kebakaran jenggot dengan terbitnya majalah Playboy 
ini adalah Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI). Majelis Mujahiddin 
Indonesia segera melayangkan surat mensomasi kepada para pengelola 
Majalah Playboy versi Indonesia ini.
Dalam surat somasinya Ketua Data dan Informasi MMI, Fauzan Al 
Anshori, mengatakan "Kami sangat menyesalkan terbitnya majalah ini, 
dan kami akan melakukan somasi. Kalau mekanisme hukum tidak 
berjalan, saya tidak akan bertanggung jawab (atas apa yang akan 
terjadi).Masyarakat akan mengambil tindakan sendiri, 
seperti 'sweeping' (penyisiran) karena itu adalah hak mereka," MMI 
mulai menunjukkan gaya premannya, mengancam. Dalam Kepala Fauzan,  
nama Playboy itu adalah "ikon pornografi".
Penolakan juga datang dari kelompok yang menamakan kelompoknya 
Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (PMTP). Kelompok ini 
menolak  kehadiran Majalah Playboy Indonesia, karena isi majalah 
tersebut memuat hal-hal yang berbau pornografi melainkan juga karena 
citra majalah ini sebagai "majalah pornografi pertama di negara 
asalnya dan menjadi ikon pornografi dunia".  "Kami memandang penting 
bahwa majalah Playboy tidak seharusnya terbit... Seharusnya 
menghentikan ancaman pornografi bagi bangsa kita dimiliki oleh 
setiap elemen, terlebih oleh media massa yang memiliki porsi besar 
dalam mempengaruhi opini masyarakat," katanya. 
Tanggapan lain perihal terbitnya majalan Playboy ini datang dari 
ketua MPR RI Hidayat Nurwahid. Menurut  Hidayat Nurwahid  Penerbit 
Playboy Lecehkan Aspirasi Publik Indonesia. Mantan Presiden PKS itu 
meminta pemerintah dan penegak hukum menyikapi penerbitan majalah 
itu secara bijak dengan menimbang kepentingan masyarakat luas. 
Sebelumnya, ketika  Majalah Playboy, masih bersifat wacana, pagi-
pagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengancam, jika  sampai  
diterbitkan di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan 
menduduki kantor redaksi Playboy. "Playboy itu ikon pornografi. MUI 
sepakat untuk menghentikan penerbitan itu. Kalau perlu kita akan 
ramai-ramai nginep di kantor redaksi Playboy untuk mendesak aparat 
agar menghentikan penerbitan tersebut," kata Ketua MUI Amidhan, 
kepada para wartawan bulan Februari 2006 yang lalu. Pernyataan ini 
disampaikan saat  jumpa pers di Kantor MUI, Kompleks Masjid 
Istiqlal, Jl Taman Wijayakusuma, Jakarta, Sabtu (18/2/2006).
Dilaporkan juga ribuan warga nahdliyyin, warga NU siap dikerahkan 
turun ke jalan untuk memprotes pemerintah jika Majalah Playboy edisi 
Indonesia tetap diterbitkan. "Kami akan gerakkan rakyat (turun ke 
jalan) protes kepada pemerintah kalau majalah itu (Playboy 
Indonesia) jadi terbit," kata Ketua Umum PB.NU KH Hasyim Muzadi, 
usai menghadiri acara Istighotsah Kubro dalam rangka memperingati 
Tahun Baru Islam 1427 H dan Harlah NU ke-80 di Masjid Istiqlal, 
Jakarta. 
Penolakan juga datang dari IPHI (Ikatan Persatuan Haji Indonesia) 
Kota Pematangsiantar  Sumatera Utara. IPHI menolak rencana 
penerbitan majalah Playboy versi Indonesia, karena lebih besar 
mudharatnya (dampak negatifnya) ketimbang manfaatnya. Diyakini 
kehadirannya di tengah masyarakat akan semakin mempercepat dekadensi 
moral di kalangan generasi muda yang tentunya semakin jauh dari 
norma dan ajaran agama yang dianutnya.
Menurut IPHI, dalam syariah ajaran agama Islam membuka aurat saja 
bagi ummatnya sudah haram apalagi memamerkan bentuk tubuh secara 
keseluruhan di muka umum terutama kaum hawa dalam gambar-gambar di 
Majalah. Karena itu dihimbau kepada ummat Islam dan para tokoh agama 
untuk bersama-sama menolak rencana penerbitannya karena akan 
menjerumuskan bangsa ini ke dalam kebobrokan mental. 
Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Harakah Islam, Jumat 
(20/1) juga menolak penerbitan majalah Playboy. Penolakan ini 
disampaikan saat berdemo di DPRD dan Balaikota Medan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menolak  penerbitan Majalah Playboy, 
menurut Wapres,  majalah itu tidak sesuai dengan etika dan budaya di 
Indonesia. "Ini bukan Amerika. Singapura saja tidak boleh masuk, di 
sini mau begitu. Nggak benerlah itu. Jadi kondisi pemerintah pasti 
tidak setuju dengan seperti itu," ujar Jusuf Kalla di Istana Wapres, 
Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (27/1/2006).
Rencana penerbitan majalah Playboy edisi Indonesia memang  
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Berbagai demonstrasi dan aksi 
penolakan berlangsung. Argumentasi yang umumnya dikemukakan berbasis 
kepada nilai-nilai normatif keberagamaan. Dalam kerangka pandang 
ini, pornografi, pornoaksi, dan segala hal yang bernuansa erotis, 
merupakan aspek yang harus masuk wilayah privat. Ketika hal-hal 
tersebut diusung ke ruang publik, maka perlawanan pun akan dilakukan 
dengan gencar.
Jadi alasan penolakan terhadap majalah Playboy oleh kalangan yang 
tidak suka, karena tidak sesuai dengan syariah atau ajaran agama 
Islam.

Arogansi dan Tidak Punya Malu
Siapa-siapa yang menolak kehadiran majalah Playboy di atas, sudah 
tidak asing lagi bagi kita. Sepak terjangnya bukan hanya sekali ini. 
Tetapi sudah berkali-kali dengan berbagai kasus, mulai dari 
pelarangan beribadah sampai ke cafe-cafe.
FPI (Front Pembela Islam), misalnya siapa yang tidak kenal nama ini. 
Mungkin sudah tidak asing. Pendirinya adalah  Al-Habib Muhammad 
Rizieq Syihab Lc. Nama Front Pembela Islam (FPI) ini  dikenal luas 
karena aktifitas kelompok Islam garis keras ini menonjol di berbagai 
soal politik. FPI muncul, menyusul Komite Indonesia untuk 
Solidaritas Dunia Islam (KISDI), organisasi serupa yang pada masa 
lalu di pimpinan Ahmad Sumargono. FPI memang berbeda dengan KISDI, 
FPI ini memiliki pasukan milisi bersenjata (senjata tajam dan 
pentungan). Milisi FPI, seperti layaknya organisasi militer, para 
anggotanya juga memiliki tanda kepangkatan. 
Menurut TNI Watch!, 23/2/2000. Pada awal kelahirannya FPI dikenal 
dekat dengan sejumlah kalangan Angkatan Darat seperti Panglima 
Kostrad Letjen TNI Djadja Suparman (yang kemudian menghubungkannya 
dengan Jendral TNI Wiranto), Mayjen TNI Kivlan Zein, Mayjen TNI 
Zacky Anwar Makarim, Kasum TNI, Letjen TNI Suaidi M, Wakil Panglima 
TNI, Jendral TNI Fachrul Rozi dan lain-lain. FPI juga dekat dengan 
pejabat kepolisian Jakarta yakni mantan Kapolda Mentrojaya, Mayjen 
Pol Noegroho Djajoesman. FPI juga dekat dengan orang-orang di 
seputar Jendral TNI (Purn) Soeharto. Di masa Letjen TNI (Purn) 
Prabowo Subianto masih aktif di TNI, FPI (begitu juga KISDI) adalah 
salah satu binaan menantu Soeharto itu. Namun, setelah Prabowo 
jatuh, FPI kemudian cenderung mendekati kelompok Jendral Wiranto.
Dari dua hal itu bisa dapat disimpulkan bahwa FPI memang memilih 
mendekati kelompok militer yang kuat yang bisa diajak bekerjasama 
dalam perebutan pengaruh politik. 
Sejumlah aksi FPI yang mendukung TNI di masa lalu misalnya aksi 
tandingannya melawan aksi mahasiswa ketika menentang RUU Keadaan 
Darurat yang diajukan Mabes TNI, 24 Oktober 1999. Ratusan milisi FPI 
bersenjata pedang dan golok hendak menyerang mahasiswa yang bertahan 
di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta Pusat, namun bisa dicegah 
polisi. Aksi kedua ketika ratusan milisi FPI yang selalu berpakaian 
putih-putih itu menyatroni Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 
(Komnas HAM), memprotes pemeriksaan Jendral Wiranto dan kawan-kawan 
oleh KPP HAM. Milisi FPI yang datang ke kantor Komnas HAM dengan 
membawa pedang dan golok itu bahkan menuntut lembaga itu dibubarkan 
karena dianggap lancang memeriksa para jendral itu. 
Demikian juga dengan Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI), kelompoknya 
Abu Bakar Ba'asyir. Kelompok yang mensomasi Gubernur, DPRD dan 
sejumlah tokoh masyarakat Bali yang menolak keras Rancangan Undang-
Undang (RUU) Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP).
Dalam pandangan MMI, "Logika pariwisata sebagai tulang punggung 
perekonomian Bali untuk menolak RUU APP adalah mengada-ada, karena 
masyarakat Bali sebelum ini hidup tanpa pariwisata," jelas Ketua 
Departemen Data dan Informasi MMI, Fauzan Al Anshari. Justru, tambah 
Fauzan, dengan mengundang wisatawan asing, kemaksiatan, prostitusi, 
narkoba tumbuh subur di Bali. Akibatnya, rakyat Bali menjadi budak 
di negeri sendiri. 
"Logika budaya untuk menolak RUU APP sama sekali tidak berdasarkan 
fakta sosiologis dan filosofis, mengingat pakaian adat Bali relatif 
menutup aurat. Bahkan, patung-patung di sana pun diberi kain 
penutup," jelas Fauzan. Yang lebih merisaukan MMI,  adalah ancaman 
Gubernur dan masyarakat Bali untuk memisahkan diri dari NKRI bila 
RUU APP disahkan. Ancaman ini dinilai bentuk tirani minoritas dan 
arogansi bernuansa SARA, serta ancaman perang terhadap kedaulan 
NKRI. Bila pemerintah membiarkan ancaman tersebut, pemerintah 
dinilai telah merestui separatisme di wilayah Indoensia dan meyulut 
konflik SARA. Soal somasi, mensomasi, MMI adalah jagonya. Yang getol 
memaksakan pengesahan RUU APP menjadi APP, adalah mereka ini juga.
Tapi apapun omongan dan sepak terjang mereka, patut dan perlu kita 
tertawakan. Mereka ini tidak tahu malu, katanya menegakan ajaran 
Tuhan, tetapi mereka tidak punya surat tugas dari Tuhan untuk 
mewakili kepentingan Tuhan di bumi ciptaan Tuhan ini. Mengaku-ngaku 
mewakili Tuhan, tetapi tidak punya surat tugas dari si pemilik kuasa 
(Tuhan),  Apa ini bukan tidak tahu malu namanya?.
Saya yakin seyakin-yakinnya, mereka memang sama sekali tidak 
mempunyai surat tugas dari Tuhan Yang Maha Esa,  dari Pencipta 
Semesta Alam, dari Yang Maha Kuasa, dari Yang Maha Tahu, dari yang 
memiliki apa yang ada di langit dan di bumi, untuk mewakili  Tuhan 
di bumi ini. Akan halnya seorang karyawan atau PNS, atau ormas, 
sebagai karyawan atau PNS atau sebagai anggota ormas, pasti punya 
surat keanggotaan dari lembaga tempatnya bekerja atau ormas yang 
menaunginya. Kelompok semacam FPI atau MMI adalah ormas keagamaan, 
mereka ini tidak berafiliasi kepada kebudayaan manusia, mereka 
berafiliasi  kepada Tuhan, maka yang menerbitkan KTA (Kartu Tanda 
Anggota)nya, bukanlah manusia, tetapi Tuhan.
Selama ini kita yakin saja kepada mereka sebagai mewakili Tuhan di 
muka bumi ini. Akibatnya mereka dapat saja bertindak tanpa seenaknya 
saja. Selama ini kita lupa, kita tidak menanyakan surat tugasnya 
apakah mereka benar mewakili Tuhan di muka bumi ini.
Maka mulai hari ini, bila kelompok seperti ini mensomasi, mengancam, 
mengatakan anda sesat, tanyakan dulu surat tugas  yang diberikan 
Tuhan kepada mereka sebagai mewakili Tuhan. Kalau mereka tidak mampu 
menunjukkan surat tugas yang dimaksud, jangan layani. Suruh saja 
mereka pulang, karena ancaman, somasi tudingan sesatnya tersebut 
tersebut tidak sah. Ancamannya ini jalan awal menuju kepada tindakan 
kriminal. 
Kalau mereka memaksa, laporkan saja kepada polisi terdekat, katakan 
kepada polisi, mereka merazia tanpa disertai surat tugas dari Tuhan 
Yang Maha Esa,  sebagai Pencipta Semesta Alam, sebagai Yang Maha 
Kuasa, sebagai  Yang Maha Tahu, sebagai  pemilik  langit dan di bumi 
ini. Polisi saja merazia punya surat tugas dari lembaganya.

Mereka Bukan Mewakil Tuhan.

Kepada redaksi Majalah Playboy Versi Indonesia, yang diancam FPI dan 
disomasi MMI. 
Kepada Lia Aminuddin yang dituding sesat oleh Majelis Ulama 
Indonesia (MUI) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kepada Ahmadiyah yang juga dituding sesat oleh Majelis Ulama 
Indonesia (MUI). 
Kepada Inul yang dituding penyebar pornoaksi oleh Rhoma Irama.
Atau kepada siapa saja yang dirugikan oleh fatwa MUI, mulai dari 
kasus perkawinan beda agama, kewarisan beda agama, Wanita menjadi 
imam dalam sholat, Liberalisme dan pluralisme yang  diharamkam, anda 
tanyakan kepada si penuding tersebut, kepada si penerbit fatwa 
tersebut, punya surat tugas, atau surat kuasakah dari Tuhan, untuk 
mewakili kepentingan Tuhan di muka bumi ini?
Kalau mereka (si pensomasi, si pengancam, si pengeluar fatwa sesat), 
tidak dapat menunjukkan surat tugas, atau surat kuasa dari Tuhan, 
untuk mewakili Tuhan di muka bumi ini, somasi, ancaman, fatwa sesat 
mereka tidak benar. Mereka  sama saja dengan memaksakan kehendak 
namanya. Suatu hal yang tidak rasional di bumi Tuhan ini.
Kembali dan sekali lagi saya ingatkan, bila MMI (Majelis Mujahiddin 
Indonesia) mensomasi anda, atau bila FPI (Front Pembela Islam) 
mengancam anda, atau bila Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan 
anda sesat, tanyakan apa dasarnya mensomasi, mengancam,  mengatakan 
anda sesat. Bila dasarnya agama (Islam), tanyakan surat tugasnya 
dari Tuhan (bukan dari lembaga yang mereka bentuk. Lembaga yang 
mereka bentuk sama saja dengan produk manusia dan ini adalah bagian 
dari kebudayaan). Bila mereka tidak mempunyai surat tugas yang 
diterbitkan oleh Tuhan sebagai  Pencipta Semesta Alam, Sang Maha 
Kuasa, Sang Maha Tahu, Sang pemilik apa yang ada di langit dan di 
bumi, aktivitas mereka (mensomasi, mengancam, mengatakan sesat atau 
lainnya) adalah ilegal. 
Kalau bicara soal penafsiran, semua orang bisa menafsirkan. Seribu 
kepala seribu penafsiran, karena seribu kepala ada seribu 
penafsiran, maka  semua ada aturannya. Aturannya bukan berdasarkan 
suka atau tidak suka terhadap sesuatu, kalau sesuai dengan kehendak 
dikatakan dibagus, kalau tidak sesuai dengan kehendak mereka jelek 
dan  harus dimusnahkan. Bukan begitu aturannya atau prosedurnya. 
Aturan pertama adalah surat tugas dari sipemilik aturan.
  Mempertanyakan surat tugas ini, bukan hanya terhadap ulama Islam, 
tetapi juga terhadap ulama agama lain, seperti Kristen, Hindu, Budha 
dan lainnya. Kalau mereka bertindak sewenang-wenang dengan mengatas 
namakan untuk kepentingan Tuhan, kepentingan Pencipta Semesta Alam, 
kepentingan Yang Maha Kuasa, kepentingan Yang Maha Tahu, kepentingan 
yang memiliki apa yang ada di langit dan di bumi. Tanyakan surat 
tugas mereka, sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini. Untuk mengatakan 
sesuatu sesat, tidak benar, katakan kepada mereka, "semua ada 
prosedurnya bung!"











 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Serikat-Kaum-Terkutuk/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke